Mohon tunggu...
Bilhaq Sandra
Bilhaq Sandra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Bercumbu dengan buku, bercinta dengan tinta. Maka, menulis bukanlah sebuah dosa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Samudera Bercerita Tentang Sinar

9 April 2023   00:14 Diperbarui: 9 April 2023   00:25 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

15:40

Percayaku digempur habis oleh sumpahmu. Memang, aku terhanyut dalam kisah hidup yang sempat kau kisahkan kepadaku. Hingga, aku buta dan menjadikan kata-katamu sebagai ayat. Kini, telah terbukti rayuanmu hanyalah tipu muslihat. 

Bila namamu akan selalu disebut dalam doaku, aku hanyalah pemuas nafsu dalam napasmu. Maka, kembalilah aku bersimpuh dalam sujud. Jawabnya, jarak  antara aku dan kau adalah bukti cinta semesta yang benar-benar terwujud.

Bila dalam rasa cintaku menggenggam nyawa, kau hanya memandangku sebagai lawan bicara. Aku akan tetap membelai rambut hitammu. Sekalipun, kebencian dan kehancuran melekat dalam jari-jemariku.

Sebab, 'rahmatan lil'alamin' menjadi alasanku untuk bernyawa. Sebuah cinta kasih Tuhannya kepada manusia dan alam semesta. Tiada lagi alasanku untuk membencimu, sekalipun aku harus mengurungkan kebahagiaanku.

Aku adalah samudera, kau adalah mentari dalam cakrawala. Keberadaanku akan selalu ada, sekalipun kau hilang dari bingkainya. Sinarmu berhasil menghangatkan permukaanku, menghidupkan kembali ikan-ikan yang sedang sekarat. Lalu, kehidupan yang dingin dalam keangkuhanku berhasil digoyahkan oleh senyum penuh syarat dan makna yang tersirat.

23:27

Kucabut semua pernyataanku bahwa kau adalah matahari. Kau akan mati bersama rayuan dan bualanmu. Lalu, aku akan dibangkitkan kembali dengan secangkir kopi.

Kau hanya sinar yang menjadi bagian. Kau bukanlah sumber kehidupan. Ku katakan sebelumnya, kau hanya bisa menyentuh permukaan. Memang benar, kau hanya lihai menari bersama ikan-ikan.

Kau tak akan pernah sanggup menyelam palung terdalam, sebab kau tak pernah melihat gelapnya malam. Sementara aku telah lama berkawan dengan kelam. Kini, sorot mata dan hewan beringas di dalam palungku siap menikam.

Jika kau adalah insan yang akan menggoyahkan syahadat atau pikiranmu hanya soal perempuan dan barat, sejatinya, perkataanmu bukan lagi menjadi sabda, bahkan ayat. Ternyata benar, kau dan aku memang berlawanan kiblat. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun