Mohon tunggu...
sandy Miftah
sandy Miftah Mohon Tunggu... Petani - Outdoor enthusiast

Menikmati ragam perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Edelweis Memang Cantik tapi Bukan untuk Dipetik

25 Desember 2019   10:53 Diperbarui: 4 Januari 2020   23:14 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bunga bernama latin anaphalis javanica atau lebih dikenal dengan sebutan bunga edelweis, adalah salah satu bunga yang tumbuh di dataran tinggi. Mayoritas dari kita bisa menemukan tumbuhan ini diketinggian atau di dekat puncak suatu gunung. Memang tidak di semua gunung kita bisa menemukan bunga ini, beberapa gunung di pulau jawa, sumatra, lombok adalah beberapa gunung yang bisa kita temukan bunga edelweis.

Kabarnya bunga edelweis adalah bunga yang abadi, dibuktikan dari kandungan hormon etilen didalamnya yang membuat bunga ini tidak mudah layu. Edelweis memang cantik, saat kita mendaki gunung bunga ini seperti menjadi bumbu pemanis dan penyedap rasa suatu pendakian. Menikmati kopi panas diketinggian, ditemani cantiknya edelweis berlatarkan keindahan alam merupakan salah satu bagian terbaik dari suatu pendakian.

Sayangnya, masih ada orang - orang yang salah mengartikan maksud bunga abadi ini. Beberapa orang menjadikan bunga ini sebagai cindramata dari pendakian gunung, menjadikan simbol cinta abadi untuk pasangannya. Padahal dibagian mana makna cintanya ketika yang diambil adalah bunga yang jelas - jelas dilindungi? Bahkan tercantum dan diatur oleh undang - undang negara. Untuk mereka yang memetik edelweis secara sengaja, menjadikan bentuk ungkapan cinta pada pasangannya, sampaikan maknanya bukan bunganya.  Ajak orangnya bukan bunganya, tunjukan perjuangan kalian bersama - sama untuk bisa melihat langsung edelweis ditempatnya. Jika dirasa tak mampu dan terlalu berat, cukupkan dengan fotonya.

dokpri
dokpri
Memetik edelweis di gunung, menjadikannya properti untuk berfoto, lalu membagikannya di media sosial? Percayalah itu bukan pilihan yang bijak, bukan pula cerminan dari sikap terpuji, cukup menggambarkan dan menjelaskan bahwa mereka bukanlah pendaki gunung atau pun orang - orang yang belajar mencintai alam. Bukan rasa kagum dan bangga yang akan didapatkan, bukan juga pujian yang akan membanjiri, tapi respon negatif yang mungkin akan menghujani. 

Beberapa sumber mengatakan bahwa edelweis hampir punah, kita yang ada di era sekarang apakah memang lebih tertarik jadi saksi kepunahannya? Bukan jadi bagian yang ikut mewariskan? Turut serta menjaga dan melestarikan dengan saling mengingatkan untuk menjaga dan tidak memetiknya lagi. Kita tak perlu sibuk turun tangan secara langsung merawat edelweis, se sederhana membiarkannya dirawat oleh alam pun sudah cukup membantu.

Edelweis tidak merepotkan manusia untuk tumbuh dan berkembang, tidak meminta untuk dipupuki dan disirami apalagi diberi nutrisi. karena mereka akan bersemi dan berseri dengan caranya sendiri, cukupkan kita membantu membiarkannya terjaga dan tanpa terusik dari tangan - tangan jahil. Pada akhirnya edelweis akan memberikan kesempatan untuk kita menikmati cantikya, menjadi bagian latar yang indah dari suatu pemandangan, menjadi simbol bunga abadi yang sejatinya terjaga dengan layak.

Suatu hari nanti anak cucu kita bukanlah menjadi orang yang sekedar mengenal bunga edelweis dari sebuah foto, edelweis itu nyata dan ada bukan sekedar nama bunga apalagi mitos. karena mereka akan menjadi bagian yang ikut menikmati cantiknya, terlibat menjaga dan terus melestarikan, berbagi untuk saling mengingatkan dan kembali ikut serta mewariskan.

Kita masih punya waktu dan kita punya kesempatan, untuk berbagi dan saling mengingatkan, bahwa edelweis ini bukan sekedar julukannya yang abadi, tapi memang harus diabadikan. Bukan sekedar foto dan momentnya, tapi tentang keberadaannya.

Banyak yang bercerita tentang cantik dan berartinya bunga edelweis, banyak juga yang terus semangat saling mengingatkan untuk menjaga bunga edelweis ini.

Katanya edelweis bunga yang abadi, maka biarkan dia abadi, ditempatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun