Halo para pembaca kompasiana yang haus akan informasi. Disini saya akan mengangkat topik yang tidak kalah menarik dengan topik-topik artikel saya sebelumnya. Sesuai dengan judul yang sudah tertera, saya akan mengangkan topik mengenai Eritroblastosis Fetalis.
Eritroblastosis Fetalis merupakan penyakit hemolitik yang menyerang janin atau bayi yang baru lahir, dimana terjadi kelainan darah yang mengancam nyawa janin. Penyebab dari penyakit eritroblastosis fetalis ini umumnya adalah karena bagian transplasental dari antibodi ibu janin melawan antigen eritrosit dari janin.
Dapat juga dikatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh terjadinya isoimunisasi, yaitu adalah proses pembentukan antibodi terhadap antigen individu lain yang berbeda. Pembentukan antibodi ini disebabkan karena ibu dan janin memiliki golongan darah dan rhesus yang berbeda.
Selain itu, penyakit eritroblastosis fetalis juga dapat terjadi tanpa terjadi proses isoimunisasi. Sebab lain penyakit eritriblastosis fetalis adalah terjadinya hemolisis parah yang tidak didasari oleh isoimunisasi yang kemudian akan menjadi penyakit eritroblastosis fetalis. Namun, tentu saja kejadian ini sangatlah langka terjadi, bahkan kemungkinannya adalah 1 : 3.700.000 kehamilan.
Gejala-gejala dari penyakit eritroblastosis adalah; Anemia, Edema, kematian intrauterin, ikterus dan bisa juga hidrops fetalis.
Tentu saja penyakit ini sangat meresahkan bagi ibu-ibu yang sangat menyayangi buah hati mereka. Lalu, apakah penyakit ini dapat dihindari atau bahkan disembuhkan ? Dalam artikel ini saya akan membahas lebih dalam lagi mengenai eritroblastosis fetalis ini dan tentu saja memaparkan berbagai argumen untuk akhirnya mendapatkan kesimpulan mengenai bisa tidaknya penyakit ini dicegah atau disembuhkan.
Dalam tubuh manusia, mengalir 4-6 liter darah yang terdiri dari plasma darah dan sel-sel darah; sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.
Sel darah merah (eritrosit) memiliki fungsi sebagai pengedar oksigen ke seluruh tubuh dan juga pembawa karbon dioksida serta produk limbah lainnya untuk dikeluarkan dari tubuh dengan proses pernafasan.
Sel darah putih (leukosit) adalah bagian yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh manusia, dan melawan infeksi.
Trombosit (platelet) atau disebut juga keping darah memiliki fungsi utama yaitu membantu pembekuan darah untuk menghentikan pendarahan apabila terjadi luka.
Kita mengenal istilah golongan darah. Nah, peneliti yang sangat berjasa dalam penemuan ini bernama Karl Landsteiner. Karl adalah seorang ilmuwan yang lahir di Wina, Austria pada 14 Juni 1868. Dia berhasil menemukan klasifikasi golongan darah A,B dan O. Berkat penemuannya ini, Karl meraih penghargaan nobel dalam bidang kedokteran pada tahun 1930. Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang merupakan kolega-kolega dari Karl menemukan golongan darah AB.
Sebenarnya, penggolongan darah ini sangatlah penting untuk informasi saat melakukan transfusi darah. Golongan darah nerupakan suatu ciri khas darah dari suatu individu, dikarenakan adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein yang terdapat pada permukaan membran sel darah merah.
Dapat dikatakan bahwa golongan darah ditemukan oleh permukaan zat yang kemudian disebut antigen, yang terdapat dalam sel darah merah. Karl berhasil menemukan 3 dari 4 golongan darah yang disebut dengan sistem ABO. Penemuan ini ditemukan dengan cara memeriksa golongan darah dari beberapa rekan kerjanya. Karl melakukannya dengan cara mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor.
Hasil dari percobaan itu menghasilkan dua macam reaksi yang menjadi dasar dari antigen A dan B atau dapat kita kenal dengan golongan darah A dan B. Selain itu, percobaan yang dilakukan juga mengasilkan satu macam yang tanpa reaksi, kita kenal dengan golongan darah O dimana tidak ada antigen yang ditemukan.
Kemudian kedua kolega Karl menemukan golongan darah AB dimana kedua antigen A dan B ditemukan pada saat yang bersamaan pada sel darah merah, sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi.
Dapat diketahui bahwa golongan darah kita ditentukan oleh antigen dan antibodi yang terdapat dalam darah. Antigen merupakan molekul protein yang ditemukan pada permukaan sel darah merah. Antibodi terdapat dalam plasma darah dan merupakan bagian dari pertahanan alami tubuh dalam menghadapi zat-zat asing yang berbahaya bagi tubuh. Antibodi akan mendeteksi dan mengenali zat apapun yang ditandai sebagai benda asing oleh tubuh, dan akan mengingatnya sehigga antibodi akan segera menghancurkan zat asing (antigen) yang masuk ke tubuh.
Secara singkat, antibodi akan menghancurkan benda asing yang ditandai sebagai antigen.
Golongan darah A memiliki antigen A pada sel darah merah dan memiliki antibodi anti-B dalam plasma.
Golongan darah B memiliki antigen B pada sel darah merah dan memiliki antibodi anti-A dalam plasma.
Golongan darah O tidak memiliki antigen, namun memiliki antibodi anti-A dan anti-B dalam plasma.
Golongan darah AB memiliki kedua antigen A dan B, namun tidak memiliki antibodi.
Dari sinilah muncul teori bahwa golongan darah O merupakan donor universal yang bisa mendonor ke semua golongan darah. Dan bahwa golongan darah AB dapat menerima donor dari semua golongan darah. Meski sudah muncul teori ini, namun sebenarnya dalam realita dokter akan sulit mengambil resiko dan akan mengusahakan untuk transfusi darah dilakukan dengan golongan darah yang sama.
Ternyata, golongan darah kita tidaklah sesederhana itu. Sel darah merah kita juga memiliki kemungkinan memiliki antigen lain, yaitu protein yang disebut antigen Rhesus. Antigen ini bisa terdapat pada semua golongan darah. Golongan darah yang memiliki antigen ini disebut Rhesus positif, sedangkan yang tidak memiliki antigen ini disebut Rhesus negatif. Tiap golongan darah akan dibagi lagi berdasarkan Rhesus-nya menjadi positif dan negatif.
Disini, dapat disimpulkan bahwa golongan darah O negatif dapat dengan aman mendonorkan darahnya kepada siapapun. Pendonoran ini akan dilakukan apabila tidak ditemukan golongan darah yang sama dengan pasien. Dengan kata lain, metode ini dapat diaplikasikan apabila keadaan darurat. Secara teori, hal ini mungkin. Karena pada darah bergolongan O negatif tidak terdapat antigen A, B atau Rhesus, dan golongan O juga merupakan golongan yang diduga dapat diterima oleh golongan darah lainnya yang memiliki rhesus, maupun yang tidak.
Untuk ibu hamil, harus dilakukan tes golongan darah. Hal ini dikarenakan apabila ibu memiliki Rhesus negatif, sedangkan anak memiliki Rhesus positif yang diwariskan dari ayah, maka dapat terjadi komplikasi yang berbahaya bagi janin apabila tidak ditangani dengan tepat. Ibu akan membentuk antibodi untuk melawan antigen janin berupa antirhesus. Hal ini dikarenakan Rhesus yang dibawa janin dianggap sebagai benda asing oleh tubuh ibu. Maka tubuh ibu akan berusaha untuk menyingkirkan (membunuh) benda asing ini. Cara tubuh ibu menyingkirkan antigen ini adalah dengan menghasilkan antibodi untuk menggumpalkan darah yang mengandung rhesus positif. Jika darah janin menggumpal, tentu saja akan berakibat kematian janin. Inilah yang disebut penyakit Eritroblastosis Fetalis. Karenanya, akan lebih baik dan akan lebih tidak beresiko apabila wanita dengan Rhesus negatif menikah dengan pria yang memiliki Rhesus negatif juga. Tapi, jodoh siapa yang tau kan ya.
Namun pada kehamilan pertama, antirhesus yang dibuat oleh sistem antibodi ibu belumlah dapat menyebabkan kematian bagi janin, dan hanya akan menyebabkan bayi lahir dalam keadaan kuning. Hal ini dikarenakan antirhesus yang dihasilkan oleh antibodi ibu memecah sel darah merah dan menghasilkan bilirubin yang menyebabkan bayi kuning.
Saat plasenta lepas, pembuluh darah yang menghubungkan plasenta dengan dinding rahim akan putus. Hal ini menyebabkan sel darah merah dari bayi akan masuk dalam jumah yang besar. Kemudian dengan sample darah dari anak pertama, tubuh ibu akan terangsang untuk menghasilkan antibodi yang lebih banyak untuk melawan rhesus, disebut antirhesus.
Barulah saat kehamilan kedua, antibodi yang sudah terbentuk untuk melawan rhesus akan menembus plasenta dan menyerang sel darah merah bayi yang mengandung rhesus. Dengan begini terjadilah eritroblastosis fetalis.
Jadi untuk anak pertama, perbedaan rhesus pada ibu dan anak tidak akan terlalu membahayakan janin, namun pada anak kedua dan seterusnya, antibodi yang telah dibuat akan mengakibatkan kematian bagi janin. Padahal sesungguhnya antibodi pada ibu yang melawan rhesus memiliki tujuan yang baik yaitu untuk melindungi ibu dari antigen yang masuk ke dalam tubuh ibu.
Berikut akan saya tambahkan informasi kasus lain dari perbedaan rhesus antara ibu dan janin sebagai tambahan pengetahuan pembaca.
Bagaimana jika sebaliknya ? Bagaimana jika ayah memiliki Rhesus negatif, sedangkan ibu memiliki rhesus positif ? Dalam keadaan ini, berarti antigen terdapat pada ibu. Janin yang memiliki Rhesus negatif tentu akan membuat antibodi untuk melawan antigen dari ibu. Namun, karena janin masih muda dan lemah maka antibodi yang dibuat janin tidak cukup untuk melawan antigen dari Ibu. Jadi tentu tidak ada akibat yang membahayakan janin maupun ibu. Namun tentu saja ada akibatnya, yaitu saat bayi yang dikandung lahir, bayi ini akan sudah memiliki antibodi untuk menghadapi rhesus positif. Apa akibatnya ?
Akibanya saat bayi ini beranjak dewasa, akan sangat beresiko bila menerima donor darah dengan rhesus positif. Darah dalam tubuh akan menyerang darah yang didonorkan karena terdapat rhesus positif disana. Bila hal ini terus dilakukan atau darah yang ditransfusikan banyak, maka darah dengan rhesus negatif itu akan menggumpal dan tentu saja beresiko kematian.
Kembali akan saya bahas mengenai eritroblastosis fetalis. Penyakit ini, seperti yang telah saya tuliskan sebelumnya, memiliki gejala. Akan saya bahas mengenai gejala adanya penyakit eritroblastosis fetalis.
Anemia
Adalah kondisi dimana darah kekurangan sel darah merah yang bertugas untuk membawa dan mengedarkan oksigen. Penyakit ini menyebabkan kita merasa lemas dan mudah lelah. Anemia juga ada beragam berdasarkan penyebabnya. Penyakit ini juga bisa menyerang untuk sementara waktu atau bisa juga untuk waktu yang lama.
Saya pribadi berpendapat bahwa gejala anemia dalam eritroblastosis fetalis adalah anemia hemolitik. Dimana anemia ini akan berkembang ketika sel darah merah dalam tubuh hancur dengan sangat cepat, sehingga sumsum tulang belum sempat untuk memproduksi sel darah merah sebagai pengganti yang hancur.
Saya rasa hal ini sesuai dengan keadaan yang dialami oleh janin yang memiliki rhesus positif dan ibu dengan rhesus negatif. Antibodi ibu akan berusaha menghancurkan sel darah merah janin karena disitulah letak rhesus. Karena ibu lebih kuat, maka tentu saja penghancuran akan dilakukan dengan cepat, dan janin tidak akan sempat menggantikan sel darah merah yang dihancurkan oleh ibu.
Semakin hari janin akan menderita anemia hemolitik ini semakin parah sampai akhirnya meninggal.
Edema
Merupakan pembengkakan yang disebabkan oleh kelebihan cairan yang terperangkap dalam tubuh. Ederma dapat berawal dari masalah peredaran darah, infeksi, kematian jaringan, malnutrisi, penyakit ginjal, kelebihan cairan tubuh total, dan masalah elektrolit.
Pendapat saya dalam hal ini, eritroblastosis fetalis adalah penyakit yang sangat erat hubungannya dengan darah. Jadi, Edema sebagai gejala dari penyakit eritroblastosis fetalis terjadi karena masalah dalam peredaran darah janin. Cukup jelas disini bahwa apabila antibodi ibu menyerang sel darah merah janin yang mengandung rhesus maka hal ini akan mengganggu peredaran darah. Akibatnya, terjadilah edema kepada janin yang kemudian berlanjut menjadi eritroblastosis fetalis yang berakhir dengan kematian janin.
Kematian intrauterine
Adalah keadaan dimana janin meninggal di dalam rahim ibu. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakcocokan rhesus atara ibu dan janin. Saya rasa hal ini mengarah lebih kepada akibat dari penyakit eritroblastosis fetalis. Dan tentu saja hal ini sangat ingin dihindari oleh semua ibu. Maka dari itu saya menulis artikel ini untuk menambah wawasan pembaca mengenai penyakit eritroblastosis fetalis.
Ikterus
Merupakan perubahan warna kulit ataupun sclera mata menjadi kuning yang dikarenakan peningkatan kadar bilirubin pada darah. Penyakit ikterus pada bayi dapat menjadi suatu hal yang normal, bahkan terjadi pada 25%-50% bayi yang lahir pada waktu yang normal (9 bulan). Namun, penyakit ini juga dapat menjadi suatu hal yang tidak normal pada bayi. Hal ini dapat dikarenakan oleh berlawanannya rhesus darah bayi dengan ibu, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dll.
Sebagai tambahan, bilirubin adalah merupakan zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan zat merah darah (hemoglobin). Ikterus dapat terjadi dikarenakan oleh produksi yang berlebihan. Nah, ikterus menjadi gejala penyakit eritroblastosis karena terjadinya ikterus dapat dikarenakan oleh pemecahan darah atau disebut juga hemolisis yang berlebihan dikarenakan oleh ketidaksesuaian darah janin dengan ibunya. Seperti gejala lainnya, ikterus akan dapat mengakibatkan meninggalnya janin karena ada campur tangan eritroblastosis fetalis dan menjadikan ikterus patologisatau tidak normal.
Hidrops Fetalis
Merupakan kondisi yang serius pada janin dimana terdapat cairan yang masuk kedalam dua atau lebih rongga yang terdapat pada jaringan tubuh janin. Hidrops fetalis biasanya merupakan tahap akhir dari beberapa penyakit yang menyerang janin seperti; thalasemia alfa, ketidaksempurnaan pembentukan organ, dan eritroblastosis fetalis. Hidrops fetalis pada janin dapat dideteksi dengan ultrasonografi medis.
Sekarang setelah mengetahui lebih dalam mengenai eritroblastosis fetalis, bagaimana pendapat anda? Mungkinkah penyakit ini dapat dicegah atau disembuhkan ? Mari kita bahas.
Eritroblastosis fetalis merupakan penyakit yang dirasa mustahil untuk disembuhkan. Hal ini dikarenakan penyakit ini disebabkan oleh perbedaan rhesus darah pada ibu dan janin. Bila disimpulkan, penyakit ini adalah penyakit yang menyebar melalui darah. Padahal darah adalah merupakan cairan yang sangat penting dalam tubuh kita. Terlebih lagi, penyakit ini menyerang bayi, dan bahkan janin yang masih sangat lemah dan rentan akan berbagai hal. Selain itu, dengan mengetahui bahwa penyakit ini berhubungan sangat erat dengan darah, dapat disimpulkan bahwa penyakit ini juga menyebar di seluruh tubuh. Jujur, saya rasa akan sangat sulit dan beresiko untuk menghadapi penyakit ini.
Namun, saya disini akan menyampaikan kabar gembira untuk kita semua, bahwa meski penyakit eritroblastosis fetalis ini sangat bisa dibilang sebagai penyakit yang sangat sulit dan bahkan mustahil untuk disembuhkan, namun ternyata telah ditemukan beberapa cara yang dapat mengurangi atau mencegah efek dari penyakit eritroblastosis fetalis. Tentu saja dengan senang hati akan saya sebutkan juga disini.
- Mencegah terbentuknya antirhesus dengan cara memberi suntikan untuk mencegah terbentuknya antirhesus dalam darah ibu.
- Injeksi globin imunoglobulin rhesus yang adalah antibodi anti D yang dimasukkan kedalam darah ibu. Anti D ini akan menghancurkan sel darah merah janin yang masuk ke dalam sel darah merah ibu. Selain itu, injeksi ini juga berfungsi untuk mengurangi sensitifitas darah ibu terhadap antigen D, sehingga pembentukan antibodi D dapat dikurangi. Antibodi yang telah dimasukkan akan menempel pada tempat pengikatan antigen D pada eritrosit / sel darah merah pada janin dengan darah rhesus positif, yang nantinya akan menembus plasenta, dan kemudian memasuki sistem sirkulasi pada ibu. Hal ini dapat mengganggu respon imun terhadap antigen. Injeksi ini harus diulang pada saat kehamilan selanjutnya dan didapati sangat efektif untuk menekan presentase eritroblastosis fetalis.
- Untuk kasus bayi yang sudah lahir, maka dapat dilakukan transfusi darah untuk mengatasi pendarahan, dan anemia. Untuk mencegah gejala-gejala lain dapat dilakukan pemberian oksigen, cairan elektrolit, dan obat.
- Untuk mengatasi hiperbilirubinema, dapat dilakukan fototerapi. Metode fototerapi dilakukan dengan meletakkan bayi dibawah sinar fluorescent atau cahaya biru agar mengurangi kadar bilirubin pada darah bayi. Metode ini dapat dilakukan secara berulang, sampai dirasa jumlah bilirubin dan antibodi yang menyerang berkurang.
- Mengeluarkan seluruh darah yang mengansuh rhesus positif pada bayi, kemudian memasukkan darah dengan rhesus negatif . Bisa dikatakan metode ini mirip dengan metode cuci darah, namun karena yang menjalani metode ini adalah bayi yang baru lahir, tentu saja resiko dari metode ini akan jadi lebih besar. Mengingat juga bahwa seluruh organ, dan jaringan, serta sistem pertahan tubuh bayi belum terbentuk secara sempurna, maka tentu metode ini sangat berbahaya untuk diterapkan pada bayi.
Nah, jadi masih ada harapan kok untuk suami-istri yang memiliki rhesus berbeda yang ingin memiliki banyak anak. Namun, tentu saja memerlukan biaya yang mahal dan keberanian untuk mengambil resiko. Saya harap artikel ini dapat membantu pembaca dalam membuka wawasan dan memecahkan permasalahan pembaca. Terima kasih.
Sumber : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI