Mohon tunggu...
Oksand
Oksand Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis Storytelling dan Editor

Penulis Storytelling - Fiksi - Nonfiksi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Nutrisi Otak 2018

31 Desember 2018   06:43 Diperbarui: 31 Desember 2018   06:52 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berapa buku yang berhasil kamu baca tahun ini?

Saya hanya 24 buku. Berarti rata-ratanya 2 buku per bulan. Sepertinya itu termasuk sedikit ya. Kecepatan membaca buku ini turun drastis sejak menikah dan punya anak, jika dibandingkan masa single. Kok bisa? Alasan doang, hehehe.

Waktu belum menikam, eh... menikah, di kontarakan itu enggak ada televisi, gawai belum punya. Dengan kata lain: tidak punya hiburan sama sekali! Jadi larinya ke buku. Dan paling suka beli novel. Karena novel bagai film saat itu. Malamnya saya ditemani cerita-cerita dari berbagai penulis Indonesia.

Novel setebal Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Laskar Pelangi... hanya butuh dua hari untuk ditamatkan. Parah. Sekarang mana sanggup!

Dulu waktu indekos di Pasuruan, yang kabupaten... yang gak ada apa-apa di situ... yang kalau main harus ke Malang atau Surabaya, pembunuh waktu hanyalah buku. Itu selepas Isya, setelah Sabtunya ke Malang atau Surabaya, novel tebal bisa dibaca sampai jam satu malam. Anehnya dulu kalau baca gak ngantuk. Sekarang? Zzzz....

Sejak 2017 saya menulis kembali, rasanya otak ini perlu nutrisi. Kadang buku-buku yang sudah ada di rak, dibaca ulang. Demi mendapatkan insight untuk mencari tema, sudut pandang, atau karakter.

Mei 2017 akhirnya lahir antologi Tunas Cinta. Buku kumpulan cerita yang dikeroyok empat orang penulis. Ada sepuluh judul di dalamnya, dan saya berhasil menulis tiga judul. Judulnya doang, hihihi.

Dari situ saya membuat proyek pribadi: menulis novel! Itu adalah tantangan buat diri sendiri. Dalam hati berkata, beraninya keroyokan!

Hasilnya adalah novel Tuing! yang terbit Agustus 2018. Prosesnya cukup cepat. Januari-Februari menuliskan semuanya, menumpahkan yang ada di kepala, menggunakan otak kanan, tanpa diedit. Efektif! Ada 23 bab berhasil ditulis. Lalu Februari sampai Maret otak kiri saya suruh kerja. Masa melototin doang. Otak kanan kerja santai, otak kiri membantai. 

Akhirnya halamannya melar, dari 150 halaman jadi 200 halaman. Di A4, Times New Roman 12, spasi 1.5, margin 4-4-3-3 cm. Udah kayak skripsi aja. Lalu Maret sampai Juni naskah bolak-balik penerbit-penulis. Demi hasil yang lebih matang.

Tuing! yang ukurannya tergolong mini untuk sebuah novel, 1711 cm, lahir dengan cara membaca lain dari biasanya. Bukanya dari kanan. Karena hasil meramban gak nemu satu pun novel yang buka dari kanan di Indonesia, maka novel Tuing! ini diklaim sebagai novel pertama di Indonesia yang formatnya seperti ini. 

Dan saat ini, hanya satu-satunya. Tahun depan sih sudah bukan satu-satunya, karena serial Tuing! akan berlanjut, dan berlanjut. Mungkin ini adalah trilogi. Ups, spoiler!

Tadinya 2018 hanya akan menulis novel, karena target saya satu tahun satu novel. Ternyata meleset. Di tahun ini juga saya ada kelas menulis. Sebagai mentor tengil. Karena yang serius udah banyak. Dan mainstream, hehe. Oktober 2018 terbit antologi lagi. Lebih keroyokan dari kakaknya si Tunas Cinta. Antologi Baper Jangan? ditulis oleh 20 penulis peserta kelas menulis daring! Keroyokan yang sungguh massal, huhuhu.

Nanti cerpen-cerpen yang ada di antologi, yang saya tulis, akan dikirim juga ke blog ini. Karena bukunya udah habis... dimakan rayap. Rayap manusia. Rayap kok manusia?

Sekarang ini ada dua cerpen dan satu novel yang sedang ditulis. Maruk memang. Sebenarnya bukan maruk. Gara-gara baca buku di 2018, jadi muncul ide-ide tulisan. Daripada hilang, tulis dulu. Karena begitu idenya hilang, nanti malah rungsing. Bahasa apa itu rungsing? Hehehe.

Doakan supaya saya tetap menulis. Seperti yang Aki Ajip Rosidi katakan pada saya tempo lalu, "Tetaplah menulis," lalu diulanginya lagi, "Tetap menulis." Itu nasihatnya pada penulis baru ini.

dokpri
dokpri
Ajip Rosidi, usianya 79 tahun (lahir 1939). Dan masih menulis!

Supaya bisa tetap menulis, bagaimana caranya?
Tetaplah membaca.
Membaca.
Iqra.

 Oksand -- penulis tengil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun