Setelah membaca artikel saya kemarin "Rajin Tangkap Artis, Rajin Benahi Sistem Rehabnya Gak?", mungkin ada beberapa kompasianer yang bertanya-tanya, seperti apa sih parahnya sakau heroin? Sebelum menjawab pertanyaan itu saya harus menjelaskan dulu mengenai heroin.
Heroin adalah obat golongan opioid, dia satu golongan antara lain dengan morfin, codein, oxycodone yang namanya sering kita dengar. Obat golongan opioid adalah obat anti nyeri kelas berat, digunakan legal secara medis dalam penanganan rasa nyeri tingkat tinggi seperti pada pasien kanker. Obat ini juga sebagai obat penenang.
Obat golongan ini bereaksi dalam tubuh manusia dengan cara berikatan pada reseptor opioid dalam sel saraf tubuh kita.Â
Believe it or not, tubuh kita mempunyai reseptor opioid, yang fungsinya memang bekerja sama dengan opioid. Bagaimana mungkin bisa terjadi? Apakah Tuhan sengaja menciptakan kita untuk kecanduan opioid?
Begini sejarahnya, opium sudah digunakan sejak zaman Yunani dan Romawi kuno, bahkan penggunaan opium sebagai anti nyeri sudah lazim digunakan sebelum zaman Hippocrates, Bapak Ilmu Kedokteran, dan beriringan dengan pemakaiannya, begitu juga kecanduannya. Baru setelah era kedokteran modern, diteliti mekanisme kerja opium dalam tubuh manusia.Â
Lalu ditemukanlah reseptor pada sel saraf kita yang mengikat opium, yang normalnya berikatan dengan salah satu neurotransmitter. Neurotransmitter adalah senyawa kimia yang mengantarkan sinyal antar sel saraf manusia dan membuat sel saraf bekerja sesuai fungsinya. Â Reseptor tersebut kemudian dinamai reseptor opioid dan neurotransmitternya dinamai endorphin, singkatan dari endogenus morphin.
Endorphin adalah salah satu neurotransmitter kebahagiaan. Pada saat tubuh mengalami stress, misalnya karena kesakitan atau ketakutan, maka tubuh akan mengeluarkan endorphin untuk meredam stress tersebut melalui pelepasan dopamin.Â
Respon yang terjadi adalah berkurangnya rasa sakit, pikiran jadi lebih tenang, bahkan semua fungsi vital manusia juga ikut tenang yaitu pernafasan dan denyut jantung melambat, suhu tubuh dan tekanan darah menurun.
Perbedaan antara endorphine dengan morfin, heroin atau obat opioid lainnya adalah obat opioid memiliki efek yang jauh lebih kuat daripada endorphine, dopamine yang dilepaskan jauh lebih banyak sehingga pengguna merasa sangat sangat tenang bahkan euphoria atau "high". Opioid adalah obat respon cepat, bila diinjeksikan ke pembuluh darah, efek high ini bisa didapat dalam waktu kurang dari 10 detik.Â
Setelah injeksi, pengguna langsung merasa nikmat kemudian mengantu. Dalam kondisi overdosis, pengguna bisa kehilangan kesadaran. Kompasianer pasti ingat berita tahun lalu, Roger Danuarta ditemukan dalam kondisi tidak sadar dengan jarum suntik masih menempel di lengan setelah menggunakan heroin.Â
Begitu cepatnya efek heroin sampai Roger langsung hilang kesadaran sebelum sempat mencabut jarum suntiknya. Dalam kondisi overdosis yang lebih parah, pengguna bisa meninggal karena fungsi vital yang "terlalu tenang" alias berhenti.
Perbedaan lainnya adalah obat opioid mengeluarkan histamine. Histamin adalah salah satu senyawa yang keluar ketika kita alergi, efeknya adalah mata gatal dan berair, hidung berair, kulit gatal.Â
Bagi yang belum pernah melihat pecandu heroin, bisa melihat di film-film Indonesia yang menampilkan pecandu narkoba. Dunia perfilman Indonesia yang kekurangan ilmu hampir selalu menampilkan pecandu narkoba golongan opioid, dengan tampilan mata cekung hitam, tatapan kosong, tangan selalu menggosok-gosok hidung yang gatal, menggigil tergeletak di sudut ruangan. Â
Nah, sekarang baru akan saya jawab pertanyaan tadi. Lama amat ya jawabnya. Kunci jawabannya adalah hukum alam yang mengatakan "what goes up, must go down", makin tinggi terbangnya makin sakit jatuhnya.Â
Penyalahgunaan opioid termasuk heroin, "high"nya sangat tinggi dan sangat cepat, maka sakaunya akan sangat parah.Â
Hal ini disebabkan karena tubuh kita bila dipaksa terus untuk bekerja melewati batas normal yaitu pelepasan dopamine terus-menerus dalam jumlah besar, maka akan sampai pada suatu saat di mana tubuh kelelahan, reseptor sudah tidak bisa bekerja lagi, dopamine sudah tidak bisa dikeluarkan lagi.
Bila disuntikkan ke pembuluh darah, "high"nya heroin terasa hanya kurang lebih 4-5 jam, setelah efek heroin hilang, pecandu harus segera menyuntikkan heroin lagi. Bila tidak segera disuntikkan, dalam waktu paling tidak 6 jam ke depan, pecandu akan mulai merasakan sakau.Â
Gejala sakau ini akan mencapai puncaknya pada hari pertama sampai ketiga, lalu perlahan-lahan mulai mereda dalam waktu satu minggu. Tingkat keparahan dan lamanya sakau tergantung dari tingkat kecanduannya, semakin lama dan berat kecanduannya, sakaunya juga akan semakin parah dan semakin lama.
Selama masa sakau itu, yang dirasakan oleh pecandu adalah kebalikan dari masa "high"nya. Dia menjadi sangat gelisah dan paranoid, jantungnya berdetak sangat cepat, semua kecemasan dan ketakutan dalam pikirannya langsung menyerang.Â
Suhu tubuhnya naik, nafasnya cepat, tekanan darahnya meningkat. Dan yang paling parah rasa nyeri yang dirasakan seluruh tubuh. Rasa nyeri ini begitu menyiksa dan terjadi dari ujung kepala sampai ujung kaki, luar dan dalam, bahkan sentuhan kecil pada tubuh mereka bisa membuat mereka super kesakitan.Â
Mereka bisa merasa ada serangga yang sedang merayap di bawah kulit mereka, kepala mereka terasa mau pecah, perut terasa dipelintir, tulang-tulang ngilu, sekujur tubuh berkeringat dan gemetaran, tidak bisa tidur berhari-hari.Â
Tidak jarang mereka membenturkan kepalanya untuk mengeluarkan rasa sakitnya atau meregang-regang di lantai. Bayangkan seminggu lebih harus berada dalam kondisi tersiksa seperti itu!
Kondisi sakau sendiri tidak akan menimbulkan kematian, yang mematikan adalah cara mereka berusaha mengatasi rasa nyerinya. Banyak yang melakukan tindakan berbahaya untuk melepaskan rasa sakitnya, bahkan sampai bunuh diri.Â
Kondisi sakau heroin sangat mengerikan untuk dilihat, oleh karenanya lebih dipilih metode rehabilitasi medis dengan memberikan obat substitusi agar pecandu tidak perlu melewati siksaan fisik yang tak tertahankan yang bisa membuat mereka membahayakan diri mereka sendiri.
Gimana, tertarik mencoba? Menyerahkan hidup dikendalikan oleh satu bahan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H