Phil Saviano, salah satu korban pelecehan oleh Pastor David Holley saat usianya 12 tahun, merupakan korban pertama yang mendesak Boston Globe mengangkat topik ini setelah dia didiagnosa AIDS dan menolak uang damai dari gereja. Dia mendirikan SNAP (Survivors Network for Those Abused by Priest) dan sampai ini tetap aktif memperjuangkan hak korban pelecehan oleh pastor.
Pastor David Holley meninggal dalam penjara tahun 2008, dijatuhi hukuman 275 tahun atas 8 tindak pelecehan seksual. Pastor John Geoghan, pastor pertama yang diselidiki oleh Boston Globe, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara atas 1 tindakan pelecehan, padahal tuduhannya adalah terhadap 150 anak. Pastor Geoghan kemudian tewas dibunuh oleh narapidana lain dalam penjara.
Kardinal Bernard Law yang dituding menutupi semua kasus pelecehan oleh pastor di Boston mengundurkan diri tahun 2002, tetapi malah dipindahkan ke Basilika Santa Maria Maggiore, salah satu gereja terpenting di Roma.
Berawal dari Boston, para korban pelecehan oleh pastor predator di seluruh dunia ikut bersuara. Daftarnya silakan Kompasianer lihat sendiri di Google, tidak cukup dibaca semalam. Berdasarkan laporan dari John Jay College of Criminal Justice, antara tahun 1950-2002 ada 10.667 laporan terhadap 4.392 pastor atas pelecehan seksual terhadap anak di bawah usia 18 tahun di Amerika Serikat saja. Mei 2016, Paus Fransiskus menyatakan saat ini ada kira-kira 2000 kasus pelecehan seksual yang masih menggantung. Saat ini, SNAP sudah mencatat lebih dari 22 ribu anggota.
Sebagai upaya menutupi kasus pelecehan seksual, pihak gereja biasanya memberikan uang damai yang cukup besar. Tahun 2003, Keuskupan Boston menggelontorkan dana 85 juta USD untuk mendamaikan lebih dari 500 tuntutan hukum. Rata-rata pada 195 keuskupan di Amerika Serikat, dikeluarkan 300.000 USD per tahunnya untuk biaya menutupi skandal ini.
Sejak reportase Boston Globe, pihak Vatikan telah memecat hampir 850 pastor dan memberi sanksi kepada lebih dari 2500 pastor tetapi belum ada perubahan sistem yang berarti untuk mengatasi permasalahan ini. Paus Fransiskus yang selama ini dinilai cukup vokal membela hak umat miskin dan terpinggirkan nyatanya juga tidak memberikan respons yang memuaskan, beliau yang menyampaikan permintaan maaf dan rasa simpati pada korban di 1-2 negara saja tanpa ada tindakan yang revolusioner.
Kira-kira demikian yang terjadi di Gereja Katolik.
Di kalangan umat Buddha juga terjadi. Pelecehan seksual terhadap perempuan maupun anak-anak yang dilakukan oleh biarawan Buddha di seluruh dunia misalnya di Bhutan, Thailand, Vietnam, China, dll, telah beberapa kali menjadi headlines. Dan seperti petinggi agama lainnya yang seakan-akan terlindungi oleh ajaran kebaikan dalam agama, motivasi untuk selalu memaafkan yang bersalah dan ketakutan merusak wibawa agama, hampir tidak pernah mendapat hukuman yang setimpal, bahkan tidak pernah dilaporkan dan diproses. Predator berselubung jubah keagamaan melenggang bebas dan terus memakan korban.Â
Dari sekian banyak contoh ini, masyarakat seharusnya menyadari bahwa agama tidak relevan dalam pelecehan seksual. Pelecehan seksual tidak pandang usia, jenis kelamin, jabatan, agama, ras, tingkat pendidikan, kewarganegaraan, profesi, dll. Siapa pun bisa menjadi pelaku, termasuk pemimpin agama, siapa pun bisa menjadi korban, termasuk kita yang merasa bergaul di lingkungan yang "aman" ini.
Referensi:
- bostonglobe.com
- theguardian.com
- newyorker.com
- telegraph.co.uk
- wikipedia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H