Kalau pengalaman aku dalam berkesadaran adalah dengan tidak berfikir atau membiarkan segala sesuatu apa adanya saja. Karena kita jadi pengamat pasif. contoh kita kena masalah terus ego kita tidak terima kan, terus berfikir bagaimana jalan keluar dari masalah ini ?, Terus kita berfikir untuk cari jalan keluar. Di sinilah sifat sebuah ego atau aku selalu mempertahankan dirinya dengan memikirkan jalan keluar atau berfikir, berfikir terus, entah berfikir sampai mana. Â Intinya terus bergulat dan konflik dengan diri sendiri.
Mungkin contoh ini bisa menerangkan tentang pasrah lebih jelas. Â Saat aku tidak bisa tidur bebarapa hari atau minggu, disitu AKU muncul , dengan memikirkan, bagaimana iya dengan otakku karena aku sudah tidak tidur beberapa hari. Karena mungkin sudah capek, tidak tau mau berbuat apa juga dan memikirkan juga sia - sia belaka.Â
Jadi aku mikir gini, udah deh aku pasrah saja, mau otakku rusak atau bagaimana iya sudah terserah saja, bodo amat dah. Â Di situlah letak aku mengenal dan mulai mempraktekan pasrah atau berkesadaran atau melepaskan semuanya. Karena waktu kejadian itu, aku di rumah sakit jiwa jadi tidak bisa berbuat apa - apa lagi, hanya bisa pasrah saja.
Mungkin pengalaman nyata yang menakutkan itu, bisa lebih mudah memahami tentang bagaimana sikap pasrah yang sesungguhnya. Namun kita jangan menunggu di paksa Semesta baru kita bisa pasrah, karena itu ngeri...Hha. Aku juga masih terus berproses setelah kejadian itu. Jadi terapkan dan praktekan pasrah saat ini juga, nanti lama kelamaan kita akan bisa pasrah dengan sendirinya dan intuisi kita yang akan membimbing kita. Kuncinya adalah jangan berfikir dan berupaya secara psikologis sedikitpun karena hanya memicu konflik.
Jadi usaha tetap ada tapi keinginan psikolog itu tidak ada, karena AKUnya lenyap. Sehingga jadi apa adanya gitu atau pasrah setotal - totalnya. Keterikatan dan kemelekatan hanya membuat kita menderita. Â jadi sumber kemekatan harus di lenyapkan yaitu SI AKU atau Ego kita. Walaupun untuk melepaskan keterikatan butuh proses yang bertahap dan tidak mudah. Namun kalau kita terbiasa berkesadaran atau pasrah total, lama kelamaan eksistensi si AKU akan pudar dengan sendiri. Sehingga kita bisa merasakan kedamaian dan ketenangan hidup yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H