Mohon tunggu...
Sandrina Raisya AK
Sandrina Raisya AK Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung, Program Contributor at Askara Nusantara by Kitabisa

Saya sangat suka menulis dan membaca. Tertarik mendalami dunia pendidikan, lingkungan, sosial, dan politik, saya selalu berusaha memberikan kontribusi nyata melalui pemikiran dan aksi. Menulis bagi saya adalah cara menyuarakan ide, membangun dialog, dan menanam benih perubahan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Tanah yang Dirampas: Konflik di Papua dan Bali Mengancam Hak Warga Demi Kepentingan Asing

15 Januari 2025   15:10 Diperbarui: 15 Januari 2025   15:05 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi Masyarakat Bali yang Menghadapi Fakta Kenaikan Harga Tanah Atas Kepentingan Industri Pariwisata Asing (Sumber: Artificial Intelligence)
Ilustrasi Masyarakat Bali yang Menghadapi Fakta Kenaikan Harga Tanah Atas Kepentingan Industri Pariwisata Asing (Sumber: Artificial Intelligence)

Bali, murah dan merdeka, dimana 3 kata tersebut menjadi pulau impian terutama bagi para turis asing. Pembangunan dilakukan secara besar - besaran untuk memfasilitasi wisata para turis ketika sedang berada di Bali. Fenomena tersebut menyebabkan kenaikan harga property yang terjadi ketika ada alih fungsi lahan terutama di kawasan yang strategis. Harga tanah juga sudah mencapai angka yang sangat fantastis yaitu 1,4 miliar/are. Kenaikan harga yang sangat tinggi tersebut berpengaruh pada berbagai sektor. Masyarakat menjual tanah atau mengubah tanahnya menjadi rumah sewa, caffe, penginapan, resort, dll. 

Masyarakat Bali sendiri masih bermimpi untuk punya tanah di Bali, di tempat tanah lahirnya sendiri. Harga tanah di Bali naik drastis dan tidak masuk akal setiap tahunnya, semua bergantung pada investasi serta kawasan strategis di sekitarnya. Terdapat kaitan dari peristiwa pada tahun 65 yaitu pembantaian masyarakat Bali yang dituding sebagai pengikut PKI, berawal dari massacre - mass grave - mess tourism yang berakhir pada mess problem. Gung Alit seorang pengusaha yang aktif di gerakan sosial mengembangkan gerakan Fair Trade yang berupaya untuk menghindari ketimpangan pembagian upah kerja antara pengrajin dan pembeli. Fair Trade hadir sebagai jawaban atas permasalahan masyarakat Bali yang hidup di tengah - tengah platform para kapitalis. 

Sayangnya tim ekspedisi tidak meliput lebih lama tentang masyarakat Bali lainnya yang perekonomiannya di bawah rata - rata. Karena mereka lebih rentan dibandingkan masyarakat Bali lainnya yang masih memiliki kemampuan untuk menyewakan tanahnya untuk industri pariwisata. Bagaimana keseharian mereka terutama dalam tempat tinggal yang layak, apakah mereka mendapatkan hak - hak tersebut di tengah perekonomian yang semakin meningkat. 

Kesimpulan

Masyarakat Papua sering kali hanya bisa menjadi saksi bisu saat tanah mereka yang kaya akan sumber daya alam dirusak oleh perusahaan kelapa sawit yang memiliki uang dan pengaruh. Dengan berbagai keterbatasan yang dialami seperti lapangan kerja, akses transportasi, layanan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan hukum, masyarakat lokal kerap tak berdaya menghadapi korporasi yang merusak lingkungan dan budaya mereka. Ketidakadilan ini menciptakan kesenjangan yang semakin melebar, di mana suara masyarakat Papua tenggelam oleh kepentingan bisnis yang lebih mementingkan keuntungan daripada kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat untuk mendapatkan hak - haknya sebagai manusia. Sementara, meskipun industri pariwisata di Bali memberikan dampak positif dalam hal ekonomi, namun kenaikan harga tanah yang disebabkan oleh lonjakan wisatawan asing telah menyebabkan warga lokal semakin terpinggirkan. Banyak dari mereka yang kesulitan untuk memiliki atau mempertahankan tanah mereka. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan pemerintah yang lebih inklusif untuk melindungi hak - hak warga lokal agar mereka tidak kehilangan akses terhadap sumber daya tanah di rumahnya sendiri. 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun