Mohon tunggu...
Sandi Novan Wijaya
Sandi Novan Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Calon Diplomat

Sampaikanlah walau satu ayat.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Surat Terbuka untuk PSSI: 5 Pekerjaan Rumah Pasca FIFA Matchday Indonesia Vs Argentina

20 Juni 2023   07:38 Diperbarui: 4 Januari 2024   20:10 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepada bapak-bapak yang terhormat di tubuh PSSI, Euforia pertandingan bersejarah di kancah persepakbolaan tanah air yang mempertemukan Indonesia vs Argentina baru saja usai dengan keunggulan tim tamu.

Keputusan bapak-bapak yang telah mengundang Argentina untuk bersedia berlaga di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, meski tanpa sang maestro lapangan, Lionel Messi, sangat saya, sebagai anak bangsa apresiasi. Hormat saya kepada bapak-bapak sekalian.

Meski usai 90 menit di atas lapangan, saya bersama-rekan sepakat, jelas sekali ada begitu banyak pelajaran yang bisa dipetik dari laga Indonesia vs Argentina tadi malam dengan berbagai versi tersendiri.

Saya sadar pak, saya bukan siapa-siapa hingga begitu percaya diri menulis surat terbuka ini pasca laga terbaik Timnas Indonesia. Saya juga tahu sangat kecil kemungkinannya bapak-bapak bersedia meluangkan waktu untuk membaca tulisan yang tak lebih dari sekadar curhatan dari penikmat sepakbola ini.

Baca juga: Seni Jatuh Cinta

Saya bukan pula seperti apa yang dikatakan netizen, yaitu "coach online", untuk mengatakan seharusnya pemain begini, seharusnya pemain begitu, seharusnya pelatih... seharusnya... seharusnya... Tidak pak, saya hanya tertarik untuk membicarakan hikmah tersembunyi di balik laga Indonesia vs Argentina sebagai modal berharga bagi Timnas Indonesia, bagi masa depan persepakbolaan nasional dalam mengarungi berbagai turnamen akbar yang sudah menanti di depan. Jadi, mohon tidak terburu-buru menyimpulkan bahwa ini cuma satu dari sekian banyak omong kosong yang sering bapak-bapak dengar itu.

Baik pak, ini hanya basa-basi.

Kekalahan Indonesia dengan margin gol yang tidak mencolok, juga dengan gaya main yang tenang cukup menjadi bahwa Timnas sudah sangat jauh berkembang, terlebih dengan permainan lawan yang cukup ngotot dan keputusan Lionel Scaloni, pelatih Argentina, yang menurunkan beberapa bintangnya meskipun tidak secara bersamaan.

Setidaknya menurut pandangan saya pribadi, itu jauh lebih baik ketimbang dua dekade ke belakang. Saya tidak bermaksud mengatakan pemain-pemain di masa tersebut amat buruk daripada yang ada sekarang, tetapi setiap fakta betapa pun menyedihkannya, itu lebih baik agar kita selalu terpacu untuk terus berbenah ketimbang seribu kebohongan yang melenakan.

Saya juga kagum dengan kepekaan bapak-bapak PSSI. Agenda tadi malam sejenak menghibur hati kami dari lelahnya memikul beban kehidupan, khususnya setelah tragedi Kanjuruhan Malang dan batalnya Piala Dunia U-20 di Indonesia.

Kita sejatinya tidak cuma satu kali ini mendatangkan tim jempolan macam Argentina. Kita sudah pernah merasakan bertanding dengan semifinalis Piala Dunia 2010 dengan hattrick Luiz Suarez dan Edinson Cavani saat Indonesia dibabat 7-1.

Kita pun pernah mendatangkan sang runner-up Piala Dunia 2010, Belanda, pada tahun 2013 sebagai persiapan kompetisi nomor satu 4 tahunan FIFA itu (di pihak Belanda). Mereka akhirnya bisa finish sebagai juara 3 di Piala Dunia 2014 Brazil. Hasilnya tetap sama, kita kalah pak dan belum belajar apa pun dari pertandingan itu.

Kita masih menganggap hasil dua pertandingan itu wajar-wajar saja, secara di atas kertas mereka masih unggul, sebagai ajang uji mental, belajar, persiapan AFF dan alasan-alasan lain untuk menutup-nutupi kelemahan kita.

Dua bulan setelah laga kontra Uruguay, tepatnya di bulan Desember 2010, saya pertama kali mengikuti berita-berita Timnas dan sangat antusias menyaksikan mereka berlaga di eranya Christian Gonzales (dalam top performanya) dan kawan-kawan ketika saya belumlah genap berusia 20 tahun.

Sejak saat itu hingga sebelum terjadi petaka, sedemikian rupa hingga saya tidak ingin melewatkan aksi-aksi mereka di atas lapangan, terutama di ajang Piala AFF pada bulan Desember 2010.

Akan tetapi, antusias saya perlahan tergantikan dengan kekecewaan demi kekecewaan di tahun-tahun berikutnya. Kekalahan demi kekalahan, gol demi gol yang menyarang ke gawang Timnas Indonesia seolah membuyarkan mimpi-mimpi para penggemar sepakbola tanah air untuk terus menyaksikan tim kesayangannya mampu berprestasi lebih jauh.

Dua tim yang baru kita hadapi di FIFA Matchday kemarin, Palestina dan Argentina, perlahan tapi pasti menunjukkan performa yang terus menanjak. Khusus bagi Palestina, mereka pernah mengalami nasib yang tidak lebih baik dari Timnas kita dengan menghuni peringkat terendah 191 FIFA dari 191 negara dan peringkat tertinggi 73, sedangkan kita pernah mencicipi manisnya 100 besar dengan peringkat tertinggi 76 pada 1998 dan terpuruk di peringkat 191 pada 2016. (Republika, FIFA).

Sementara itu, Argentina sudah dua kali menginjak ke partai final Piala Dunia di tahun 2014 dan 2022 dalam 10 tahun terakhir, dan baru lah di edisi 2022 mereka kembali menasbihkan diri sebagai juara dunia untuk yang ketiga kalinya. Namun pak, sebaliknya dengan situasi dan  kondisi, entah mengapa semakin hari performa Timnas Indonesia terus menurun bahkan terperosok hingga ke lubang yang paling gelap.

Indonesia vs Uruguay. (SKOR.ID)
Indonesia vs Uruguay. (SKOR.ID)
Saya juga tidak tahu apa yang betul-betul terjadi dengan PSSI hingga FIFA membekukan Indonesia dari kompetisi resmi di dalam naungannya buntut dari dualisme pengurusan liga pada tahun 2015.

Setelah saya telusuri, rupanya timnas kita memang sudah terbiasa harus puas menjadi spesialis runner-up di Piala AFF tanpa raihan prestasi bergengsi dan federasi kita kerap bermasalah.

Lebih jauh di pentas Asia, di abad ke-21 ini kita tidak pernah mampu berbuat banyak di kompetisi paling bergengsi di benua Asia, yakni Piala Asia. Jangankan trofi, berjuang di jalur kualifikasi untuk Piala Asia dan Piala Dunia saja kita terseok-seok seolah tanpa pernah ditakdirkan mementas di sana. Agak ironis melihat antara prestasi dan antusiasme para supporter sepakbola Indonesia tidak berbanding lurus.

Kita seakan hanya menjadi tim pelengkap (padahal negara besar) untuk meramaikan setiap diadakannya kompetisi sepakbola. Kalau sedang benar-benar tidak beruntung, kita harus pasrah menjadi bulan-bulanan tim lain dengan dijadikan lumbung gol. 

Maafkan saya pak harus berbicara demikian karena percayalah bahwa kami sangat-sangat mencintai negara dan bangsa ini, terutama Timnas Indonesia.

Sepakbola kita begitu derasnya didera banyak cobaan untuk melangkah maju. Saya hampir putus asa dalam mendukung Timnas dan mendokan agar memperoleh prestasi lebih. Bukannya jadi penganut skeptisisme, tidak nasionalis atau apa pun, tapi saya lebih bersikap realistis, kalau tidak dikatakan abai tiap agenda Timnas senior pada waktu itu.

Angin segar bagi Timnas senior berhembus saat coach Shin Tae-yong mulai menukangi Timnas pada 2020. Melihat rekam jejaknya yang pernah menjurai K League 6 kali, Piala FA sekali (1), Piala Liga Korea 3 kali, dan sekali (1) juara Asian Club Championship (cikal bakal Liga Champions Asia) 1995, dan terakhir memulangkan juara bertahan Jerman di Piala Dunia 2018, Russia, saya tak pernah meragukan kapasitasnya sebagai arsitek Timnas kita.

Terlebih saya pernah membaca dan bahkan menuliskan janji Shin Tae-yong untuk mencetak sejarah dengan mengantarkan Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026 Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. "Saya akan cetak sejarah di Asia Tenggara" kata Shin Tae-yong suatu ketika.

Meski begitu, kami sebagai pencinta sepakbola nasional perlu untuk memverifikasi sendiri janji coach Shin Tae-yong tersebut. Pasalnya, kami sudah cukup gerah dan gendut dengan suapan janji dan janji sejak 2010 itu.

Namun, pak, di balik sikap saya itu, saat ini saya masih mengharapkan capaian Timnas untuk sekali lagi melangkah lebih jauh. Singkatnya, kami mengharapkan trofi demi trofi lebih banyak lagi bagi Timnas senior kita. Bagi kami, prestasi terbesar bagi persepakbolaan Indoesia adalah berjayanya Timnas senior kita. Bukan berarti prestasi junior tidak penting, tapi ini lebih kepada peningkatan bersama demi membangun ibu pertiwi.

Indonesia vs Belanda (nguyeindo).
Indonesia vs Belanda (nguyeindo).

Terlepas dari apa pun, sebagai warga negara dengan darah merah, saya percaya bahwa negara ini punya semua potensi untuk kembali mencatatkan sejarah seperti halnya pada gelaran AFF tahun 2013 dan tahun 2019, serta SEA Games 2023 untuk kategori usia.

Bukankah di balik krisis selalu ada hikmah, Pak? Bukankah di balik kesusahan selalu terdapat dua kemudahan? Dan, bukankah kita sudah menunjukkan kepada dunia pada 17 Agustus 1945 yang silam bahwa kita benar-benar bangsa yang mau merdeka? Lalu, bukankah nama liga Italia sempat tercoreng karena skandal Calciopoli alias kasus pengaturan pertandingan pada 2006 dan keluar sebagi juara Piala Dunia di tahun yang sama?

Maka, dengan kerendahan hati, saya yang sangat ingin menyaksikan Timnas kita mampu menorehkan prestasi demi prestasi di pentas internasional ini, berikut saya jabarkan 5 poin untuk bapak-bapak di jajaran PSSI saat ini, maupun bagi kepengurusan di tahun-tahun mendatang, mau untuk menjadikanya sebagai rujukan jika berkenan:

Untuk yang ke-6 kalinya (kini bersama Shin Tae-yong) Indonesia menjadi runner-up Piala AFF setelah sebelumnya didapatkan pada 2000, 2002, 2004, 2010.
Untuk yang ke-6 kalinya (kini bersama Shin Tae-yong) Indonesia menjadi runner-up Piala AFF setelah sebelumnya didapatkan pada 2000, 2002, 2004, 2010.

1. Memanfaatkan Momentum

Dongeng Leicester City sebagai juara Liga Premier Inggris 2015-2016 masih terngiang dengan jelas di ingatan saya. Bagaimana mungkin sebuah tim yang pada musim sebelumnya terancam terdegredasi dari kasta tertinggi persepakbolaan Inggris, lantas menjadi juara untuk level tersebut. Saya seratus persen yakin bahwa mereka tidak sekalipun sedari awal memasang target sebagai juara.

Terlepas dari kehebatan taktik dan manajemen klub, mungkin ada satu hal yang luput disadari oleh kebanyakan orang. (Mungkin saja pak, tapi masalah ini tidak penting). Bagi saya keberhasilan Leicester City finish di urutan pertama klasemen Liga Inggris 8 tahun yang lalu itu karena kejelian mereka dalam memanfaatkan momentum.

Performa tim-tim papan atas macam Manchester City, Manchester United, Liverpool, Chelsea, Arsenal, serta Tottenham Hotspurs kala itu sangat tidak konsisten. Mereka kerap kehilangan poin di laga-laga krusial sedangkan Leicester konsisten menorehkan hasil positif hampir di setiap pekannya.

Saya tidak perlu menjelaskan lebih panjang lagi akan hal itu karena data-data berkaitan hasil pertandingan mereka masih dengan mudah bisa bapak akses di internet.

Hal yang sama juga pernah diraih Atletico Madrid di musim 2014-2015 ketika mereka meraih gelar La Liga, yang mana dalam beberapa tahun terakhir, Liga Spanyol tersebut menjadi ajang perebutan piala antara Barcelona dan Real Madrid.

Saya ingat sekali bagaimana prestasi Barcelona sempat menurun sejak kepergian Pep Guardiola dari kursi kepelatihan meski di tahun berikutnya mereka berhasil bangkit setelah kedatangan Luis Enrique di tahun 2015.

Begitupun dengan Real Madrid, performa Los Blancos di La Liga meski di tahun yang sama mereka sukses menyabet trofi Liga Champions-nya yang kesepuluh (La Decima).

Terhangat, Maroko yang tidak pernah diunggulkan di Piala Dunia 2022 Qatar bisa melaju hingga ke babak semi final, dengan memanfaatkan momentum keterpurukan tim-tim unggulan macam Jerman, Spanyol, Brazil, Portugal, dan lain sebagainya. Kita pun sejatinya pernah beberapa kali mencatatkan rekor dalam 10 tahun terakhir bersama coach Indra Sjafri, di antaranya saat beliau melatih Timnas kategori usia (AFF U-19 2013, AFF U-22 2019, Timnas sepakbola Indonesia U-22 di SEA Games 2023).

Dalam konteks momentum yang dapat kita manfaatkan untuk agenda terdekat, yaitu Piala Asia tahun depan, mari kita manfaatkan dukungan para supporter di jagad media sosial yang tak jarang menyuarakan gagasan-gagasan brilian. Selain itu, kita juga perlu memanfaatkan momentum-momentum lain yang belum maupun yang sudah tampak, baik kelemahan di pihak lawan maupun kekuatan yang kita miliki.

Momen ketika para pemain Leicester City selesai menyaksikan laga Chelsea vs Totthenham yang berakhir dengan skor 2-2 dan menjadi kampiun Liga Inggris.
Momen ketika para pemain Leicester City selesai menyaksikan laga Chelsea vs Totthenham yang berakhir dengan skor 2-2 dan menjadi kampiun Liga Inggris.

2. Visi dan Misi yang Jelas dan Terukur

Saya pernah membaca artikel-artikel yang memberitakan bahwa kesuksesan Leicester City jadi juara Liga Premier Inggris berkat doa-doa dari para biksu Thailand dan pemiliknya saat itu (warga Thailand).

Pak, kami yang berada di segenap penjuru Nusantara penggemar sepakbola nasional tidak pernah kehabisan opsi doa terbaik bagi kemajuan persepakbolaan kita l. Namun, apalah arti doa jika kita sebagai anak bangsa tidak merumuskan visi misi dan menjalankannya dengan teguh.

Saya bukan bermaksud menggurui bapak-bapak sekalian yang tentu saja lebih memahami bidang olahraga ini. Bapak juga pasti sudah menyusun rencana terbaik dalam mendongkrak prestasi Timnas kita. Namun, lagi-lagi apalah arti visi misi bila tidak dijalankan dengan teguh dan terencana.

Jika bapak berkenan, kita bisa memanfaatkan berbagai ajang yang Indonesia ikuti dengan memasang target di posisi mana kita akan finish? Di samping itu, agenda-agenda laga friendly match (FIFA Matchday) setiap tahun seperti biasanya dapat dijadikan sebagai target tahunan untuk menaikkan peringkat Indonesia, dengan menyesuaikan raihan poin kemenangan atau imbang yang diraih.

3. Federasi yang Solid

Berkaca dari pembekuan Indonesia dari kompetisi di bawah naungan FIFA pada 2015 yang lalu, haram hukumnya untuk kita berpecah belah.

Sama sekali tidak berguna jika kita hanya mementingkan ego dan kepentingan kelompok masing-masing sementara putra-putri bangsa kita harus merana dan terkubur bersama mimpi-mimpi dan potensi mereka imbas dari adanya perpecahan di tubuh PSSI.

Dengan federasi yang solid dan memiliki tujuan yang sama, masyarakat dan para atlit kita pun jadi percaya dan tak segan-segan untuk mencurahkan dukungannya kepada bapak-bapak sekalian. Maka, impian garuda untuk mengepakkan sayap-sayapnya ke seluruh dunia pun bukan hanya mimpi di siang bolong.

Kebangkitan sepakbola tanah air dan kemenangan penting Indonesia kontra Kuwait pada kualifikasi Piala Asia 2023 Qatar (Okezone).
Kebangkitan sepakbola tanah air dan kemenangan penting Indonesia kontra Kuwait pada kualifikasi Piala Asia 2023 Qatar (Okezone).

4. Dukung Penuh Pelatih dan Para Pemain

Masalah pecat-memecat pelatih sejak 2010 sampai kedatangan coach Shin Tae-yong merupakan masalah yang cukup menggelikan dengan menilik tidak adanya satu pun piala yang kita berhasil kita dapatkan dari pemecatan itu. Harap bapak terus mempercayakan siapa pun pelatih dengan rencana dan gaya kepemimpinannya sendiri. Intervensi yang berlebihan hanya akan membuat Timnas terus berputar-butar di dalam lingkaran yang tak menemui ujung.

Saat para pemain maupun pelatih yang sudah mulai menemukan bounding satu sama lain, lantas hanya karena dalam satu atau dua tahun masa kepelatihannya belum bisa mempersembahkan gelar, bapak-bapak dengan begitu mudahnya memecat mereka tanpa instropeksi terhadap fasilitas, moral, dan fisik para pemain.

Mempercayakan sepenuhnya langkah-langkah yang para pemain bersama pelatih jalankan (dengan catatan mereka memiliki kapasitas yang diperlukan dalam mengaplikasikan visi misi sebelumnya) itu berarti bapak-bapak sama saja dengan mempercayai jati diri bangsa sendiri. Alhasil, mereka pun bisa dengan nyaman menapaki tangga demi tangga yang sudah ditetapkan bersama.

Selain itu, ini juga mencakup kepercayaan dan kejelian official pelatih dalam merekrut anak-anak yang berbakat seperti misalnya kisah Lionel Messi dengan Barcelona, yang meski memiliki keterbatasan dalam hal fisik, Barcelona sangat percaya dengan kemampuan Messi.

Seperti yang disinggung sebelumnya, tiga kali sudah coach Indra Sjafri membuktikan hal ini saat menahkodai Timnas kelompok umur: AFF U-19 2013 (gelar juara yang merupakan pelipur dahaga akan setelah terakhir kalinya Timnas Indonesia  merebut medali emas SEA Games pada 1991), AFF U-22 2019 (untuk edisi kedua, setelah sebelumnya turnamen ini bernama Piala AFF U-23 yang pertama kali digelar pada 2005. Sejak 2006-2018 kompetisi ini tidak bergulir sampai dengan 2019 lalu), dan terbaru Timnas sepakbola Indonesia U-22 di SEA Games 2023 (terakhir dapat emas 1991).

Percayakan juga pelatih dalam mencari anak berbakat di seluruh penjuru negeri semantara bapak-bapak adalah fasilitator yang memfasilitasi mereka. Siapa yang dapat menyangkal jika seandainya suatu hari tidak lahir Messi-Messi baru dari anak-anak kita sendiri?

5. Peningkatan Infrastruktur Secara Berkala dan Bertahap

Untuk poin ini sengaja saya sebutkan di urutan terakhir karena untuk apa dibuat teknologi-teknologi canggih bila keempat poin di atas masih dilaksanakan ala kadarnya?

Memang sangat penting pak untuk memasang teknologi seperti VAR dan yang lain-lain tetapi lebih penting jika apa yang sudah saya sebutkan di atas sudah betul-betul terlaksana, atau paling baik dijalankan secara bersamaan dengan tidak menggangu rencana-rencana lainnya.

Untuk permasalahan ketertiban supporter, saya percaya bahwa infrastruktur yang memadai sekaligus peraturan yang ketat mampu berjalan beringirangan dengan tertibnya penonton.

Tidak ada hal yang lain yang bisa bapak lakukan selain dua hal tersebut yang memang masih ada dalam kewenangan bapak-bapak di sana.

Akhirnya, saya haturkan beribu maaf yang sudah begitu lancang dalam menulis surat ini jika seandainya ada rencana yang lebih baik yang telah bapak-bapak buat. Tidak ada pengharapan terdalam dari lubuk hati ini hingga menulis berpanjang lebar selain begitu mengharapkan bangkitnya sepakbola tanah air, yang baik datang dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa, dan yang buruk datang dari diri saya pribadi.

***

Jakarta, 20 Juni 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun