Mohon tunggu...
Sandrina Raisya AK
Sandrina Raisya AK Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung, Program Contributor at Askara Nusantara by Kitabisa

Saya sangat suka menulis dan membaca. Tertarik mendalami dunia pendidikan, lingkungan, sosial, dan politik, saya selalu berusaha memberikan kontribusi nyata melalui pemikiran dan aksi. Menulis bagi saya adalah cara menyuarakan ide, membangun dialog, dan menanam benih perubahan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengurai Masalah TPST Bantargebang: Solusi atau Bom Waktu?

23 Januari 2025   12:14 Diperbarui: 23 Januari 2025   12:14 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tempat Pembuangan Sampah yang Kian Menggunung dan Berdampingan dengan Kehidupan Masyarakat (Sumber: Artificial Intelligence)

Dari kelima zona pembuangan sampah tersebut, TPST Bantargebang yang kian menjulang tinggi setara dengan 16 lantai gedung itu dijadikan tempat untuk mencari nafkah bagi pemulung - pemulung di daerah Bantargebang tersebut. Para pemulung menantikan sampah - sampah yang dibawa oleh beberapa truk yang mengambil sampah dari pusat Bantargebang bahkan sampai puncaknya. Sampah yang sudah dipilah tersebut biasanya dapat ditukar dengan uang. Jumlah sampah yang dihasilkan sampai 8.000 ton per harinya tersebut cukup menjanjikan bagi para pemulung. Aktivitas tersebut terus berulang bertahun - tahun lamanya. 

Masalah di Bantargebang

Sampah yang berasal dari sampah rumah tangga, hotel, restoran, pemerintah, perkantoran, maupun swasta, dan sampah lainnya terus menumpuk setiap harinya. Tak jarang, permasalahan dapat terjadi antara pemulung dan pekerja eskavator yang bekerja di TPST Bantargebang. Jumlah korban terbilang cukup banyak dikarenakan kecelakaan yang terjadi di lokasi Bantargebang, misalnya tertimpa beton, terkena kayu, dan banyak peristiwa lainnya dimana keamanan dapat membahayakan para pekerja dan pemulung.

Awal tahun 2023, pada Minggu subuh 7 Mei terjadi longsor gunungan sampah setinggi puluhan meter yang menimpa warga. Pegawai di lingkungan Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) Bantargebang menuturkan bahwa kerjadian longsor timbunan sampah tersebut terjadi di zona V dan menyebabkan 2 unit alat berat tertimbun dan tidak ada korban jiwa. Akan tetapi, permasalahan longsor ini ditutupi oleh pemerintah dan berbagai insiden tidak dipublikasi secara terbuka. Permasalahan lainnya terjadi tepat pada tanggal 29 Oktober 2023, TPST Bantargebang mengalami kebakaran cukup besar sehingga asap hitam menutupi area TPST Bantargebang. Penyebab kebakaran terjadi diduga karena cuaca panas yang menyebabkan sampah kering bergesekan dan menimbulkan percikan api. Bayangkan, betapa banyaknya sampah kering yang ada di TPST Bantargebang.

Tentu, permasalahan sampah di Bantargebang tidak hanya dua kasus semata saja, ada banyak permasalahan lainnya yang terjadi dan mungkin saja ditutupi, seperti permasalahan longsor yang telah dibahas sebelumnya. Seharusnya, hal ini menjadi perhatian lebih bagi para pemerintah terutama pengelola. Permasalahan apapun yang terjadi harus dikaji mengingat TPST Bantargebang sudah mengalami penumpukkan sampah yang semakin tinggi dan overload. Diperlukan evaluasi juga regulasi agar pengelolaan dan keamanan bagi para pekerja dan masyarakat setempat di TPST Bantargebang dapat lebih baik dan tidak akan memakan korban lebih banyak lagi.

Mencari Solusi Demi Kehidupan yang Berkelanjutan

TPST Bantargebang hadir dengan berbagai manfaat yang dihasilkan, seperti tempat lapangan kerja bagi para pencari nafkah, menjadi tempat penampungan sampah agar sampah tidak mengotori daerah dan beberapa lingkungan di sekitar Jakarta lainnya yang memungkinkan pengelolaan sampah kota secara terpusat dan terorganisir, pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan seperti memilah sampah organik dan anorganik yang dilakukan oleh para pemulung dan masyarakat setempat yang tinggal di sekitar Bantargebang,dll. Dari banyaknya manfaat tersebut, tentu kerugian atau dampak negatif akan diterima oleh masyarakat bahkan alam itu sendiri, sebagaimana beberapa pernyataan sebelumnya. Lalu, bagaimana solusi terhadap pengelolaan TPST Bantargebang?

Solusi yang dapat dihadirkan tidak lain kembali pada seluruh kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang lebih baik lagi, langkah kecilnya yaitu pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga dan komunitas seperti memilah sampah organik atau anorganik guna mengurangi volume sampah yang masuk ke TPST Bantargebang. Melihat kapasitas TPST Bantargebang yang tidak sesuai dengan volume sampah yang masuk setiap harinya, dapat menjadi perhatian yang harus segera ditindak agar tidak terjadi bencana dahsyat yang dapat mengancam jiwa para pekerja dan masyarakat setempat. Kolaborasi dengan sektor swasta dan komunitas juga dapat dilakukan guna mendorong partisipasi aktif komunitas dalam program kebersihan dan pengelolaan sampah berbasis masyarakat, termasuk gerakan pengurangan sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber daya atau bahkan energi terbarukan, dan berbagai solusi lainnya guna kehidupan yang berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun