Mohon tunggu...
Sandy Bubun
Sandy Bubun Mohon Tunggu... Guru - dreamer

Little Human

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Menjadi Tenaga Pendidik, Caraku Berbagi Kebahagiaan"

31 Desember 2020   18:25 Diperbarui: 31 Desember 2020   23:00 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dahulu jika ditanya tentang cita-cita yang diinginkan, tidak pernah sekalipun terbersit dalam pikiran ini untuk menjadi seorang guru. Aku lebih memimpikan untuk menjadi seorang karyawan di perusahan industri berskala nasional maupun internasional.

Namun, perjalanan hidup selalu tidak pernah bisa terduga. Gagal diterima pada fakultas teknik di universitas yang aku inginkan sempat membuatku kecewa dan patah semangat.

Setelah melewati proses diskusi bersama orang tua dan keluarga, pendidikan matematika pun akhirnya menjadi pilihan terakhir untuk aku melabuhkan jenjang pendidikan di tingkat universitas. Satu hal yang aku syukuri pada saat itu adalah masih bisa mengenyam pendidikan di bangku kuliah, yang mungkin tidak semua orang memiliki kesempatan tersebut.

Proses kuliah yang aku jalani menjadi bagian terpenting dalam hidupku yang tidak akan pernah aku lupakan. Harus hidup mandiri dan jauh dari kelurga menjadi tantangan tersendiri bagiku kala itu.

Beradaptasi dengan lingkungan yang baru, hidup berdampingan dengan berbagai karakter orang yang aku jumpai di kampus maupun dunia di luar kampus. Semua itu menjadi proses pendewasan yang aku maknai sebagai langkah menuju kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Awalnya semua berjalan baik-baik saja, aku cukup menikmati menyandang gelar seorang mahasiswa matematika, jurusan yang disegani banyak orang dan memiliki reputasi baik di pandangan masyarakat.

Hingga pada suatu momen, memasuki tahun ketiga masa perkuliahan, aku mulai merasa bosan dan tidak memiliki arah, kemana akhir dari proses perkuliahan ini akan berlabuh. Ini berkaitan dengan profesi seorang guru yang akan melekat padaku setelah lulus nanti.

Aku memang tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan matematika, tapi untuk menjadi seorang guru matematika, yang harus mengajar di dalam sebuah kelas besar, belum pernah terbayangkan dengan pasti dalam benakku pada masa itu. Saat itu aku berfikir bahwa aku telah melangkah jauh pada satu hal yang menurutku keliru, yakni salah dalam memilih jurusan.

Di tengah polemik batin akan hal perkuliahan, muncul masalah lain yang tak kalah membuat pikiran dipaksa untuk bekerja tidak pada batas wajarnya. Kesulitan ekonomi seakan menjadi ancaman baru dalam proses pendidikan sarjanaku. Kiriman bulanan mulai tidak menentu, yang akhirnya membuatku harus memutar otak bagaimana caranya agar bisa tetap survive pada keadaan yang sulit tersebut.

Membatasi diri pada hal-hal konsumtif, hingga menjatah pengeluaran sehemat mungkin, menjadi hal biasa yang kerap aku lakukan pada masa-masa yang tidak mudah itu.

Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk mencari pekerjaan paruh waktu guna  mengatasi masalah finansial yang kualami. Hitung-hitung mencari suasana baru di tengah kerunyaman akan masalah yang tengah menghampiri. Menjadi seorang karyawan di sebuah kafe, magang sebagai wartawan di sebuah kantor surat kabar, adalah bagian dari pekerjaan yang pernah aku geluti.

Aku juga mulai membuka les private matematika bagi siswa SMP atau SMA, hingga mencoba tawaran mengajar dalam kelas kecil di beberapa tempat bimbingan belajar. Mampu mendapatkan penghasilan sendiri membuatku sedikit terlena, hingga sempat memiliki keinginan untuk tidak melanjutkan pendidikan.

Namun, di satu sisi aku berfikir, dengan gelar sarjana akan lebih membuka peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, selain itu sangat disayangkan jika harus berhenti kuliah di tengah jalan dengan segala perjuangan yang telah dilewati.

Tidak ingin mengecewakan orang tau dan keluarga, serta membuat mereka bangga menjadi motivasiku untuk tetap semangat menyelesaiakan apa yang telah aku mulai. Dengan usaha dan kerja keras, serta semangat dari orang-orang terdekat, akhirnya aku bisa menyelesaikan studi di jenjang perguruan tinggi, meskipun dengan bersusah payah. Sarjana pendidikan (S.Pd) menjadi gelar yang aku peroleh dan kini melekat di belakang namaku.

Setelah lulus bukan berarti perjuangan telah usai, justru menjadi langkah awal dan tantang baru untuk memasuki fase yang lebih kompleks, yakni dunia pekerjaan. Karena masih belum memiliki passion yang kuat untuk menjadi seorang tenaga pendidik, aku memilih untuk mencari pekerjaan di luar dunia pendidikan.

Menjadi seorang konselor di sebuah pusat rehabilitasi milik negara menjadi pekerjaan formal pertama yang aku jalani pasca lulus sarjana. Di tempatkan pada rehabilitasi anak, membuatku terpaksa harus kembali bergelut dengan dunia pendidikan, karena prinsip dari rehabilitasi anak adalah mengutamkan hak dasar pendidikan mereka.

Dua tahun bekerja mendampingi anak-anak korban penyalahgunaan narkoba mengajarkanku banyak hal. Lewat perjalanan hidup mereka, yang mencoba bertahan meski keadaan tidak baik-baik saja, dan terjadi di usia yang masih sangat muda adalah hal paling berkesan yang aku dapat dari mereka. Hal ini yang kemudian menjadi titik awal kepedulian dan ketertarikanku pada dunia pendidikan, secara khusus pendidikan bagi anak-anak.

Setelah masa kontrak sebagai konselor berakhir, awal Februari 2019, aku diterima menjadi seorang guru matematika di sebuah SMA swasta di Samarinda. Cara berpikirku mulai berubah, menurutku menjadi seorang tenaga pendidik adalah pekerjaan yang tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Tidak semua orang mampu menjadi seorang guru, diperlukan skill khusus dalam menghadapi seorang anak atau murid. 

Beruntungnya, hal itu sangat terasah dengan baik saat aku menjadi konselor, setiap harinya selalu diperhadapkan pada tantangan untuk mengatasi anak remaja dengan kondisi dan pola pikir yang tidak stabil akibat dampak penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Selain itu, ilmu matematika yang aku punya tidak akan ada artinya jika tidak dibagikan untuk mereka yang membutuhkan, maka bulatlah tekadku untuk menjadi seorang tenaga pendidik.

Kini, hampir dua tahun perjalananku menjadi seorang guru. Masih sangat baru memang, namun banyak nilai kehidupan yang telah aku dapatkan. Lewat apa yang sudah Tuhan anugerahkan dalam hidup ini, aku ingin membagikannya dengan murid-muridku di sekolah.

Menjadi seorang guru mengajarkanku untuk tidak pernah lelah dalam mendidik dan senantiasa berbagi, memberi, serta menyantuni murid-murid yang aku ajar. Menyantuni dalam hal ini, konteksnya tidak hanya dalam bentuk materi melainkan ada aspek nonmateri yang juga tidak kalah pentingnya diberikan kepada seorang anak.

Sabar dalam membimbing dan mengajarkan hal-hal baik adalah caraku mempersiapkan masa depan yang cemerlang bagi murid-muridku kelak. Tugasku tidak hanya mengajar dan menyampaikan materi di depan kelas, mendidik murid-muridku menjadi pribadi yang tangguh, berkarakter baik, memiliki daya juang, bersikap kompetitif, dan hal positif lainnya juga menjadi tanggung jawabku saat ini. Hal yang tidak mudah namun wajib untuk diperjuangkan.

Kebahagianku menjadi seorang guru, sama seperti tema yang diusung oleh perusahaan yang bergerak dibidang ekspedisi, yakni PT.Jalur Nugraha Ekakurir atau yang lebih dikenal dengan sebutan JNE dalam memperingati hari jadinya yang ke-30 tahun, “3 Dekade Bahagia Bersama”.

Aku juga ingin membangun “kebahagian bersama” dengan murid-muridku. Mampu mengantarkan mereka pada titik kebahagian lewat kesuksesan yang kelak mereka akan capai, merupakan kebahagian tersendiri yang aku rasakan sebagai seorang tenaga pendidik. Menjadi bagian dari kesuksesan murid-muridku adalah salah satu kebahagaianku saat ini.

Jika ditarik ke belakang, aku tidak pernah menyangka akan berada pada titik ini sekarang. Aku yang dulunya tidak begitu tertarik untuk menjadi seorang guru, kini justru sangat menikmati, bahagia dan bersyukur dengan profesi yang aku tekuni saat ini.

Kebahagian yang aku rasakan setelah menjadi seorang guru senantiasa mengajarkanku untuk selalu semangat menjalani kehidupan, karena ada masa depan anak-anak bangsa ini yang harus diperjuangkan lewat profesiku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun