Bis baru sampai di Cibiru, bergerak pelan menepi. Ada dua muda mudi berdiri di sana, berharap bisa naik dan duduk. Tapi mereka kurang beruntung, situasi bis sampai Cibiru masih padat berjejalan. Masih untung mereka diangkut supir. Hari sudah masuk maghrib.
Si wanita nampak terus memerhatikan si lelaki, yang entah sadar atau tidak sedang diperhatikan. Si lelaki sedang sibuk mencari sesuatu. Dirogohnya saku celana belakangnya. Dia menggelengkan kepala. Mulutnya tidak mengeluarkan suara, tapi andaikan iya mungkin akan terdengar "ck.. ck".
Lalu tangan kirinya merogoh saku kiri bagian depan. Kembali menggelengkan kepala. Saku kanannya juga bernasib sama, dirogoh, dan dia mulai nampak cemas.
Si wanita sesekali menatap lurus, sesekali tatapannya melintasi mata Rino, selewat saja. Lalu kembali memandangi si lelaki. Si wanita mengulum senyumnya memerhatikan si lelaki.
Dari penampilan keduanya, sepertinya masih kuliah. Si lelaki nampak sekali masih kuliahnya. Entah mereka berpacaran atau masih pendekatan. Posisi mereka berdiri kurang begitu dekat. Saat awal masuk bis, map si wanita dibawakan oleh si lelaki lalu diberikan kembali padanya.
Sekarang si lelaki membuka resleting tasnya. Dia mengubek-ubek isinya. Mata si wanita bolak-balik memandangi muka dan isi tas si lelaki. Tetap mengulum senyum. Mungkin dia geli melihat kelakuan si lelaki.
Akhirnya si lelaki mendapatkan yang dia cari. Bukan dompet. Bentuknya seperti tas kamera saku. Mukanya masih cemberut dan cemas.
Dibukanya tas kecil itu, kembali dia mencari-cari. Dia pun mengeluarkan benda yang dia cari sedari tadi. Uang! Keluarlah selembar sepuluh ribuan. Tapi mukanya belum juga menghilangkan ekspresi cemas. Apa lagi? Uang itu ia serahkan kepada si wanita. Senyuman mengalir dari kedua sudut bibir si wanita, seakan berkata "akhirnya...." Ekspresi si lelaki hanya berubah sedikit saja, menjadi lebih tidak cemberut.
Datanglah kondektur bis menagih ongkos. Si wanita memberikan uang itu. Lalu kondektur menyerahkan kembaliannya. Uang itu hanya sebentar saja ada di tangan si wanita, karena langsung diserahkan kepada si lelaki. Kondektur melihat hal tersebut, terjadilah dialog yang tidak terdengar oleh Rino karena tertutup deru mesin. Tapi dari adegan ketiganya Rino bisa mengira-ngira mungkin kondektur bilang, "Eh, dua?" Si wanita mengiyakan. Lalu uang kembalian dioper balik pada kondektur, yang menjadikan muka si lelaki kembali pada default nya, bahkan lebih cemas dari keadaan awal.
Uang sepuluh ribu kini menjadi lebih sedikit jumlahnya setelah dibayarkan ongkos. Adegan berikutnya ternyata masih membuat si lelaki menampakkan wajah default, karena si wanita mendapat tempat duduk di depan Rino. Sepertinya si lelaki masih harus berdiri agak lama.
Bis terus melaju menembus pekatnya malam di Cicaheum. Beberapa penumpang mulai agak banyak turun. “Caheum abis… Caheum abisss…” Entah kenapa, kondektur selalu mengucapkan kalimat yang sama berulang. Mungkin menekankan kalimat sebelumnya. Dan tak lama, si lelaki muka default akhirnya dapat tempat duduk berseberangan dengan si wanita. Itulah saat Rino melihat ekspresi mukanya tersenyum. Aturan default-nya sudah berubah ke mode senyum. Akhirnya, senyum kemenangan.
Rino tampak sedikit tertidur dalam perjalanan Cicaheum menuju Pusat Dakwah Islam (Pusdai). Tanpa sadar kini makhluk di sebelahnya sudah berubah bentuk, dari mahasiswa menjadi mahasiswi. Rambutnya lurus sebahu, hidungnya mancung sedikit, dagunya lancip. Kulitnya kuning, bukan putih. Matanya agak bulat, dengan alis cukup tebal berbentuk. Rino curi-curi pandang. Wah, cewek cantik nih, batin Rino. Ngobrol apa ya, cari topik, lekas!