Mohon tunggu...
Sandy Irawan
Sandy Irawan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

M. Ramahurmuziy Luruskan Polemik Dana Haji

2 Agustus 2017   19:34 Diperbarui: 2 Agustus 2017   22:41 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka sengaja menutupi sejarah bahwa TAP MPRS XXV/1966 yg melarang PKI & paham komunisme seolah tiada, padahal masih berlaku. Akhirnya seruan soal penggunaan dana haji utk infrastruktur pun digoreng sedemikian rupa seolah itu inkonstitusional. Padahal pengelolaan dana haji RI jauh lebih prudent dan konservatif ketimbang misal Lembaga Tabunghaji Malaysia (LTM). LTM investasi properti saat market bullish di bursa London, properti di Australia, gedung perkantoran di Putrajaya, dll. LTM juga investasi di equity market, pasar modal, dan fixed income seperti deposito dan sukuk

Bayangkan klo BPKH investasi membeli jalan tol Jagorawi atau Cikampek yang cash inflow-nya sudah terbukti sangat menguntungkan. Berapa banyak yang didapat Jasa Marga yg bisa digunakan percepat pembangunan infrastruktur di tempat lain yg sangat tertinggal. Brp besar return yg juga bisa didapat BPKH untuk manaikkan imbal hasil dana haji ketimbang hanya deposito atau sukuk.

Mestinya logika ini yang harus dipahami terlebih dulu oleh yang tidak setuju dana haji untuk infrastruktur. Bukan asal main tolak dengan logika miring, padahal Nabi SAW mengajarkan "Lihatlah apa yang disampaikan, bukan siapa yang menyampaikan".

Imam Nawawi, salah seorang mujtahid besar madzhab Syafi'i, juga mengatakan "kita menghukumi berdasarkan apa yang tampak, hanya Allah lah yang bisa menghukumi apa yang tidak tampak"

Kalau semua pendapat didasarkan atas su'uzhon atau informasi miring, maka takkan ada kehidupan kenegaraan yg harmonis. Alihalih kehidupan harmonis, PR besar bangsa ini adalah kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Salah satu solusinya adalah pembangunan besar-besaran infrastruktur. Yang memang sudah lama berjalan lambat. Kita sudah 72 tahun merdeka, masih seperlima jumlah penduduk yg blm nikmati listrik. Sementara separo penduduk free ber-internet ria

Gambaran lain penduduk RI no. 4 di dunia, tetapi ekonomi kita masih no. 10. Artinya, kita masih harus bekerja lebih keras. Padahal sudah melewati Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi dan 7 presiden berjalan. Tp saat ini justru yg meruyak adalah kegaduhan. Kita senang meributkan persoalan sepele di dunia, tapi persoalan besar seperti kemiskinan, tak banyak yg singsingkan lengan. Mungkin karen kerja-kerja entaskan kemiskinan itu lama, sepi publikasi & tidak 'heroik' ketimbang berbagai aksi yg liput-able. Apalagi dibumbui label nasionalis atau label agamis. Tidak salah, tp seolah itu menjadikan pelakunya yg terhebat.

Padahal Rasul SAW mengajarkan agama yg sangat membumi: mengentas kemiskinan itu lah yg menyempurna ibadah seseorang. Kemiskinan tdk bisa dientas sendirian. Ia butuh keroyokan: pemerintah, DPR, ormas, swasta, BUMN & lembaga keuangan mikro. Olehnya, marilah kita hentikan segala bentuk kebencian, provokasi, apalagi penerusan berita2 fitnah. Hentikan meneruskan informasi yg didasari logika miring, tanpa disaring, apalagi hanya utk mengejar bunyi yg nyaring.

Ingat pepatah lama tong kosong bunyinya nyaring. Lebih baik menyesal tapi berbuat daripada menggerutu sepanjang waktu. Dr tanah suci sy berdoa, semoga Indonesia makin stabil negaranya, damai kehidupan warganya dan sejahtera rakyatnya. Wallahu a'lam bi murodihi. Kepada Allah SWT lah seluruh kebenaran akhirnya disandarkan. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun