Mohon tunggu...
Sandi Novan Wijaya
Sandi Novan Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Calon Diplomat

Sampaikanlah walau satu ayat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengharapkan Peran yang Lebih Kontributif dari Pemuka Agama

14 Juli 2023   04:00 Diperbarui: 14 Juli 2023   10:25 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang miskin (Sumber: Pixabay)

Faktanya, masalah serius lainnya yang sudah menanti seseorang di luar majelis tak patut untuk diabaikan sama sekali. Detik ini juga orang bisa dengan yakin dan teguh dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan berdasarkan perspektif agama yang sudah disampaikan oleh pemuka agamanya.

Namun di detik berikutnya, siapa yang bisa menjamin orang tidak akan memilih jalan yang salah karena masalah sulitnya berkompromi dengan perut keroncongan?

Mirisnya lagi, masyarakat kita saat ini terkesan tengah mengalami krisis identitas sehingga siapa pun tokoh maupun paham-paham baru yang muncul, bisa mereka terima dengan senang hati sembari berharap datangnya "harapan baru."

Jati diri sebagai bangsa saat ini terancam semakin terkikis seiring memudarnya nilai-nilai gotong-royong dan semangat ukhuwah (solidaritas antar pemeluk agama) yang semakin melemah.

Suatu waktu orang mulai tidak puas dengan kehidupannya lalu mencari pelarian dan suatu kebanggaan dari sejarah bangsanya. Namun, antusias itu tak berlangsung lama karena melihat kenyataan dari pemimpin dan masyarakatnya yang saling bertikai demi membela ego masing-masing.

Kemudian, orang semakin tidak puas dengan kehidupannya lalu mencari petunjuk dan suatu kebanggaan dari kebesaran sejarah agamanya. Namun, perasaan bangga itu hanya bertahan sesaat karena melihat perilaku pemeluknya yang kian bertolak belakang dari pesan-pesan agama. 

Hingga pada akhirnya orang benar-benar kehilangan identitas diri dan bangsanya sendiri, sehingga apatisme menjadi satu-satunya jalan yang dianggap paling rasional.

Maka tak heran jika apa pun dari secuil narasi yang diangkat dunia internasional selagi menyangkut sebuah negara bernama Indonesia, seolah berita itu selama-lamanya harus diwartakan.

Demikian halnya yang terjadi pada romantisme sejarah agama. Orang seakan menolak kenyataan bahwa agamanya itu sudah kehilangan marwah di hadapan peradaban lain. 

Dalam hal kontribusi nyata pemuka agama dalam membangkitkan kembali, semangat, harapan, dan kepercayaan diri para jamaahnya, tak perlu terlalu muluk-muluk untuk memulai.

Dari segi ekonomis misalnya, jika dari 100 para pemuka saja agama yang ada di Indonesia mau menyisihkan uang sekecil-kecilnya Rp100.000 untuk disedekahkan setiap hari, maka terkumpulah uang itu menjadi Rp10.000.000.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun