Engkau adalah tinta.
Aku sang pena.
Dan dunia adalah kertas.
.
Dikau selalu mengisiku.
Hingganya aku terus melukismu.
Di celah antara langit dan bumi.
Nama dan bayangmu kusketsai.
.
Terus tertulis diksi-diksi.
Melembut berbaur rima.
Abadikanmu pada dinding kertas.
Terlahir lewat imaji yang teretas.
.
Tintaku, mungkin kelak jadi cinta.
Sang pena, mungkin kelak pun merana.
Di kala tak lagi bertemu.
Tak lagi melebur jadi satu.
Lahirkan buah hati berupa tulisan-tulisan.
Yang hilang, terhempas angan.
.
Terlalu jauhkah?
Aku abadikanmu.
Pada embus deru napasku.
Yang tertiup angin terenggut waktu.
Sebagai kesia-siaan pengharapan.
.
Pulanglah . . .
Kala kau lelah.
Aku 'kan tetap jadi pena tempatmu bernaung.
Hatiku selalu dapat kau jadikan tempat berteduh.
Dari terik dan sakitnya percintaan.
.
Hatiku lah rumahmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H