Keberanian mereka dibakar oleh rasa muak atas banyaknya kematian yang tidak perlu, ditopang oleh kemampuan mereka dalam berargumen akan dicatat dalam sejarah. Bagaimana mereka bisa begitu hebat? Jawabannya terletak pada sistem pendidikan di sekolah mereka yang memasukkan kurikulum pelajaran debat. Para siswa itu menyatakan bahwa selama 4 tahun di sekolah menengah mereka mengasah kemampuan mereka berdebat mengenai berbagai topik kontroversial dan salah satu topik yang paling sering diangkat adalah mengenai kepemilikan senjata.
Distrik Broward di Parkland, Florida dikenal memiliki kurikulum program debat terbesar di Amerika Serikat, mereka mewajibkan siswa mengikuti program debat di semua sekolah menengahnya, baik intrakulikuler maupun ekstrakulikuler. Bahkan beberapa tahun terakhir, sekolah dasar juga mulai banyak yang mengadaptasi kurikulum ini. 80% siswa dari Distrik Broward mengikuti kompetisi debat setiap tahunnya baik nasional maupun internasional.
Para siswa Stoneman Douglas mengatakan program debat di sekolah mereka begitu berat, setiap saat siswa terus ditempa pola pikir kritisnya, diasah kemampuannya dalam mengolah data lalu menyusunnya menjadi argumen yang singkat jelas padat dan tepat sasaran. Para siswa ini tidak pernah menyangka, pelajaran yang selama ini dirasakan melelahkan bagi mereka ternyata membangun suatu pondasi kuat bagi mereka menghadapi tragedi di sekolah mereka dan memampukan mereka menyusun aksi protes secara cerdas.
Bagaimana dengan pendidikan di negara kita? Apakah kita sudah mempersiapkan anak-anak kita untuk menghadapi permasalahan di dunia luar? Saat ini pendidikan di Indonesia masih berupa pendidikan satu arah, guru memberitahu ilmu dan pelajaran, anak-anak terbiasa disuapi data tanpa pernah dipancing rasa penasarannya soal mengapa begini mengapa begitu, bagaimana bila seperti ini, apa yang perlu dilakukan bila begitu, sehingga anak-anak hanya menjadi pintar di atas kertas, tetapi mati kutu dalam menghadapi permasalahan hidup.Â
Persoalan inilah yang akhirnya melahirkan anak-anak yang hanya berani mengangkat kartu kuning tanpa punya data yang valid apalagi solusi praktis, hanya berani komentar penuh kebencian di media sosial tetapi kemudian menangis bila dilaporkan ke polisi, lebih percaya pada hoax daripada mencari sumber yang terpercaya.
Kita harus berusaha mengadaptasi konsep pendidikan dari luar negeri kemudian disesuaikan dengan situasi di Indonesia. Jangan juga buta-buta meniru program debat di sana, takutnya masyarakat kita tidak siap. Perwakilan lomba debat dari Indonesia ke luar negeri saja malah lebih dikomentari soal busananya daripada kemampuan berdebatnya.
Referensi:Â
miamiherald.com
time.com
newyorker.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H