Mohon tunggu...
Sandra Suryadana
Sandra Suryadana Mohon Tunggu... Dokter - 30 tahun lebih menjadi perempuan Indonesia

Memimpikan Indonesia yang aman bagi perempuan dan anak-anak. More of me: https://sandrasuryadana.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Indonesia Darurat Bullying (2): Mengapa Orang Gemuk Rentan Dibully

10 Desember 2017   11:48 Diperbarui: 10 Desember 2017   12:58 1981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ada begitu banyak hal yang lebih penting yang menyebabkan bullying bisa terjadi, dari sisi pelaku,sisi penonton, sisi orang dewasa yang ada di TKP. Tetapi ada satu hal yang sangat signifikan yang mendorong pelaku melakukan bullying yaitu rasa iri.  Bila seorang anak dengan kecenderungan perilaku agresif merasa iri dengan temannya karena melihat anak tersebut memiliki apa yang tidak dia miliki (terutama popularitas), perilaku agresif ini akan dengan cepat bertumbuh menjadi bullying. 

Apalagi bila sekali dua kali perilaku agresif mereka tidak mendapat konsekuensi negative bahkan mendapat apresiasi maka saat itu lahirlah bullying. Pelaku bullying TIDAK PERNAH langsung membully sasarannya. Mereka selalu mengetes air terlebih dahulu, mencoba-coba target mana yang bisa dibully, yang tidak akan melawan, melihat reaksi guru atau orang tua ketika mereka mulai meledek calon korban, melihat tempat-tempat yang leluasa untuk menindas korban, bila semua aman tanpa masalah baru mereka melanjutkan agresi mereka menjadi aksi bullying. (Penjelasan mengenai bagaimana seorang anak bisa menjadi pelaku bullying dapat Anda baca di artikel saya berikutnya).

Tidak sulit memahami bagaimana anak gemuk dan anak bertubuh kecil mudah menjadi sasaran bullying terkait alasan ini karena mereka cenderung disukai oleh teman-temannya. Anak yang gemuk  biasanya lucu, humoris, tidak suka membuat masalah, sementara anak yang bertubuh kecil cenderung dilindungi oleh guru, diprioritaskan karena postur mereka, misalnya selalu ditempatkan duduk paling depan atau berdiri paling depan dalam barisan. Pelaku bullying menginginkan perhatian itu, rasa diterima dan dilibatkan dalam lingkungannya, karena satu dan lain hal mereka memilih untuk mengintimidasi korban demi merampas apa yang tidak mereka dapatkan, ketimbang berusaha memperbaiki kualitas diri.

Yang ingin saya tekankan di sini, terutama bagi orang tua dan guru yang biasanya melihat langsung aksi bullying, bahwa bullying tidak boleh terjadi! Bullying bukanlah kenakalan anak yang wajar! Jangan menyuruh korban untuk melawan atau menghindar seakan-akan itu adalah kesalahan mereka dibully oleh teman-temannya! Jeli melihat aksi-aksi minor yang mengarah pada tindak kekerasan, langsung bertindak tegas saat hal-hal kecil tersebut sudah terdeteksi, berikan didikan dan arahan saat perilaku intimidatif mulai tampak, jangan cuek! Sikap apati Anda akan mendorong makin berkembangnya bullying di generasi muda.

Referensi:

Adams, R. (2009). The Social Brain: Neural Basis of Social Knowledge. Annual Review of Psychology 60:693-716.

Archer J (2006). "Testosterone and human aggression: an evaluation of the challenge hypothesis" (PDF). Neuroscience and Biobehavioral Reviews. 30 (3): 319--45. doi:10.1016/j.neubiorev.2004.12.007. PMID16483890.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun