Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rajin Tangkap Artis, Rajin Benahi Sistem Rehabnya Gak?

5 Januari 2018   16:10 Diperbarui: 6 Januari 2018   10:14 1259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
thediscoveryhouse.com

Sepanjang tahun 2017 setidaknya ada 7 orang artis yang ditangkap terkait kepemilikan narkoba, yang terakhir adalah artis Jennifer Dunn yang cukup menyita perhatian karena merupakan kali ketiga JeDun ditangkap terkait narkoba. 

Tampaknya Badan Narkotika Nasional alias BNN sedang berusaha meningkatkan kinerjanya dengan giat menangkap pelaku penyalahgunaan narkoba, saya yakin masyarakat biasa yang ditangkap juga jumlahnya meningkat, hanya saja tidak dipublikasikan di media karena bukan orang terkenal. 

Penggagalan aksi penyelundupan narkoba juga sering muncul di berita akhir-akhir ini dan jumlahnya rata-rata istimewa, malah sebelum tahun baru kemarin berhasil ditemukan pabrik sabu di salah satu diskotek di Jakarta. (Lihat semua aktivitas BNN di www.bnn.go.id)

Dengan meningkatnya penangkapan pelaku penyalahgunaan narkoba tentu saja okupansi panti rehabilitasi dan lapas blok narkoba ikut meningkat juga. Apakah BNN juga juga memperhatikan peningkatan kualitas sistem rehabilitasi di Indonesia? 

Karena percuma saja bila pelaku hanya ditangkapi tetapi tidak mendapat penanganan yang sesuai, beberapa tahun lagi dia akan ditangkap lagi karena kasus yang sama karena akar permasalahannya tidak diatasi. Sama saja dengan menangkap tikus, dimasukkan dalam kerangkeng, tetapi 1 minggu kemudian pintunya dibuka, maka beberapa bulan lagi kita harus menangkap tikus itu lagi, contohnya sudah ada pada Jennifer Dunn.

Mari kita lihat dulu sistem rehabilitasi di Indonesia. BNN memiliki 33 kantor masing-masing satu di setiap propinsi dan 6 balai besar rehabilitasi yaitu di Lido, Samarinda, Lampung, Batam, Deli Serdang dan Sulawesi Selatan. Juga masih banyak pusat rehabilitasi non panti yang secara berkala dikontrol oleh BNN.

Bila seorang pecandu narkoba masuk ke panti rehabilitasi BNN, pertama-tama mereka akan diassess kesehatan fisik dan mentalnya oleh dokter terlatih untuk ditentukan rehabilitasi medis apa yang akan dilakukan. 

Ada dua pilihan rehabilitasi medis yaitu: pertama cold turkey, cara ini bisa disebut cara "sadis" karena pecandu akan langsung dihentikan pemakaian obatnya dan dibiarkan sampai proses sakaunya hilang dengan sendirinya. Ini adalah metode tertua dalam menangani pecandu narkoba. 

Kedua ada terapi substitusi, terapi ini ditentukan oleh dokter saat assessment, apakah pasien perlu diberikan obat substitusi agar proses lepas obatnya tidak menyiksa karena terlalu mendadak tetapi efek kecanduannya perlahan bisa dikurangi. Terapi substitusi ini kebanyakan digunakan untuk pecandu golongan opioid, contohnya heroin. 

Karena gejala sakaw dari pecandu heroin bisa sangat hebat, membuat pasien menderita dan berlangsung lama, sehingga malah menambah rasa ingin segera menggunakan heroin lagi. Metode cold turkey seringkali dianggap tidak manusiawi dalam menangani pecandu heroin.

Setelah proses rehabilitasi medis, pasien melanjutkan dengan rehabilitasi non medis. Metode rehabilitasi non medis yang digunakan di panti rehabilitasi di Indonesia adalah Therapeutic Community (TC). Metode ini pertama dikembangkan di Amerika Serikat tahun 1950. 

Metode ini adalah metode berbasis kelompok yang mengutamakan partisipasi aktif dari residen. Semua residen diatur untuk tinggal dan melakukan berbagai aktivitas bersama-sama tanpa memandang jenis kecanduannya, usianya, penyakit mentalnya dan apakah dia residen baru atau sudah mau lulus program. 

Program ini dimaksudkan agar antar residen bisa saling mendukung, residen baru bisa belajar dari residen yang sudah mau lulus, residen yang sudah mau lulus diingatkan kembali konsekuensi penyalahgunaan narkobanya dengan melihat residen yang baru datang, antar residen saling menegur, saling mendukung, memberi pujian, berbagi cerita, dll. 

Metode ini terbukti jauh lebih efektif ketimbang metode satu arah yang pemberian inputnya hanya dari terapis saja karena besarnya rasa empati antar residen membuat semua input dari residen lain yang mengalami kondisi yang kurang lebih sama dengan dirinya lebih didengar, lebih mengena dan lebih mungkin untuk dilakukan.

Di dalam TC ini kurikulum yang wajib dikuasai oleh residen adalah 12 langkah yang juga diadaptasi dari komunitas Alcohol Anonymous (AA) dari Amerika Serikat. Apa saja 12 langkah tersebut dapat dilihat pada gambar. Setelah lulus program rehabilitasi, BNN memfasilitasi tahap bina lanjut atau after care,di mana mantan residen bisa kembali ke kehidupan sehari-harinya seperti bekerja atau sekolah tetapi masih tetap dalam pengawasan BNN.

Waktu yang diperlukan bagi seorang pecandu untuk menyelesaikan rehabilitasinya tidak dapat ditentukan karena berbeda bagi setiap orang. Yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat adalah setelah lulus dari program rehabilitasi BUKAN BERARTI keinginan untuk memakai narkoba hilang sama sekali. 

Bagi seseorang yang sudah pernah kecanduan narkoba, keinginan untuk menggunakan narkoba lagi tidak pernah hilang, akan selalu ada dan menghantui, bahkan besarnya keinginan tersebut juga tidak berkurang. Hanya setelah lulus program rehabilitasi diharapkan mereka bisa mengolah dan mengendalikan keinginan tersebut, lebih baik lagi mengarahkannya pada kegiatan yang lebih positif.

Saya memberikan apresiasi dan memberikan dua jempol atas kinerja aparat kepolisian dan BNN dalam upaya memberantas narkoba di Indonesia, mereka semua sudah bekerja dengan sangat keras demi kemajuan bangsa kita. 

Semoga kinerja yang baik ini berlaku holistik dalam semua unit kerja BNN termasuk bidang rehabilitasi, mengevaluasi apakah kapasitas panti rehabilitasi mencukupi? Apakah fasilitasnya memadai? Apakah staffnya sudah cukup terlatih? Apakah metode yang diadaptasi dari luar negeri sudah cocok untuk karakter budaya masyarakat Indonesia? Apakah semua panti rehabilitasi sudah terstandar, panti rehabilitasi di Sulawesi sama bagusnya dengan yang di Jawa? Semua ini perlu agar aksi penangkapan penyalahguna dan bandarnya tidak hanya seperti aksi kucing kejar tikus saja atau aksi gertak sambal saja, hanya jadi ajang unjuk dada kepolisian dan BNN tetapi benar-benar efektif dan tepat sasaran, supaya semua kerja kerasnya tidak sia-sia.

Terus semangat POLRI dan BNN!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun