Mohon tunggu...
Dian
Dian Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Passion aku adalah menulis. Dengan menulis aku bisa berkarya, terutama menulis tentang filosofi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Keterikatan dan Kemelekatan Sumber Derita, Jadi Lepaskan

6 Februari 2023   08:31 Diperbarui: 6 Februari 2023   08:53 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterikan dan kemelekatan adalah sumber dari segala derita yang kita alami. Karena kita begitu terikat dan melekat pada duniawi ini. Di dalam ajaran agama kitapun  di suruh jangan mengejar dunia tapi kejarlah akhirat. Karena membuat kita jadi stress dan menderita. Tapi kalau mengejar akhirat saja hidup kita akan lebih tenang. 

Maksud dalam ajaran itu adalah kita jangan terikat dan melekat pada duniawi tapi lepaskan semuanya, jangan genggam apapun atau tetap lah berkesadaran setiap waktu agar hidup kita tenang. Sama bukan ajaran kesadaran atau spiritual dengan ajaran agama. Karena ajaran agama juga spiritual tapi biasanya ajaran agama yang di pahami oleh umum hanya di kulitnya saja. 

Keterikatan dan kemelekatan pada duniawi contohnya adalah terikat sama keluarga atau orang terdekat, terikat dengan pekerjaan, terikat dengan segala hal yang kita miliki seperti tubuh ini, pikiran ini,, perasaan ini, konsep hidup, kendaraan ini, rumah ini, segalanya yang kita miliki. 

Kita juga melekat dengan segala keinginan kita, kalau keinginan itu tidak tercapai kita sedih dan kecewa. Intinya keterikatan dan kemelekatan berhubungan dengan segala hal yang kita miliki dan apa yang kita inginkan. Sehingga menciptakan penderitaan dan ketidak tenangan hidup.

Keterikatan dan kemelekatan itu  kalau bahasa mudahnya, ada ikatan gitu dengan hal yang menyangkut diri kita atau sesuatu yang berhubungan dengan aku ini.

Aku atau keakuan atau ego ini atau keinginan adalah penyebab dari segala keterikatan dan kemelekatan kita selama ini. Jadi fokusnya adalah bukan tentang apa yang kita miliki atau apa yang kita inginkan. Kita boleh memiliki dan berkeinginan apapun tapi jangan melekat saja. Maksudnya adalah kita boleh berkeinginan tapi lepaskan atau nothing tulus saja. 

Jangan berkeinginan secara psikologis. Karena keinginan psikologis itu adalah Aku atau ego itu sendiri. Seperti seharusnya begini, seharusnya begitu. Intinya suka mengatur dan mengendalikan keadaan sesuai keinginan kita. Kadang juga mengatur apa yang terjadi di batin. Apa yang kita mau saja itulah bentuk dari keterikatan dan kemelekatan.

Namun untuk melepas keterikatan tidak bisa dengan logika atau sebuah konsep. Seperti, "iya udah gak mau melekat dengan apapun", iya tidak bisa. Atau mengatakan cuma di permukaan atau mulut saja , aku ikhlas, tidak akan bisa ikhlas. Tapi akunya yang ingin ini itu,yang harus lenyap dan sirna. Itu baru bisa ikhlas.

Cara melepaskan aku atau ego adalah  dengan pasrah total dengan apa yang terjadi. Tanpa ada keinginan apapun. Pasrah total setotal - totalnya tidak ada AKU sama sekali, lepaskan semuanya saja. 

Kalau secara kasarnya sih tidak berfikir, karena berfikir atau memikirkan itu bentuk dari daya upaya dan saat berfikir menciptakan si pemikir sehingga pasti menciptakan konflik diri. Jadi pasrah lah dengan apapun yang terjadi di luar maupun di batin kita sendiri. Pasrah disini sama dengan berkesadaran. Berkesadaran disini mengamati batin kita dengan pasif atau diam. Hanya jadi pengamat saja. 

Kalau pengalaman aku dalam berkesadaran adalah dengan tidak berfikir atau membiarkan segala sesuatu apa adanya saja. Karena kita jadi pengamat pasif. contoh kita kena masalah terus ego kita tidak terima kan, terus berfikir bagaimana jalan keluar dari masalah ini ?, Terus kita berfikir untuk cari jalan keluar. Di sinilah sifat sebuah ego atau aku selalu mempertahankan dirinya dengan memikirkan jalan keluar atau berfikir, berfikir terus, entah berfikir sampai mana.  Intinya terus bergulat dan konflik dengan diri sendiri.

Mungkin contoh ini bisa menerangkan tentang pasrah lebih jelas.  Saat aku tidak bisa tidur bebarapa hari atau minggu, disitu AKU muncul , dengan memikirkan, bagaimana iya dengan otakku karena aku sudah tidak tidur beberapa hari. Karena mungkin sudah capek, tidak tau mau berbuat apa juga dan memikirkan juga sia - sia belaka. 

Jadi aku mikir gini, udah deh aku pasrah saja, mau otakku rusak atau bagaimana iya sudah terserah saja, bodo amat dah.  Di situlah letak aku mengenal dan mulai mempraktekan pasrah atau berkesadaran atau melepaskan semuanya. Karena waktu kejadian itu, aku di rumah sakit jiwa jadi tidak bisa berbuat apa - apa lagi, hanya bisa pasrah saja.

Mungkin pengalaman nyata yang menakutkan itu, bisa lebih mudah memahami tentang bagaimana sikap pasrah yang sesungguhnya. Namun kita jangan menunggu di paksa Semesta baru kita bisa pasrah, karena itu ngeri...Hha. Aku juga masih terus berproses setelah kejadian itu. Jadi terapkan dan praktekan pasrah saat ini juga, nanti lama kelamaan kita akan bisa pasrah dengan sendirinya dan intuisi kita yang akan membimbing kita. Kuncinya adalah jangan berfikir dan berupaya secara psikologis sedikitpun karena hanya memicu konflik.

Jadi usaha tetap ada tapi keinginan psikolog itu tidak ada, karena AKUnya lenyap. Sehingga jadi apa adanya gitu atau pasrah setotal - totalnya. Keterikatan dan kemelekatan hanya membuat kita menderita.  jadi sumber kemekatan harus di lenyapkan yaitu SI AKU atau Ego kita. Walaupun untuk melepaskan keterikatan butuh proses yang bertahap dan tidak mudah. Namun kalau kita terbiasa berkesadaran atau pasrah total, lama kelamaan eksistensi si AKU akan pudar dengan sendiri. Sehingga kita bisa merasakan kedamaian dan ketenangan hidup yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun