Mohon tunggu...
Sandro Balawangak
Sandro Balawangak Mohon Tunggu... lainnya -

menulis bukan sekedar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Engkau yang Mabuk, Kenapa pula Kau Salahkan Arak?

5 Maret 2013   16:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:16 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_247096" align="alignright" width="300" caption="arak dari sidemen-karangasem-balidok.pribadi"][/caption] Dunia ini memang sudah sedikit gila. Bila tak mau dibilang dunia ini gila maka mungkin lebih pantas kalau disebut sedikit tak waras. Manusia yang semestinya mampu membedakan antara baik dan buruk, benda hidup dan mati, tak lagi bisa dan terkadang tak berpikir logis. Ibarat setelah melempar batu, lalu tangan pura-pura kembali  dimasukan dalam saku celana, karena takut disalahkan. Atau coba bayangkan satu anekdok ini, seorang pejalan kaki terantuk kakinya di sebuah batu yang tergeletak dipinggir jalan. Kaki pejalan kaki itu luka dan berdarah. Dia lalu mengumpat batu itu, gara-gara kamu (batu-red), kakiku berdarah. Demikian pula dengan arak. Ketika ada orang minum arak berlebihan dan mabuk banyak kalangan mempersalahkan arak. Walau sudah tau bahwa arak itu benda mati yang tak mesti menjadi kambing hitam. Bahkan produsen arakpun tidak mesti harus menjadi korban ketika banyak kasus kriminal. Karena produsen arak tidak bermaksud memproduksi arak agar perilaku kriminal menjadi meningkat. Mereka tulus menjual arak hanya untuk bertahan hidup. I Nyoman Masta, pengrajin mikol arak di Desa Tri Eka Buana, Sidemen, yang juga merupakan kepala desa Tri Eka Buana selalu merasa miris dengan nasibnya sebagai produsen arak karena sering disalahkan ketika ada orang mabuk karena arak dan berperilaku kriminal. “Nenek moyang kami dahulu mewariskan budaya masak arak kepada kami generasi di Desa Tri Eka Buana ini sebagai penopang ekonomi keluarga. Kami hidup dan makan sehari-hari dengan menjual arak hasil produksi usaha rumah tangga kami. Inilah kami,” ungkap Masta. Di Kecamatan Sidemen ada sekiotar lima desa yang kehidupan ekonomi masayarakatnya tergantung pada produksi dan penjualan arak. Sebut saja, Desa Telaga Tawang, Desa Gumintang, Desa Talibeng dan Desa Lokasari serta Desa Tri Eka Buana. Khusus untuk Desa Tri Eka Buana, sebanyak 571 KK sebagian menggantungkan harapan dan hidupnya pada arak. “Dari 571 Kepala keluarga ini hampir semuanya memiliki usaha produksi minuman beralkholol lokal jenis arak,” sebut Masta, seraya memberi contoh bahwa ketika dirinya bisa mengenyam dunia pendidikan hanya karena arak. “Saya bisa sekolah karena arak ini,” tegasnya. [caption id="attachment_247098" align="alignleft" width="300" caption="nyoman masta"]

1362500107295703678
1362500107295703678
[/caption] Dilihat dari latar belakang kehidupan masayarakat Tri Eka Buana, bahwa sejak zaman nenek moyang sudah ada usaha produksi arak. Bahwa nenek moyang orang Tri Eka Buana dan Sidemen ketika menghadiri undangan keluarga atau kerabat senantiasa membawa arak sebagai hadiah atau kado. Selain itu, dengan arak juga masayarakat Kecamatan Sidemen khususnya Desa Tri Eka Buana menjadi sejahtera. Perekonomian masayarakat Tri Eka Buana tergantung pada arak. Dengan arak masyarakat mampu secara ekonomi. Dahulu masyarakat menjual arak ke Pasar Klungkung tetapi setelah itu ditutup dan dibuka lagi dipasar Talibeng. Tetapi sekarang ditutup juga. Miris nian. Akibatnya distribusi nyaris dilakukan kepada distributor atau meminjam istilah Nyoman Masta, dijual kepada penada di Denpasar. Dengan resiko disita petugas keamanan. Lebih jauh Masta menceritakan Pada tashun 1980-an pemerintah Propinsi Bali pernah memberikan bantuan berupa kompor kepada masayarakat yang melakukan usaha produksi arak. “Bantuan ini hanya sekali saja dan sampai dengan saat ini pemerintah tidak lagi memperhatikan masyarakat yang memproduksi arak,” tandas Masta. Masayarakat Tri Eka Buana, merasa bahwa perlakuan pemerintah tidak adil pasalnya. Pemerintah tidak melihat bahwa arak merupakan salah satu kekayaan masyarakat bali yang bisa menjadi daya dukung pariwisata. Pasalnya, banyak turis juga yang datang ke sana untuk mencari arak. Katanya sama dengan vodka. Naifnya, apabila ada orang mabuk Arakpun isalahkan. “Jangan salahkan araknya dong. Tetapi orang mabuknya. Arak tidak salah,” tandasnya. [caption id="attachment_247100" align="aligncenter" width="300" caption="I ketut murti dan Ni ketut murti di dapur produksi arak-sidemen"]
13625002661437481650
13625002661437481650
[/caption] Ini dibuktikan dengan masyarakat Tri Eka Buana tidak pernah bertindak kriminal walau masyarakatnya hampir setiap saat mengkonsumsi arak. tingkat kriminalitas sangat rendah. Dengan menjual arak generasi Tri Eka Buana mampu melanjutkan pendidikan ke tingkat strata satu bahkan ada yang sampai ke strata dua. Arak dijual perbotol dengan harga 12.000 – Rp. 18.000 dengan kadar alkohol 35 – 50% dan bila dikonsumsi dengan baik dan teratur maka sungguh membawa dampak kesehatan yang baik pula. Dan arak itu benda mati. Kita manusia yang harus bisa menjaga diri agak tidak mabuk saat minum arak. dari luluran sampai membakar lemak Minuman beralkohol lokal yang diproduksi masayakat Tri Eka Buana, Sidemen, dengan kadar ethanol 30-50 % bisa dijadikan obat. Manfaat lain dari arak tidak sekedar untuk diminum tetapi juga sebagai obat pada beberapa penyakit. Ini adalah penuturan I Ketut Murti dan Ni Ketut Murti, warga Tri Eka Buana yang masih mempertahankan tradisi memasak arak dengan cara yang masih tradisional yakni dengan menggunakan bambu dan guci. [caption id="attachment_247099" align="alignright" width="300" caption="saya bersama I Ketut Murti dan Ni Ketut Murti di desa tri eka buana-sidemen"]
1362500170871029277
1362500170871029277
[/caption] I Ketut Murti, seorang Bapak yang memproduksi arak bercerita sejak dirinya sejak duduk disekolah dasar sudah ditugaskan untuk mengiris dan mengambil tuak dari atas pohon kelapa. Saat ini dirinya sudah berumur 60 tahun. Sudah puluhan tahun I Ketut Murti, menjalani profesi sebagai pengiris tuak. Dari hasil irisanya sang Istri, Ni Ketut Murti memasak tuak tersebut menjadi arak. Tuak tersebut, ditampung selama beberapa hari lalu dimasak dan tetesan uapnya berubah menjadi arak. Sehari Ni ketut Murti mampu menhasilkan arak sebanyak 10 botol dari tuak yang dikumpulkan selama lima hari. Baik I Ketut Murti dan N Ketut Murti, menuturkan arak yang dimasak dengan cara tradisional akan memberikan manfaat bagi kesehatan. Misalnya, bisa dijadikan bahan bore atau luluran, menyembuhkan penyakit demam, menghilangkan bau badan, membersihkan dan menyembuhkan luka, menurunkan bengkak dan memar serta membakar lemak. Soal manfaat arak ini, I Wayan Lemes Indrawan, Kepala Dusun Telunwayah Duuran, lebih jauh memberikan penjelasan, banyak masyarakat yang salah memberikan apresiasi terhadap mikol arak. Bahkan banyak pula yang selalu salah dalam megkonsumsi arak. “Bila kita minum dengan baik dan benar sesuai dengan aturan maka, arak akan sangat mmbantu kesehatan,” ungkap Lemes Indrawan.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun