Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penyalahgunaan Narkoba (1): Hanya Takut, tapi Tidak Paham

15 Desember 2017   11:02 Diperbarui: 15 Desember 2017   11:23 1261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya tumbuh besar di keluarga Katolik yang aktif dan taat, bersekolah di sekolah Katolik yang disiplin mulai dari TK sampai SMA. Saya selalu berada di lingkungan yang aman, lurus dan penuh kasih sayang. Orang tua saya tidak bisa dikategorikan sebagai orang yang berpendidikan tinggi, tetapi mereka sangat menjunjung tinggi pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya.

Saya ingat ketika saya SMP ada penyuluhan berkala di sekolah mengenai penyalahgunaan narkoba, bekerja sama dengan Yayasan Cinta Anak Bangsa. Karena saya termasuk siswa berprestasi di sekolah saya ditunjuk untuk menjadi salah satu duta anti narkoba di sekolah, tugasnya antara lain menyusun brosur dan kegiatan berkelanjutan mengenai bahaya narkoba. Saya bahkan memenangkan juara karya tulis yang diadakan di akhir kegiatan penyuluhan tersebut.

Tetapi saya tidak pernah benar-benar paham tentang jenis-jenis narkoba, obat yang mana menyebabkan orang menjadi seperti apa, kenapa orang bisa sampai menggunakan narkoba. Jenis-jenis narkoba terlalu banyak, tidak mempengaruhi nilai rapor saya juga bila saya ingat semua jenisnya, jadi semuanya hanya sambil lalu saja, tidak pernah benar-benar masuk ke sanubari. Toh saya juga tidak pernah bertemu atau kenal dengan pengguna narkoba seumur hidup saya, apalagi berinteraksi akrab, mungkin juga tidak akan pernah. Yang penting saya tahu lah, narkoba itu buruk dan harus dihindari. Titik.

Lalu saya menjadi mahasiswa kedokteran. Di departmen ilmu kejiwaan, saya harus mempelajari mengenai obat-obatan terlarang dan bagaimana efeknya kepada tubuh manusia serta bagaimana cara penanganannya. Saya pelajari hanya agar saya bisa lulus, sekali lagi karena jenisnya terlalu banyak, semakin hari ada jenis baru lagi yang muncul, masih banyak bahan pelajaran lain yang juga harus saya hafalkan. Saat koas pun, saya tidak berinteraksi dengan pasien dengan ketergantungan narkoba. Selesai ujian, saya melupakan hampir semua ilmu tentang jenis-jenis narkoba itu karena sekali lagi saya tidak pernah benar-benar berinteraksi dengan pecandu narkoba dan saya tidak ada niatan untuk melakukan itu.

Sampai akhirnya setelah sekian tahun saya menjadi dokter, saya bertemu lagi dengan teman baik saya saat bersekolah dulu, setelah sekian tahun lost contact. Dan dia sudah menjadi seorang pecandu narkoba. Setelah berinteraksi cukup dekat, saya jadi menyadari bahwa dia masih teman yang saya kenal dulu, dia masih semenyenangkan dulu, tetapi sekarang banyak pola pikir, sikap dan tindakannya yang berubah, dan saya duga itu karena narkoba yang ia salahgunakan.

Maka saya mulai mempelajari ulang dengan lebih seksama dan lebih empatik mengenai jenis-jenis narkoba, bagaimana efeknya, apa yang dirasakan bila sedang sakaw. Dan semakin saya mempelajari semakin saya menyadari sebuah dunia yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Saya sekarang lebih bisa memahami bagaimana seseorang bisa menjadi kecanduan, kenapa seseorang lebih memilih obat ketimbang hal lain, bahwa ini sebenarnya sama dengan kecanduan terhadap barang lain, bahwa selama ini pecandu narkoba telah dinilai secara salah oleh masyarakat dan permasalahan narkoba disikapi secara salah oleh banyak orang termasuk pemerintah.

Dan kesalahan ini menurut saya pribadi berawal dari rendahnya pengetahuan kita semua mengenai narkoba. Contohnya adalah saya sendiri, seorang dokter, tetapi tidak pernah benar-benar paham mengenai narkoba sebelum saya bertemu dengan teman saya tersebut. Contoh lain adalah keluarga saya. Adik saya saat ini tinggal di Perancis. Saat dia dan teman-temannya jalan-jalan ke Amsterdam, dia mencoba brownies ganja, lalu dia menceritakan kepada orang tua saya. Saat itu juga, orang tua saya langsung mengamuk dan mengancam akan memulangkan dia ke Indonesia bila dia melanjutkan kegiatan haram tersebut.

Menurut orang tua saya, ganja adalah obat terlarang yang super berbahaya yang akan membuat kecanduan dalam sekali pakai karena seperti tagline di kampanye anti narkoba "Sekali coba, menyesal seumur hidup!" Adik saya kaget dengan reaksi orang tua saya yang dia nilai berlebihan, lalu sebagai upaya menengahi saya minta kedua orang tua saya untuk mempelajari lebih lanjut mengenai ganja. Baru kemudian mereka mengetahui bahwa ganja memiliki karakter tersendiri, bahwa tidak secepat dan semudah itu untuk menjadi kecanduan terhadap ganja bahkan mereka kemudian menemukan bahwa di beberapa negara mulai ada bentuk dukungan terhadap ganja sebagai pengobatan yang efektif terhadap penyakit-penyakit tertentu.  Setelah itu baru mereka melunak terhadap adik saya.

Soal ganja ini membuat saya jadi teringat dengan kasus Fidelis, seorang suami yang akhirnya dipenjara karena menanam ganja di rumahnya demi pengobatan sang istri yang menderita penyakit Syringomyelia yang belum ada penanganan definitifnya. Istri Bapak Fidelis, Alm. Yeni Riawati, sempat merasakan perbaikan kualitas hidup setelah mengonsumsi ganja tersebut. Tetapi karena suaminya dikriminalkan dan akhirnya dipenjara, akses terhadap ganja yang selama ini membantunya harus terhenti dan akhirnya beliau meninggal dunia.

Saya pribadi merasa sangat sedih dengan kasus ini, sedih dengan hal yang harus dihadapi oleh Bapak Fidelis dan keluarganya, rasa frustasinya untuk berusaha menolong istrinya, kedua anaknya yang harus kehilangan ibu sekaligus ayah mereka, niatan yang tulus harus dipatahkan karena aturan yang dibuatkan berdasarkan ketidakpahaman dan ketakutan semata. Terlebih saya merasa sedih dan prihatin karena begitu rendahnya pengetahuan masyarakat tentang narkoba.]

Orang tua saya sendiri, yang seorang anaknya adalah dokter, yang selama ini menjunjung tinggi pendidikan, tidak paham satu hal pun tentang obat terlarang. Bagaimana dengan orang tua --orang tua lainnya? Yang diketahui hanyalah bahwa narkoba berbahaya, jauhi narkoba, jangan bergaul dengan pecandu narkoba, narkoba barang haram. Hanya jargon-jargon yang mengedepankan kengerian dan memunculkan ketakutan tanpa benar-benar memberikan ilmunya.

Sekarang kita hanya takut, tanpa kita tahu apa yang sebenarnya kita takutkan. Sungguh ketakutan yang bodoh sekali! Ketidaktahuan kita ditambah dengan ketakutan ekstrim kita hanya akan membuat kita mudah diprovokasi, dihasut, ditipu oleh berita-berita hoax, tanpa kita menyadari bahwa kita sedang disetir oleh pihak-pihak yang lebih paham demi kepentingan mereka.

Jadi pertanyaan satu juta dollarnya adalah: bagaimana kita bisa berperang melawan penyalahgunaan narkoba bila kita tidak tahu apa yang kita perangi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun