Mohon tunggu...
Sandra Suryana
Sandra Suryana Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Pekerja

lulusan S1 Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Taktah yang Hilang (Bab 1 )

12 Juni 2020   15:07 Diperbarui: 19 Juni 2020   08:20 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                  

"Terkadang beberapa situasi tidak dapat kita pahami.... kadang hingga Kita lupa bagaimana caranya menghadapi situasi itu, walaupun kita tahu, sebenarnya Kita masih dalam zona yang tak mampu"

         April 2011...............

Begitu hening,, sepi dan tak bersuara. seolah berada pada ruang kosong, sendiri, gelap dan sangat menakutkan..

hal yang tak pernah aku bayangkan dalam hidup. Situasi yang sangat jauh dari perkiraan..

Masih tergambar jelas wajah  itu. Yah wajah yang masih sempat Ku lihat pagi tadi, wajah senyum yang menggambarkan sedikit kerutan di bagian dahi dan pipi..

"kenapa dia harus memilih jalan seperti ini? seharusnya di bicarakan dulu sebelum mengambil keputusan besar seperti ini"..

Sambil menghela napas panjang dan menatap surat perintah penahanan. Sewaktu - waktu Ibu melihat ke langit - langit rumah seakan ada sesuatu yang bergelantungan disana.. Aku tahu,, Ibu sedang berusaha menahan tangisnya agar terlihat kuat di depan anak-anaknya..

Bagaikan Bom waktu yang meledak begitu saja, mengguncang seisi rumah hingga tak ada waktu untuk mempersiapkan semuanya.. 

Ibu terus membaca surat perintah tahanan itu, entah sudah berapa kali dia membacanya. Seolah dia belum percaya akan apa yang terjadi saat ini..

Sudah lama kami tahu bahwa itu akan terjadi, kami tahu bahwa cepat atau lambat bapak akan ditahan karena tuduhan penggelapan dana pembangunan sekolah. Bapak adalah kepala sekolah di salah satu SMP di daerah kami. Karena sekolah itu baru di bangun, dan bapaklah yang bertanggungjawab untuk semua pembangunannya. Sebenarnya itu tidak akan terjadi jika waktu itu bapak mau mendengarkan kata -kata ibu. 

Ini hanyalah kesalah fahaman dalam perhitungan dana yang di keluarkan, dan bapak juga tidak mengetahui hal itu, dia hanya melakukan tanda tangan atas setiap kwitansi pengeluaran dana yang di lakukan oleh bendaharanya. Namun ternyata tanda tangan itu berubah menjadi sebuah bencana besar dalam hidupnya. Dia dituduh Korupsi, di tuduh menggunakan uang itu untuk membangun rumah kami dan menghabiskannya untuk kepentingan pribadi. Yah mungkin itu waktu yang tepat untuk merasa curiga, Karena ketika itu bapak menghabiskan gajinya untuk membangun rumah kami. Semuanya terjadi begitu saja, seolah ini adalah skenario terbaik yang sudah di tulis dan di rencanakan oleh orang yang hebat. Dan hal yang sangat menyakitkan adalah bapak masih memiliki beberapa pilihan tanpa harus di tahan, namun karena tidak ingin menyusahkan keluarga, dia berani mengambil keputusan itu sendiri. Aku masih ingat dengan jelas, dia bersiap pagi itu, hanya menyantap mie yang dibuatkan oleh ibu. Dia begitu terburu - buru dan aku masih sempat berbicara dengannya. 

"Bapak jadi berangkat hari ini?"

"iya, tidak akan lama. mungkin sore sudah pulang"

Bapak adalah orang yang sangat keras, dia sangat marah ketika rumah berantakan, tidak bisa menjaga ketenangan di rumah atau bahkan pulang rumah larut malam, dan ketika dia pergi untuk urusan pekerjaan, itu adalah kemerdekaan tersendiri untuk kami. Di rumah bapak memiliki  3 orang anak angkat dan 3 orang anak kandung. Karena segala tugas dirumah sudah menjadi bagian kami dan ibu tidak memiliki kesibukan, maka bapak membuka usaha kios kecil beserta tempat fotocopy untuk ibu..

Sore itu, sekitar jam 5 sore dia pun belum kunjung pulang, dan itu bukan sesuatu hal yang perlu kami khawatirkan karena sudah sering terjadi, bahkan terkadang dia pulang sangat larut malam. Seperti biasanya, karena dia orang yang sangat suka bekerja, dia tidak nyaman ketika harus berdiam diri dirumah sehingga hampir setiap saat dia melakukan pekerjaan di luar rumah hingga larut malam, bahkan terkadang harus menginap ketika dia melakukan pekerjaan di tempat yang jauh. 

Walaupun sesibuk itu percayalah kami selalu mempunyai banyak waktu dengannya. Kami tahu, dia bekerja keras hanya untuk kami, untuk keluarga tercintanya. Namun tidak terfikirkan bahwa sore itu dia tidak kembali untuk waktu yang sedikit lama hingga berita itu datang membuat seisi rumah terdiam. Malam yang rasanya akan sangat panjang. Banyak hal yang bergentayangan dalam pikiran. Pagi itu perutnya hanya beralaskan mie yang dibuatkan oleh ibu. 

"Waktu tahanannya sudah melewati jam makan malam. jadi dia tidak mendapatkan jatah makan malam. Barang - barang yang dititipkan hanya bisa di berikan besok paginya karena ini sudah jam istirahat malam". Itulah yang mereka sampaikan pada kami. 

"Berarti malam ini bapak tidak makan, berarti malam ini bapak tidur hanya beralaskan jaket yang dia pakai tadi pagi?". Ku coba menahan tangisan yang seakan - akan ingin meledak. Umurku masih sangat mudah, pikiranku masih sangat polos, aku masih belum mengerti tentang semua itu. Yang ada dibenakku bahwa penjara itu sangat buruk, bapak pasti sangat kedinginan, mereka mungkin saja menyiksanya sesuka hati. Malam itu ibu hanya terdiam di kamar, tidak bicara, bahkan tidak ingin makan apa pun. Aku tahu, ibu pasti sangat menderita.

Begitulah awal mimpi buruk yang kami alami dan entah kapan akan berakhir kami pun tidak tahu.. Sekarang kami hanya harus kuat menghadapi kenyataan dan terus berpasrah diri pada yang Maha Kuasa.

Hari - hari yang sulit pun telah dimulai, entah siap atau pun tidak kami harus menjalaninya. Semua terasa berbeda, sangat sulit dan merasa ingin secepatnya bangun dari mimpi buruk yang sangat menyakitkan ini.. Bapak adalah orang yang keras, bijak dan slalu kuat. Dia slalu mengajarkan pada kami bagaimana harus hidup menjadi orang yang kuat, tangguh dan mandiri. Namun kami tidak tahu harus secepat ini  mempraktekkan apa yang dia ajarkan pada kami.. saat itu aku masih duduk di bangku SMP kelas 3. Adik yang pertama SD kelas 6 dan adik yang bungsu SD kelas 4, sedangkan saudara sepupu pertama adalah mahasiswa semester akhir, sepupu yang kedua mahasiswa semester 3, sepupu yang terakhir baru saja menyelesaikan pendidikan SMP dan bapak berencana ingin mendaftarkannya ke jenjang SMA. Yah mereka semua di biayai oleh bapak. Tapi entahlah nasib kami sekarang dengan gaji bapak yang sangat minim karena potongan kredit pembuatan rumah dan tempat fotocopy yang hampir ditutup. Namun aku tahu, dalam posisi ini ibulah yang sangat menderita. Bagaimana tidak? sekarang dialah yang harus menjadi kepala rumah tangga menggantikan bapak. Entah harus berapa lama bapak ditahan, harus berapa lama kami menunggu. Semuanya belum di putuskan oleh pengadilan. Bapak harus di tahan beberapa bulan sebelum melakukan sidang keputusan.  

Sudah hampir seminggu setelah kejadian itu aku belum  bertemu dengannya. Bukan tidak ingin bertemu, hanya saja aku belum kuat melihat wajahnya di tempat yang tidak pernah ada dalam benak. ( BERSAMBUNG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun