Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perilaku Bunuh Diri (1): Aku Ingin Mati

17 Desember 2017   13:46 Diperbarui: 17 Desember 2017   23:50 4620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: geckoandfly.com

Coba kita berusaha mengingat-ingat setiap kalimat yang kita ucapkan sehari-hari, pasti pernah mengucapkan kalimat yang kurang lebih seperti ini:

"Duh, tugas dari Pak Dosen Killer ini nyusahin banget, pengen mati aja gue rasanya!"

atau

"Kalau ditanya cantikan mana, aku atau mantanmu, mending gue mati aja."

Atau yang paling sederhana

"Mati aku!"

Hampir selalu tanpa sadar sehari-hari kita menyampaikan pernyataan yang suicidal atau bersifat ingin mengakhiri nyawa sendiri. Kita lupa bahwa ada orang-orang lain yang sama-sama hidup dan tinggal di bumi ini bersama dengan kita yang sehari-hari benar-benar ingin mengakhiri hidupnya, benar-benar merasa bahwa hidupnya tidak ada gunanya, permasalahannya tidak mungkin untuk diatasi, semuanya sudah tanpa harapan. 

Pikiran mereka didominasi oleh rencana-rencana tentang bagaimana mereka bisa mengakhiri hidup mereka, bagaimana hidup orang lain bisa lebih bahagia tanpa adanya mereka, bagaimana semua masalah yang mereka punya akhirnya tidak perlu mereka hadapi lagi, masalah-masalah yang jauh lebih rumit ketimbang ditanya soal mantan atau apakah pacarmu lebih gendut atau tidak.

Dalam terminologi ilmu kejiwaan, dikenal yang namanya suicidal behavior (perilaku bunuh diri). Suicidal behavior terdiri dari suicidal thoughts (pikiran tentang bunuh diri), suicide attempts (percobaan bunuh diri) dan complete suicide (bunuh diri yang berhasil). Ketiga unsur perilaku bunuh diri ini adalah suatu urutan proses, dimulai dari pikiran/ide lalu percobaan sampai tindakan yang berhasil. 

Tidak semua orang akan melewati proses perilaku bunuh diri yang lengkap. Sebagian besar hanya memiliki pikiran tentang bunuh diri, sebagian kecil sampai pada percobaan bunuh diri, sebagian lebih kecil lagi lengkap sampai benar-benar berhasil bunuh diri. Percobaan bunuh diri adalah suatu KEGAWATDARURATAN, artinya memerlukan intervensi terapeutik segera.

Percobaan bunuh diri pasti dimulai dari pikiran tentang bunuh diri. Jadi seharusnya seseorang sudah mulai diintervensi ketika dia masih hanya memiliki pikiran bunuh diri, sebelum menjadi kejadian gawat darurat yaitu percobaan bunuh diri. Tetapi sayangnya masih banyak sekali orang yang tidak menganggap pikiran bunuh diri sebagai alarm atau peringatan bagi orang luar bahwa ada sesuatu yang sangat salah dalam hidup orang tersebut. 

Ketika mendengar cerita tentang seseorang yang gagal bunuh diri, entah karena ditemukan orang atau karena dia memberitahu orang lain tentang rencananya, hampir pasti saya mendengar komentar seperti ini:

"Mau mati kok bilang-bilang? Gak bener-bener pengen mati itu. Kalau mau mati ya langsung aja. "

Atau

"Nyayat di pergelangan tangan sih mana bakal mati."

Atau

"Ah orang bego itu. Iya mending mati aja, berkurang satu orang lemah di dunia ini."

Saya sering tidak bisa mempercayai mata dan telinga saya ketika membaca atau mendengar komentar seperti di atas. Are you f**king serious? Di mana rasa kemanusiaannya? Apakah kalian tidak memikirkan perasaan keluarga yang harus menghadapi kejadian seperti itu? Apakah tidak pernah terlintas dalam pikiran kalian apa yang kira-kira terjadi dalam hidup orang itu sampai dia ingin mati? 

Secara natural, tidak ada orang yang benar-benar ingin mati. Jika seseorang sampai ingin mengakhiri hidupnya berarti dia sudah kewalahan menghadapi hidup ini, dia merasa melanjutkan hidup di dunia lebih banyak membawa keburukan atau kesedihan dibandingkan dengan mengakhiri hidupnya. 

Dia lebih memilih resiko pergi menuju ke suatu tempat yang belum dia ketahui karena dia berharap mungkin di dunia orang mati segalanya jauh lebih baik daripada di dunia. Betapa gelapnya hidup seseorang sampai dia memiliki pikiran seperti itu.

Bukti lain yang menunjukkan bahwa bangsa dan negara kita sama sekali tidak menganggap hal ini penting adalah tidak adanya sarana dari pemerintah untuk menolong orang-orang dengan keinginan bunuh diri. Indonesia belum mempunyai hotline atau lembaga yang bisa dihubungi bila ada seseorang yang ingin bunuh diri. 

LSM juga belum banyak yang bergerak di bidang ini. Saya baru menemukan satu yaitu Komunitas Into The Light. Sulit bagi satu LSM untuk mengatasi permasalahan bunuh diri di satu negara seluas ini tanpa ada dukungan dari pihak-pihak lain termasuk pemerintah dan masyarakat luas.

Seharusnya sebagai manusia, kita tidak ingin ada sesama manusia yang harus kehilangan nyawanya dengan cara yang mengenaskan, dengan alasan yang menyayat hati. Seseorang seharusnya meninggal dalam keadaan tenang dan bahagia. Kita seharusnya tidak menunggu sampai seseorang berhasil bunuh diri baru mengulang kembali segala kenangan atau pertanda yang ditinggalkan almarhum. 

Sesudah seseorang mati, tidak ada gunanya lagi kita berandai-andai dan menyesali apa yang tidak kita lakukan. Semuanya itu harus dilakukan ketika orang tersebut masih hidup.

Anne Frank, seorang remaja yang meninggal di kamp konsentrasi Nazi saat perang dunia kedua menuliskan kalimat ini dalam buku hariannya yang sangat terkenal.

"Orang mati menerima lebih banyak bunga daripada orang yang masih hidup karena penyesalan lebih kuat daripada rasa syukur."

Kenapa kita harus menunggu sampai seseorang meninggal baru memberikan penghargaan, menunjukkan rasa syukur kita akan kehadiran seseorang? Penghargaan dibutuhkan saat orang tersebut masih hidup, selama dia masih bisa merasakan indahnya dihargai, hangatnya dirangkul, nyamannya dicintai. 

Orang dengan perilaku bunuh diri sangat membutuhkan bantuan, seringkali pikiran atau percobaan bunuh diri mereka adalah cara mereka menjerit minta tolong, mungkin karena ketika mereka minta tolong hanya lewat kata-kata tidak ada satupun dari kita yang menoleh. 

Kita harus membantu mereka. Don't take anyone for granted! Jangan sampai kita harus menyesal kehilangan seseorang yang baru kita sadari kehadirannya saat mereka sudah tidak ada. Perbaiki pola pikir dan perilaku kita mengenai bunuh diri. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun