Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Potret Klasik Perjuangan Moral dalam Film "Silenced"

23 Februari 2018   06:30 Diperbarui: 23 Februari 2018   13:30 10234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sisi korban dan sang pejuang juga bukan hal sederhana, banyak hal yang memberatkan. Kang In Ho dalam perjuangannya dibenturkan dengan kebutuhan finansialnya sebagai orang tua tunggal, setelah kasus ini merebak Kang In Ho langsung kehilangan pekerjaannya, ibunya sama sekali tidak mendukung perjuangannya karena khawatir dengan keselamatannya. Korban yang masih di bawah umur harus diwakilkan oleh keluarga dalam mengambil keputusan, keluarga korban yang memiliki kesulitan finansial dan ternyata juga memiliki keterbelakangan mental tanpa banyak tanya segera menyetujui permintaan damai dari terdakwa. 

Sudah jatuh tertimpa tangga, korban yang seharusnya menjadi sosok sentral justru seakan-akan invisible, tidak diperhatikan perasaannya apalagi kesejahteraannya. Saya tidak bisa menahan air mata saya ketika salah satu korban, Joen Min Su, histeris setelah mengetahui bahwa keluarganya sudah menandatangani perjanjian damai. Diceritakan Joen Min Su akhirnya membalas dendam sendiri kepada pelaku sekalian bunuh diri.

Mungkin jauh lebih mudah apabila pejuang keadilan adalah sosok angelik yang hidup soliter tanpa sekian banyak baggages yang harus dia pikirkan dalam hidupnya. Atau jauh lebih mudah bila korban adalah sosok robotik, yang tidak punya perasaan, tidak punya keluarga, tidak punya masa depan. Tapi bila demikian maka semuanya jadi tidak relevan dan tidak perlu diperjuangkan.

Pola pertarungan ala Daud versus Goliath seperti ini mungkin akan senantiasa terjadi sampai akhir zaman dalam perjuangan memperoleh keadilan di mana pun, hanya bedanya di sini Sang Goliat hanya dapat benjol sedikit sementara Daud babak belur plus mendapat malu dan bullying. Dan sama seperti perjuangan demi keadilan lainnya di dunia nyata, film ini pun berakhir sad ending bagi para korbannya.

Selesai menonton film ini, hati saya terasa perih tersayat-sayat. Kisah ini nyata terjadi, bukan imajinasi liar penulis skenario. Saya hanya bisa berdoa, film ini tidak menjadi nyata di negara kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun