Kelompok yang mempunyai kemampuan menyebarkan infeksi HIV dianggap sebagai populasi kunci. Kasus HIV/AIDS di Indonesia terus terkonsentrasi pada demografi tertentu yang terlibat dalam perilaku berisiko tinggi termasuk menjual jarum suntik dan berganti-ganti pasangan. Pekerja seks perempuan (WPS), perempuan transgender, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), pengguna narkoba suntik (penasun), ibu hamil, dan pasien tuberkulosis merupakan kelompok demografi utama. Ada optimisme bahwa pertemuan puncak ini dapat membantu memperlambat peningkatan kasus HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya. Selama beberapa tahun, pemerintah telah memberikan perhatian penuh kepada kelompok ini.
Pada dasarnya, kita tidak mungkin menghilangkan latar belakang relasi kekuasaan ketika membicarakan masalah HIV yang meresahkan. Kelompok populasi penting ini terkadang terpaksa berpartisipasi dalam tindakan tidak aman karena ketidakadilan yang terjadi. Misalnya, pekerja seks komersial lebih mungkin tertular virus melalui hubungan yang tidak aman karena mereka tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan perilaku seksual yang aman, seperti memakai kondom.
Oleh karena itu, untuk mencapai pencegahan, pemantauan, dan bantuan yang efektif, penting untuk memahami permasalahan unik yang dihadapi oleh populasi kunci dan spesifik dengan penyakit HIV. Perbedaan sosial dalam penyebaran HIV dalam kelompok masyarakat tertentu dapat diamati karena kombinasi variabel biologis, sosio-kultural, dan struktural. Kerentanan terhadap HIV di komunitas-komunitas penting dapat dikaitkan dengan variabel sosio-kultural, termasuk kekerasan, terbatasnya kewenangan pengambilan keputusan dalam aktivitas seksual, dan kesenjangan sosial dan ekonomi. Selain itu, faktor struktural yang meningkatkan risiko penularan HIV antara lain terbatasnya akses terhadap fasilitas kesehatan, pendidikan, dan sumber daya keuangan.
Inisiatif pencegahan dan pengobatan HIV dapat terus dilakukan jika terdapat pendidikan yang adil bagi kelompok masyarakat penting dan akses yang komprehensif, tanpa memandang gender. Oleh karena itu, untuk mengurangi kemungkinan penularan HIV/AIDS, kelompok masyarakat kritis dapat memperoleh manfaat dari promosi kesehatan seksual melalui cara-cara berikut:
- Mengadopsi program pendidikan seksual yang menyeluruh dan adil: Dengan memberikan informasi kepada kelompok-kelompok penting, diyakini bahwa mereka akan mampu membuat pilihan yang tepat, membentuk hubungan yang sehat, dan mengambil tindakan individu untuk mencegah PMS.
- Layanan terpadu: Penting untuk memberikan prioritas pada penyediaan layanan terpadu yang memenuhi persyaratan seperti tes HIV, pengobatan, dan dukungan psikososial, serta kesehatan seksual dan reproduksi. Populasi kunci dapat menerima layanan yang lebih lengkap dan menurunkan risiko penyebaran HIV secara terselubung dengan bekerja sama dengan fasilitas layanan masyarakat untuk memberikan VCT, pengobatan, dan konseling.
- Menghilangkan stigma yang terkait dengan kekerasan berbasis gender: Kita harus berupaya menghentikan dan menghilangkan kekerasan berbasis gender, membantu para korban, dan menciptakan ruang yang aman bagi para penyintas. Untuk memungkinkan para penyintas HIV menjadi lebih proaktif dalam mendapatkan tes, pengobatan, dan dukungan HIV tanpa takut akan pembenaran sosial atau stigma, maka kita juga harus memerangi stigma dan prasangka terhadap mereka (UNAIDS, 2023).
Sumber:
UNAIDS. (2023). Mengakhiri Ketidaksetaraan Mengakhiri Aids. Strategi Aids Global 2021-2026. United Nation AIDS. https://data.unaids.org/pub/
Nama Penulis: Sandrina Miranda Simon
Tugas Mk: Pekerja Sosial dan HIV/AIDS
Prodi: Kesejahteraan Sosial
Universitas: Binawan
Dosen Pengampu: Mari Esterilita, S.Tr.Sos, Sp.P.S.A