Pariwisata alternatif adalah pariwisata berskala kecil dan melibatkan berbagai elemen lokal khususnya masyarakat lokal. Pembangunan pariwisata berskala kecil pada gilirannya memberikan ruang partisipasi sebesar-besarnya bagi masyarakat lokal (Telfer dan Sharpley, 2008).
Partisipasi aktif dari masyarakat menunjukkan adanya persamaan posisi dengan pengambil keputusan lainnya (pemerintah, investor, serta wisatawan) dalam upaya pembangunan pariwisata berkelanjutan.
Berdasarkan pemikiran Derrida, persamaan posisi tersebut menandakan pelucutan atas oposisi biner (dekonstruksi). Adanya dekonstruksi dapat menjamin kebenaran dengan cara mendevaluasi bagian inferior oposisi biner, yakni masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata. Dengan kata lain, pendekatan dekonstruktif memastikan diikutsertakannya kelompok minoritas untuk masuk ke ranah pariwisata.Â
Imbas dari digulirkannya pariwisata masal oleh elite atau pemerintah yang berkolaborasi dengan investor, masyarakat lokal harus puas berperan sebagai objek pengembangan pariwisata, hingga dan akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada mereka malah terlempar dari pembagian manfaat pariwisata.
Murphy (1985) menekankan dekonstruksi berupa suatu strategi dengan fokus pada pencapaian tujuan pembangunan pariwisata dalam perspektif wisatawan dan masyarakat lokal. Dalam hal ini, masyarakat lokal seharusnya mampu mengidentifikasi berbagai manfaat pariwisata untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pendekatan perencanaan ini mengakui adanya perhatian yang memasukkan kepentingan masyarakat dalam perencanaan pariwisata, atau dengan kata lain semestinya pariwisata tidak hanya memberikan kepuasan bagi wisatawan, tapi juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat lokal dan kualitas jasa lingkungan.
Korten (1981) bahkan menganjurkan adanya kebutuhan terhadap pengetahuan dan nilai-nilai/kearifan lokal, dalam pemecahan permasalahan atas perkembangan pembangunan yang ada. Semakin kompleks permasalahan yang dihadapi, maka semakin besar pula kebutuhan terhadap pengetahuan dan nilai-nilai tersebut.
Penggunaan kearifan lokal untuk merumuskan pemecahan permasalahan pembangunan dikenal dengan sebutan perencanaan berbasis masyarakat lokal. Dengan kata lain, pendekatan perencanaan ini membutuhkan partisipasi dari berbagai pengambil keputusan dalam proses perencanaan pariwisata.
Itu artinya, pendekatan perencanaan ini membutuhkan partisipasi dari berbagai pengambil keputusan dalam proses perencanaan pariwisata berkelanjutan.Â
Adanya partisipasi aktif dari masyarakat lokal dalam proses perencanaan juga diharapkan mampu mengidentifikasi berbagai dampak pariwisata, untuk kemudian dapat merumuskan strategi dan program guna mengoptimalkan dampak positif dan meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengembangan destinasi pariwisata.