Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Cerdik Menolong Korban Kekerasan dalam Pacaran

25 November 2018   01:31 Diperbarui: 25 November 2018   10:05 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 24 November 2018, bertepatan dengan hari ulang tahun saya, saya berkesempatan mengikuti seminar bertajuk "Let's Speak Up From The Start : How To Deal With Relationshit" yang diadakan oleh We Can Community yang bekerjsama dengan Komunitas Sahabat Bicara di Plaza UOB, Jakarta Pusat.

Seminar ini hanya berskala kecil, terdiri dari 2 sesi saja dan dihadiri oleh tidak lebih dari 40 orang yang semuanya adalah wanita, padahal seminar ini terbuka untuk laki-laki juga.

Sesi pertama dibawakan oleh Ibu Rahayu Saraswati, anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra yang saat ini duduk di Komisi 8 DPR RI yang salah satunya membawahi Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak. Sementara sesi kedua dibawakan oleh Lidya, inisiator Komunitas Sahabat Bicara yang fokus kerjanya adalah seputar kekerasan dalam pacaran.

Artikel ini akan berfokus pada sesi kedua.

Lidya adalah penyintas kekerasan dalam pacaran (KDP). Beliau mengupas secara singkat selapis luar perkenalan mengenai kekerasan dalam pacaran. Saya merasa hampir semua peserta, terutama yang terlibat dalam diskusi bisa terhubung dengan cerita-cerita kekerasan dalam pacaran atau rumah tangga.

Saya sendiri pun adalah penyintas KDP. Tetapi ada pemahaman yang terputus ketika membicarakan tentang solusi, bagaimana menolong korban yang terjebak dalam situasi KDP. 

Banyak peserta diskusi yang merasa kepentok ketika berusaha menolong korban, seringkali karena korban seakan tidak mau dibantu, lebih mau terus bersama pelaku.

Berikut saya sampaikan hal-hal yang bisa dilakukan oleh semua orang baik yang ingin membantu keluarga atau sahabat yang terjebak dalam KDP, berdasarkan perspektif saya yang pernah menjadi korban:

Putus BELUM TENTU adalah solusi terbaik saat itu.

Saya paham sekali keinginan orang-orang terdekat untuk bisa segera memutuskan korban dari pelaku tetapi memaksa korban untuk segera putus dari pelaku bisa jadi bukan hal tepat bahkan bisa jadi berbahaya bagi korban.

Pelaku KDP adalah orang yang ingin menerapkan dominasi atau kekuasaan kepada korban. Menyarankan korban untuk putus dari pelaku adalah hal yang sulit ditolerir oleh pelaku, itu adalah ancaman bagi dominasinya dan akan membuat pelaku makin berusaha menunjukkan kekuasaannya pada korban.

Berhati-hatilah ketika memberikan saran ini kepada korban karena hal ini justru bisa menjadi pencetus kejadian kekerasan lagi dan yang menanggung akibatnya bukan kita yang menyarankan, tetapi korban.

Setelah kita pergi, yang harus berhadapan dengan buasnya pelaku adalah korban. Misalkan kita mengkonfrontasi mereka berdua, mendudukkan mereka seperti layaknya orang dewasa bermartabat lalu saran untuk putus pun tercetus, mungkin di depan kita pelaku diam saja, bahkan seakan setuju dengan apa yang kita sarankan, bisa jadi karena takut dengan kita, misal: karena kita lebih tua dari pelaku.

Tetapi setelah konfrontasi selesai, mereka akan berbalik menyerang korban, karena pada saat konfrontasi atau ketika mereka mendengar kita menyarankan mereka untuk putus, pelaku merasa diserang/terancam, dan ketika dia tidak bisa menyerang balik, dia akan menyerang korban yang selama ini dia jadikan bahan validasi kekuasaan dia.

Yang menjadikan semuanya tidak semudah itu adalah karena selanjutnya pelaku akan berusaha memutus akses kita kepada korban, minimal menjauhkan korban dari kita karena kita adalah ancaman bagi mereka dan ini tentunya akan menyulitkan kita di masa depan bila ingin membantu korban.

Dari sisi korban, para penolong mungkin merasa frustasi karena korban seakan-akan sudah menjadi budak cinta, ingin terus melanjutkan hubungan dengan pelaku, seakan-akan sudah gelap mata, tidak bisa melihat bahwa pelaku membawa dampak buruk bagi kehidupannya.

Jangan heran! Kita tidak boleh lupa bahwa salah satu kekerasan yang dilakukan oleh pelaku adalah kekerasan psikis, psikis korban yang digerus, kepercayaan dirinya yang dikikis, dengan ribuan cara korban diyakinkan bahwa mereka tidak berharga.

Tidak ada yang benar-benar peduli pada korban kecuali pelaku dan pelaku adalah satu-satunya orang yang sanggup menopang kehidupan korban oleh karenanya korban hanya perlu bergantung pada pelaku, bukan orang lain. Mungkin terdengar absurd, tetapi bila satu ide bagaimanapun absurdnya, bila secara terus-menerus diinput dalam otak kita, suatu hari kita akan percaya juga.

Berdasarkan pengalaman saya 12 tahun lalu, saya secara sadar menolak semua saran, nasehat dan bantuan yang ditawarkan oleh teman-teman saya, bahkan saya terang-terangan membela pelaku, bukan karena saya tidak menghargai upaya mereka, bukan berarti saya tidak ingin ditolong, bukan pula karena saya adalah budak cinta, tetapi karena itu adalah strategi yang harus saya lakukan agar saya selamat.

Pada saat itu saya berharap tidak ada orang yang menyebut-nyebut kata putus apalagi di depan pelaku, karena setelahnya saya pasti babak belur dan semua yang berusaha menolong saya tidak tahu itu. 

Saya akhirnya malah secara sadar pula berusaha menjauh dari semua teman-teman saya, tidak perlu dijauhkan oleh pelaku, karena teman-teman saya selalu bersikap tidak bersahabat ketika berada di sekitar pelaku dan itupun sudah dianggap ancaman bagi dia dan saya yang kena sialnya.

Rumit bukan?

Maka yang bisa saya sarankan bagi semua orang baik yang ingin menolong korban KDP adalah jangan frontal! Jangan menjadi ancaman bagi pelaku. Bermain cantiklah. Bersahabatlah dengan pelaku, rebut kepercayaannya, sambil berusaha terus berada dalam radar korban melalui obrolan-obrolan ringan, pastikan korban tahu bahwa mereka bisa menghubungi kalian, jangan terlihat bahwa kalian ingin merebut korban dari pelaku karena itu tidak akan berhasil.

Dalam kondisi darurat atau berbahaya, bila ingin menghubungi polisi atau ambulans, pastikan berhasil! Minimal upaya intervensi ekstrem kalian ini benar-benar bisa memutus akses korban terhadap pelaku, pastikan pelaku diproses, sembunyikan korban. Jangan sampai setengah-setengah, karena bila hal sebesar ini terjadi tapi kemudian gagal dan korban akhirnya kembali ke tangan pelaku, malapetaka yang akan terjadi.

Menolong korban kekerasan dalam pacaran sama sekali bukan perkara sepele apalagi mudah. Semoga strategi ini bisa menjadi pertimbangan. Sisanya kita hanya bisa berharap korban mau menghubungi kita untuk minta bantuan, selanjutnya seandainya tidak dan mereka tidak tertolong, jangan menyalahkan diri sendiri, paling tidak kita sudah berusaha dengan cara yang sesuai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun