Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Ali, Bertinju Melawan Ketidakadilan

25 November 2018   13:21 Diperbarui: 25 November 2018   13:20 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sangat terlambat, entah mengapa saya baru menonton film "Ali" minggu lalu. Itupun karena ada penayangan film gratis di America Cultural Center AtAmerica di Pacific Place beberapa waktu lalu. Saya pernah mendengar mengenai film ini tapi saya tidak berminat untuk menontonnya karena saya mengira film ini bercerita tentang prestasi Muhammad Ali di ring tinju.

Betapa salahnya saya!

Muhammad Ali bisa disebut sebagai petinju terbaik sepanjang masa. Ia hanya pernah kalah 5x kali dari 61 pertandingan yang ia lakukan, dengan 37 kali di antaranya menang KO. Puluhan gelar juara ia dapatkan termasuk 3 kali juara kelas berat WBA, 2 kali juara kelas berat WBC, 6 kali The Ring Fighter of the Year, dll. Tetapi film ini ternyata sedikit sekali membahas mengenai prestasi Ali di bidang tinju.

Film yang dibintangi secara brilian oleh Will Smith ini justru jauh lebih banyak mengupas perjuangan Ali dalam melawan diskriminasi dan memperjuangkan iman agamanya. Saya tidak pernah tahu bahwa Ali adalah seorang pejuang anti diskriminasi pada masanya, film ini membuka mata saya. Bila ada 3 hal yang bisa saya sampaikan tentang Muhammad Ali, itu adalah bahwa Ali adalah seorang yang sangat berintegritas, dia tahu dengan jelas apa yang dia perjuangkan dan dia tidak tergoyahkan.

Ali fokus berjuang melawan ketidakadilan bagi bangsa dan agamanya. Dia sama sekali tidak terpengaruh dengan label apapun yang melekat pada pihak-pihak yang bersikap tidak adil dan dia berani untuk menyuarakannya. Nyata ketika Ali terang-terangan menolak mengabdi pada negaranya sebagai tentara di Perang Vietnam. Ia mengatakan 

"Why should they ask me to put on a uniform and go 10,000 miles from home and drop bombs and bullets on Brown people in Vietnam while so-called Negro people in Louisville are treated like dogs and denied simple human rights? No I'm not going 10,000 miles from home to help murder and burn another poor nation simply to continue the domination of white slave masters of the darker people the world over. This is the day when such evils must come to an end. I have been warned that to take such a stand would cost me millions of dollars. But I have said it once and I will say it again. The real enemy of my people is here. I will not disgrace my religion, my people or myself by becoming a tool to enslave those who are fighting for their own justice, freedom and equality. If I thought the war was going to bring freedom and equality to 22 million of my people they wouldn't have to draft me, I'd join tomorrow. I have nothing to lose by standing up for my beliefs. So I'll go to jail, so what? We've been in jail for 400 years."

Ali adalah tokoh publik pertama yang menyatakan ketidaksetujuannya pada Perang Vietnam. Akibat perbuatannya ini ia kehilangan semua gelar juaranya, izin untuk bertanding bahkan passportnya dan terancam hukuman 5 tahun penjara. Tetapi Ali tidak gentar, ia bahkan terlihat seperti tidak peduli. Memang ia sempat frustasi karena tidak bisa bertinju lagi tetapi hal itu tidak membuat ia berubah pikiran. Ia memilih perangnya sendiri dan musuh yang dia lawan adalah ketidakadilan. Tidak peduli siapapun yang melakukannya. Terbukti ketika ketua Nation of Islam -- partai di mana Ali bernaung -  Jabir Herbert Muhammad, bersikap oportunis terhadap dirinya, ia menegur Herbert dengan keras, padahal Herbert adalah sesama warga kulit hitam seperti Ali.

Tidak hanya dalam hal-hal besar saja Ali tampil vokal dan berani, dalam keseharian dan setiap detail kecil kehidupannya pun Ali begitu kukuh memegang iman agamanya dan ajaran penuh kedamaian di dalamnya. Ali menceraikan istri pertamanya, Sonji Roi, karena Sonji selalu berpakaian terbuka, berlawanan dengan ajaran agama Islam. Ali memulai setiap pertandingannya dengan berdoa secara Islam. Ia memeluk lawan-lawannya yang ia kalahkan sekalipun mereka berkulit putih.

Ali dikenal senang bermain kata, berbalas pantun dan berpuisi. Setiap kata-katanya penuh dengan rima dan sarat dengan makna. Padahal Ali adalah penderita dysleksia, ia tidak pernah benar-benar bisa membaca dan menulis sepanjang hidupnya. Tetapi kita bisa mengetahui dari setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya tentang kegigihannya dan apa yang perjuangkan.

Berikut adalah kutipan-kutipan kata-katanya yang menjadi kesukaan saya:

I hated every minute of it. But I said to myself, 'Suffer now, and live the rest of your life as a champion'. (tentang latihannya)

Religions all have different names, but they all contain the same truths. ... I think the people of our religion should be tolerant and understand people believe different things.

I know where I'm going and I know the truth, and I don't have to be what you want me to be...I'm free to be what I want.

Once we realize we are all members of humanity, we will want to compete in the spirit of love.
In a competition of love we would not be running against one another, but with one another. We would be trying to gain victory for all humanity. ... In a competition of love we'll all share in the victory, no matter who comes first.

Ia mendapat gelar "Messenger of Peace" oleh PBB, Presidential Medal of Freedom, Lifetime Achievement Awards dari Amnesty International dan masih banyak lagi penghargaan di luar prestasi olahraganya sebagai bukti nyata bahwa ia tidak hanya peduli dengan tinju apalagi popularitas dan kekayaan. Ia peduli terhadap kedamaian dunia.

Film ini menceritakan sisi hidup Ali yang mungkin justru sering diabaikan orang. Orang lebih banyak melihat Ali sebagai petinju legendaris tetapi mungkin tidak banyak yang menyadari bahwa ring tinju hanyalah panggung yang ia pilih. Aspirasi yang ingin ia sampaikan adalah tentang keadilan dan kesetaraan hak. Ali berpartisipasi juga dalam film, penulisan puisi dan lagu rap, tetapi Ali tahu ring tinju adalah tempat di mana suaranya paling bisa didengar.

Banyak sekali hal yang bisa saya pelajari dari kisah hidup Muhammad Ali. Saya masukkan dia dalam daftar idola saya. Semoga Andapun bisa belajar banyak dari Ali melalui film ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun