Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saatnya Anak-anak Jadi Idola Sesungguhnya

26 Maret 2018   11:49 Diperbarui: 26 Maret 2018   12:22 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

24 Maret 2018 akan menjadi hari bersejarah bagi Amerika Serikat. March of Our Lives, gerakan kampanye menuntut aturan pengendalian senjata yang dimotori oleh para pelajar pasca penembakan di Stoneman Douglas High School Parkland, Florida yang menewaskan 17 orang tanggal 14 Februari lalu, memenuhi seluruh peta Amerika Serikat. Tercatat tidak kurang dari 800 event March of Our Lives berlangsung mulai dari New York, Los Angeles, Chicago sampai Houston dan Alaska.

Diperkirakan 800.000 orang dari segala lapisan masyarakat termasuk anak-anak, pelajar, orang tua, guru, warga yang kehilangan orang terkasih akibat gun violence dan semua orang yang menganggap bahwa pengendalian senjata itu penting, turun ke jalan membawa papan-papan protes. Bahkan para artis juga ikut berpartisipasi menyumbangkan suara mereka baik di panggung maupun media sosial, seperti Jennifer Hudson, Miley Cyrus, Ariana Grande, Lin Manuel Miranda, The Kardashian Family, Barrack Obama, Paul McCartney, dll.

Di Washington DC sendiri yang menjadi sentral aksi damai ini ada sekitar 10.000 warga berkumpul di depan gedung putih sepanjang hari.  Dalam aksi di Washington DC, beberapa orang mendapatkan kesempatan untuk berorasi di depan khalayak pendukung. Pelopor-pelopor gerakan ini seperti Emma Gonzales dan David Hogg sudah pasti mendapat sorotan.

Berbeda dengan David Hogg yang dengan semangat membara berorasi menggemakan jargon No More, Emma Gonzales menyampaikan pidato yang minim kata-kata tetapi menggugah hati nurani terdalam semua warga yang hadir di sana. Dia berdiam selama hampir 6 menit di tengah pidatonya selain untuk mengenang sahabat-sahabatnya yang tewas ditembak Februari lalu tetapi juga untuk memberikan kesadaran bahwa dalam waktu 6 menit yang hanya sebentar itu 17 nyawa bisa melayang karena tidak adanya ketegasan dari pemerintah untuk mengendalikan peredaran senjata.

Selain 2 pelajar SMA tersebut yang sejak awal pergerakan sudah berdiri di garda terdepan, muncul nama-nama baru yang memeriahkan gerakan ini dengan semangat yang tidak kalah istimewa.

Ada Edna Chavez yang menyampaikan rasa frustasinya karena lingkungan tempat tinggalnya sejak kecil begitu terbiasa dengan gun violence sehingga dia bahkan sudah lebih dulu terlatih menghindari tembakan sebelum dia belajar membaca.

Ada juga Yolanda Renee King, cucu dari pejuang hak warga kulit hitam Marthin Luther King, Jr, yang baru berusia 9 tahun, dengan senyum lugunya mengadaptasi pidato legendaris kakeknya "I Have A Dream" menyampaikan bahwa dia juga memiliki impian akan dunia tanpa senjata.  

Tetapi yang paling menarik perhatian saya adalah Naomi Wadler. Naomi Wadler memulai debut pergerakannya dengan memimpin aksi National School Walkout pada 14 Maret lalu, tepat 1 bulan setelah penembakan di Parkland.

Pada aksi itu "bolos" berjamaah itu para pelajar mengheningkan cipta selama 17 menit untuk mengenang 17 korban penembakan Parkland. Naomi meminta teman-temannya menambahkan 1 menit hening untuk mengenang Courtlin Arlington, pelajar SMA berkulit hitam yang tewas ditembak di sekolahnya di Alabama kurang dari 1 bulan setelah penembakan Parkland tetapi tidak diberitakan secara proporsional.

Naomi membawa variabel isu baru dalam perjuangan menuntut pengendalian senjata ini. Naomi mengedepankan fakta bahwa dalam permasalahan gun violence, warga kulit hitam Amerika masih menjadi kaum yang termarjinalkan, bahwa korban penembakan berkulit hitam tidak dianggap sama penting seperti korban kulit putih.

Percayakah Anda bahwa Naomi baru berusia 11 tahun, kelas 5 SD? Saat saya kelas 5 SD, saya masih berdebat dengan adik saya siapa yang lebih hebat, Sailor Venus atau Sailor Jupiter. Saya tidak kuatir tentang politik atau isu terhangat di negeri ini karena saya lebih kuatir dengan ulangan matematika minggu depan.

Bagaimana dengan Anda? Apa yang Anda lakukan saat usia 11 tahun? Dengan pola pendidikan yang tepat yang menjadikan anak-anak sebagai subjek dan bukan objek, anak-anak bisa mendapatkan banyak stimulus sehingga daya pikir kritisnya, kepandaiannya mengolah kata dan kepercayaan dirinya menyampaikan pendapat di hadapan orang banyak sudah terbangun di usia semuda itu.

Tetapi yang lebih hebat lagi daripada Naomi adalah sikap masyarakat yang dengan kedewasaan berpikir dan keterbukaan pikiran memberikan tidak hanya kesempatan tetapi juga panggung dan spotlight kepada Naomi untuk menyampaikan pendapatnya yang mungkin bahkan tidak terpikirkan oleh orang dewasa.

Naomi tidak dibungkam dengan "Anak kecil gak tau apa-apa, anak kecil diam saja, ini urusan orang dewasa." Mereka sudi mendengarkan Naomi dan tidak malu untuk setuju dengan pemikiran seorang anak yang bahkan belum akil balig. Sehebat apapun seorang Naomi, dia tidak akan bisa muncul ke permukaan bila tidak diterima dan diberi ruang oleh orang dewasa dan masyarakat.

Idola baru saya bernama Naomi Wadler tetapi kekaguman saya sesungguhnya ada pada pola pendidikan dan sikap masyarakat yang menjadikan seorang anak usia 11 tahun menjadi seorang "Naomi Wadler".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun