Tahun 70an, ada kata yang dibolak balik susunannya. Seperti "Juung" dari kata ujung. "Roang" dari kata orang. "Lajan" dari kata jalan.
Era 80an, beken dengan bahasa "prokem". Prokem, dari kata preman, dua huruf terakhir (an) dihilangkan. Lalu ditambahkan "ok" setelah suku kata pertama. Preman --> Prokem.
Contoh lain, "Bokap". Dari kata Bapak, dua huruf terakhir dihilangkan. Ditambahkan "ok" setelah huruf pertama, jadilah Bapak --> Bokap.
Jaman 90an, lebih banyak lagi bahasa kekiniannya, pada masa itu.
"Agakugu magaugu igitugu" ^_^
"Aku mau itu", hanya ditambahkan "gu" setelah suku kata pertama.
Ada lagi yang kayak gini.
"Inakinu minainu initinu"
"Aku mau itu", hanya saja ditambahkan "in" di depan dan di tiap suku kata.
90an akhir, lahirlah bahasa alay masa itu yang lebih banyak dipakai banser. Kayak "lekong", "mawar", "begindang", dan sebagainya.
Bahasa alay 90an itu masih dipakai sampai sekarang, oleh kalangan tertentu saja ^,^
Milenium, makin berkembang.
Sekarang lagi beken dengan pencampuran bahasa. "Fenomena kids zaman now". Atau urutan huruf dari belakang, seperti "kuy" dari kata "yuk". Seperti khas di Malang, dan sebenarnya sama saja dengan gaya orang Malang yang suka membalikkan urutan kata. "Arek" jadi "kera". "Malang" jadi "Ngalam".
Macam-macam fenomena gaya bahasa pergaulan.
Yang penting sih, dasar ilmu, dasar bahasa Indonesianya sudah kuat. Kebayang kan kalau jurnal, laporan, tesis, pakai bahasa yang lagi ngehits?
^o^!
Lieur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H