Korea Selatan sudah melakukan regenerasi pada industri film mereka dengan membuat sejumlah film bernuansa remaja. Rilisnya Film Drama Korea berjudul Duty After School tanggal 31 Maret 2023 menambah keyakinan bahwa Korea Selatan tetap berusaha mempertahankan popularitas film mereka di dunia melalui serial dramanya.
Regenerasi ini maksudnya bahwa produser dan pembuat film menggunakan remaja sebagai actor dan aktris sebagai mayoritas pemeran di dalam setiap episodenya. Tidak tanggung-tanggung, para sineas Negri Gingseng ini menggunakan egek-efek khusus dalam setiap episodenya sebagai daya tarik penonton seperti kebanyakan film lainnya.
Serial drama berjudul Duty After School dinilai sebagai langkah cermat dan terstruktur dari pemerintah Korea dan para sineasnya untuk melahirkan pemain film muda sebagai penerus kejayaan industri film. Kesuksesan film serial drama remaja berjudul Weak Hero Class I tahun 2022 lalu juga dirasakan sebagai motivasi untuk menambah semangat para sineas film supaya terus menerus memroduksi film-film bergenre remaja.
Selain kedua film, Weak Hero Class I dan Duty After School, masih ada film-film lain dengan menonjolkan anak dan remaja sebagai pemeran utamanya. Sebutlah film serial drama Jinny's Kitchen serta Oasis yang sama-sama rilis di tahun 2023 ini.
Industri film harusnya mempunyai program khusus untuk meregenerasi para actor dan aktrisnya. Kegagalan industri film melakukan regenerasi pemain akan berdampak fatal bagi keberlangsungan penghasilan dan keuntungan dari industri film ini.
Proses regenerasi sebaiknya dimulai dari semua lini bisnis film. Mulai dari program pelatihan olah peran dengan mendirikan sekolah khusus actor dan aktris dengan biaya negara atau dapat pula dilakukan dengan membentuk komunitas pecinta seni peran yang difungsikan sebagai sanggar untuk belajar seni peran.
Industri film yang dikelola dengan asal-asalan dan fokus pada persaingan bisnis justru akan merusak bisnis itu sendiri. Di dalam industri media massa, film mendapatkan porsi lumayan banyak usai Pandemi Covid-19 lalu. Munculnya berbagai platform aplikasi menonton film di rumah, seperti Netflix, VIU, dan lainnya, setidaknya meningkatkan gairah dalam industri film.
Sayangnya, Indonesia masih bertahan pada genre klasik yakni horor dan komedi sebagai basis keuntungan di dalam industri filmnya. Para produsen film juga tampak bermain aman dengan memilih topik umum yang sudah sering digunakan dalam beberapa dekade terakhir.
Sebutlah film serial drama Induk Gajah. Film bergenre drama dan komedi ini mengambil topik umum yakni gadis jomblo berusia matang yang belum mendapatkan pasangan karena dia mempunyai tubuh besar dengan wajah pas-pasan. Konflik yang dibangunnya pun seputar mencari pasangan, menurunkan berat badan, dan dilema seputar asmara. Seolah di dalam film ini, sang produser tidak berani untuk bermain menyimpang dari zona nyaman.
Selain itu, film Induk Gajah juga memakai pemeran yang sudah tidak muda lagi. Sejumlah pemeran adalah aktor dan aktris senior, seperti Tika Panggabean, Marshanda, Tamara Geraldin, dan lain sebagainya. Seharusnya, film-film nasional baik itu film panjang maupun serial drama lebih berani mengajak aktor aktris remaja untuk membintangi film-film nasional seperti jamannya film Petuangan Sherina atau Joshua.
Industri film sebenarnya dapat digunakan pemerintah untuk mempopulerkan budaya bangsa di mata dunia. Seperti serial drama milik Korea Selatan berjudul Squid Game. Melalui satu serial drama itu, publik dunia diperkenalkan pada permainan tradisional Korea Selatan. Efeknya langsung terasa saat film mempengaruhi industri-industri lain yang berada dalam lingkarannya.