Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Wonder", Berbuat Baiklah Karena Setiap Orang Punya Kesusahannya Sendiri

18 November 2018   12:46 Diperbarui: 18 November 2018   13:21 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul ulasan film kali ini panjang. Ini adalah kutipan kesukaan saya dari film Wonder yang baru saja saya tonton minggu lalu, yang saya anggap merangkum film ini secara bijak. Sejak setahun sebelumnya saya sudah menanti-nantikan film ini. Saya yakin saya akan menyukai film ini. Begitu film ini tayang di TV kabel, saya segera menyempatkan waktu untuk menontonnya.

Dan saya tidak kecewa, malah film ini jauh lebih baik daripada ekspektasi saya.

Wonder bercerita tentang Auggie Pullman, seorang anak usia 10 tahun dengan Treacher Collin Syndrome yang baru saja masuk ke sekolah umum setelah homeschool selama hidupnya. 

Treacher Collin Syndrome adalah kondisi kelainan genetis yang menyebabkan deformitas wajah yang parah. Diceritakan sampai usia 10 tahun Auggie sudah menjalani 27 operasi untuk memperbaiki konstruksi wajahnya dan tetap saja deformitas wajahnya tidak bisa ditutupi.

Auggie mengalami rasa minder yang parah akibat bentuk wajahnya yang tidak wajah, bahkan terlihat seram, menyebabkan dia selalu ditatap atau dihindari orang. Auggie jadi selalu mengandalkan helm astronotnya untuk menutupi wajahnya. 

Menghadapi hal ini, orang tua Auggie akhirnya mendaftarkan Auggie ke sekolah umum agar dia belajar bergaul dengan anak sebayanya dan mudah-mudahan bisa memperbaiki kepercayaan dirinya.

Auggie mengalami hari-hari yang berat di sekolah. Bagaimana tidak? Anak normal saja tentu mengalami satu atau dua kesulitan beradaptasi di sekolah baru, apalagi anak seperti Auggie. 

Dia dibully oleh teman sekelasnya, tidak ada anak yang mau duduk bersamanya di kantin, semua anak selalu menatap dia ketika dia lewat. Melalui semua itu Auggie beruntung memiliki kedua orang tua yang sangat pengertian dan seorang kakak perempuan yang sangat menyayanginya.

Saya pasti sudah cukup puas seandainya film ini hanya berfokus pada kisah Auggie tetapi ternyata film ini menyodorkan suatu bentuk yang berbeda dari film biasanya, yang menjadikan film ini begitu brillian bagi saya.

Film ini nyatanya tidak hanya bercerita tentang Auggie dan kesusahannya tetapi juga menyajikan sudut pandang kesusahan orang-orang di sekeliling Auggie. Contohnya Via, kakak perempuan Auggie. 

Via adalah malaikat bagi kedua orangnya, mereka tidak pernah perlu khawatir tentangnya karena Via sangat mandiri dan tidak pernah bikin masalah sehingga mereka bisa punya cukup waktu untuk merawat Auggie yang butuh lebih banyak perhatian.

Sayangnya meskipun setiap hari berlaku manis, tetapi di dalam hatinya Via senantiasa mendambakan kasih sayang orang tuanya. Anda bisa lihat rasa terharu di mata Via ketika ibunya memutuskan untuk menghabiskan waktu bersamanya menonton film di rumah ketika Auggie sedang kemping dan Anda juga bisa merasakan kejengkelan Via ketika ibunya ditelpon untuk menjemput Auggie karena Auggie sakit di perkemahan.

Beruntungnya Via memiliki seorang nenek yang sangat memahaminya. Dia bertanya kepada neneknya "Kenapa kamu begitu sayang padaku? Bukan Auggie?" Neneknya menjawab "Kamu lebih istimewa. Auggie sudah punya banyak malaikat untuk merawatnya."

Begitu mudah mengabaikan anak lainnya ketika Anda memiliki satu anak berkebutuhan khusus. Semua waktu dan perhatian kita tercurah untuk anak berkebutuhan khusus tersebut tetapi kita lupa bahwa anak lainnya pun melewati kesusahan yang sama. Via menghabiskan masa pertumbuhannya di RS karena harus selalu ikut mengantar adiknya, tentu bukan hal yang mudah bagi seorang anak.

Via tidak iri dengan semua perhatian yang tercurah pada Auggie, karena ia pun sangat menyayangi adiknya dan bisa memahami bahwa adiknya memang butuh perhatian orang tuanya dan semua orang lainnya. 

Tetapi Auggie bukan matahari, seluruh dunia tidak perlu selalu berputar di sekelilingnya. Terbukti semua perhatian berlebihan dari orang tuanya telah membuat Auggie menjadi anak yang merasa bahwa segala hal adalah tentang dia. Dia tidak ingin jadi pusat perhatian tetapi masa kecilnya membuat dia terbiasa jadi pusat perhatian. Sebaliknya Via terbiasa tidak diperhatikan sehingga ketika orang tuanya menaruh perhatian pada dia, dia merasa itu suatu hal yang aneh.

Saya kira film ini sudah jauh melebihi ekspektasi saya. Ternyata belum. Film ini melangkah lebih jauh lagi dengan menyajikan sudut pandang Miranda, sahabat baik Via yang juga sudah seperti saudara bagi keluarga Pullman. Via begitu dipusingkan dengan Auggie dan perasaan tersisihnya sendiri sehingga dia tidak menyadari bahwa Miranda ternyata selama ini mendambakan kehidupan seperti Via dengan kedua orang tua yang lengkap, adik yang keren dan keluarga yang harmonis.

Kita sering terkacamata kuda dengan 1 kehidupan yang ada di depan mata kita, kita berfokus pada prioritas. Kita lupa bahwa perasaan manusia tidak bisa disusun berdasarkan prioritas. 

Setiap orang sama pentingnya. Setiap orang punya kesusahannya sendiri, perjuangannya sendiri. Suatu hal yang dianggap baik untuk seseorang bisa jadi malapetaka bagi orang lainnya, sebaliknya yang dianggap kekacauan bagi seseorang bisa jadi adalah berkat bagi orang lain. Tidak ada antagonis dalam cerita ini karena kehidupan tidak butuh antagonis untuk menimbulkan intrik. Manusia dengan segala kompleksitasnya bisa memilih antagonisnya sendiri tanpa perlu ada orang jahat.

Film ini murni fiksi, diangkat dari novel berjudul sama karangan R.J.Palacio, yang ditulis akibat rasa bersalahnya ketika bertemu dengan anak yang menderita deformitas wajah. 

Saat itu Palacio sedang mengantar anaknya ke toko es krim dan melihat seorang anak perempuan berwajah menakutkan, kedua anaknya berteriak dan mulai menjerit ketakutan. Palacio segera meninggalkan toko es krim tersebut untuk menenangkan anak-anaknya. 

Dia begitu merasa bersalah, alih-alih bersikap ramah kepada anak perempuan tersebut dan memberikan penjelasan kepada kedua anaknya, ia malah kabur. Lalu ia berjanji pada dirinya sendiri akan menulis suatu novel untuk mengajarkan orang-orang bersikap baik pada siapapun.

Setelah beberapa lama novelnya terbit, Palacio ditemui oleh seorang anak bernama Nathaniel Newman. Dia adalah Si Wonder Boy dalam dunia nyata. Kisahnya dapat Anda baca di sini. Saat ini Nathaniel aktif mengedukasi masyarakat tentang Treacher Collin Syndrome dan film ini memudahkan kampanyenya.

Film ini sungguh memberikan kehangatan di hati saya. Di tengah suasana intoleransi yang makin marak di negara kita, kisah ini mengajarkan kita untuk senantiasa bersikap baik pada siapapun tanpa memandang perbedaan atau kekurangan yang mereka miliki. Kita harus selalu ingat bahwa setiap orang punya kesulitannya sendiri, jangan kita tambahi dengan sikap buruk kita!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun