Maka, dalam konteks pak Prabowo yang mengutarakan pendapat dan membela pendiriannya dengan gayanya sendiri di alam demokrasi, di hadapan 200 juta lebih rakyat Indonesia melalui layar Anda sekalian, sangat lucu jika melabeli Prabowo sebagai 'orang yang emosional', kasar, pemarah, tidak sabaran, dan seterusnya, dan seterusnya hanya karena gaya bicaranya. Istilah kerennya, "Don't Judge a Book by it's Cover" menemukan relevansinya di sini.
Namun, di atas itu semua, yang penting untuk dipahami publik adalah bahwa makna debat capres menjelang pilpres tahun depan nanti bukanlah untuk adu cerdas cermat sebagaimana yang pernah dilakukan oleh TVRI pada dasawarsa 80 untuk para pelajar di Tanah Air.
Debat capres berguna bagi publik sebagai sarana dan ajang untuk melengkapi pengetahuan masyarakat terkait pandangan-pandangan capres tentang berbagai persoalan kenegaraan dan masyarakat.
Jadi, poin yang perlu ditekankan adalah publik, secara khusus undecided voter dan swing voter, mengetahui pandangan atau visi capres dalam mengatasi persoalan yang menyangkut nasib khalayak banyak.
Dengan demikian, capres tidak mesti figur perfeksionis yang mengetahui banyak hal hingga mendetail, berpengetahuan teknis yang menakjubkan, untuk semua cabang ilmu pengetahuan yang ada.
Dengan pemahaman tersebut, bisa dimaklumi bila capres, siapa pun dia, dari kubu petahana, maupun penantang baru, tak perlu dinilai hebat lantaran mempunyai kemampuan retorika yang mumpuni, juga pengetahuan yang seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya.
Dalam konteks Pilpres 2024, yang mana kontestannya adalah capres 'pendatang baru' Anies Baswedan, sarjana jurusan ilmu ekonomi, Ganjar Pranowo sarjana jurusan ilmu hukum, dan Prabowo Subianto, prajurit dengan pendidikan akademi kemiliteran, adalah lazim jika ketiganya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing untuk bidang pengetahuan tertentu.
Secara umum, Anies dan Ganjar memiliki pandangan atau visi yang lebih komprehensif terhadap persoalan yang terkait dengan bidang studinya dibandingkan dengan Prabowo. Namun, visi atau pandangan pak Prabowo tentang pertahanan negara jelas lebih meyakinkan publik dibandingkan dengan kedua pesaingnya.
Kemenangan Semu
Fakta bahwa beberapa capres yang di mata publik unggul dalam beretorika pada saat berdebat melawan kompetitornya ternyata kalah dalam mengumpulkan suara pemilih yang sah.
Dalam sejarah pemilu di Amerika Serikat (AS) misalnya, yang sering dijadikan contoh klasik ialah capres Walter Mondale dari Partai Demokrat yang lebih terpelajar dan berpengetahuan ilmiah lebih bagus ketimbang pesaingnya, yaitu Ronald Reagan dari Partai Republik.