Pendidikan di Indonesia sedang berkembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman Abad 21. Untuk itu sebagai guru dituntut untuk dapat memberikan pembelajaran yang mampu memberikan pemahaman bermakna dan keterampilan terutama soft skill untuk menghadapi Abad 21. Namun, tantangan mengenai kesulitan dan kesalahan konsep peserta didik dalam memahami materi sejarah menjadi penghambat dalam kegiatan pembelajaran. Perlu adanya perencanaan pembelajaran yang mampu meningkatkan aktivitas belajar peserta didik.Â
Faktanya, pelajaran sejarah menjadi salah satu mata pelajaran yang dihindari oleh kebanyakan peserta didik karena dianggap pelajaran yang sulit. Peserta didik memiliki motivasi belajar yang rendah terutama pada pelajaran sejarah. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya motivasi peserta didik diantaranya yaitu kesadaran dan kebutuhan akan belajar masih kurang, peserta didik merasa pelajaran sejarah itu sulit, selain itu pembelajaran yang disajikan oleh guru kurang menarik, penggunaan metode pembelajaran kurang bervariasi dan inovatif, sehingga peserta didik merasa bosan saat mengikuti pelajaran. Peserta didik belum memiliki cita-cita dan impian yang jelas untuk jenjang selanjutnya atau kehidupan mendatang. Peserta didik juga beranggapan bahwa belajar hanya untuk mencari kerja, sehingga menyimpulkan pelajaran sejarah tidak banyak diperlukan dalam dunia kerja.
Pada saat belajar, dibutuhkan konsentrasi dan fokus agar dapat menyerap materi dengan baik. Â Konsentrasi adalah cara kita mempertahankan pikiran dari hal-hal luar yang mengganggu. Sedangkan fokus, memusatkan pikiran pada suatu hal yang sedang dihadapi atau hanya memikirkan hal yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi. Pada saat belajar dibutuhkan fokus dan konsentrasi yang baik agar dapat memahami materi yang disampaikan oleh guru. Beberapa peserta didik dapat dengan mudah fokus dan berkonsentrasi paa saat mengikuti pelajaran, namun juga ada sebagian yang kesulitan dalam berkonsentrasi. Penyebabnya bisa karena faktor internal, peserta didik mengalami gangguan susah untuk konsentrasi. Sedangkan faktor eksternal, penyebabnya bisa dari teman sekelas yang usil sehingga memecah konsentrasi, dan asik bermain gawai bahkan disaat pembelajaran berlangsung.
Pada saat pembelajaran berlangsung dapat diamati perkemangan dan keaktifan peserta didik. Sebagian peserta didik belum memiliki rasa percaya diri untuk mengungkapkan pendapatnya atau mempresentasikan hasil pekerjaannya dengan alasan takut salah. Rasa percaya diri peserta didik dapat terlihat pada proses pembelajaran, dimana peserta didik kurang berani menyampaikan pendapat. Selain itu peserta didik belum bisa mengeluarkan kemampuan yang ada pada dirinya sehingga peserta didik mudah pasrah dengan kemampuannya. Apalagi dengan kemajuan teknologi, peserta didik cenderung mengandalkan jawaban dari internet atau dari aplikasi belajar. Hal ini mengakibatkan peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran.
Dari fakta diatas, peserta didik mengalami kesulitan dan kesalahan konsep saat mempelajari sejarah. Harapannya, proses pembelajaran sejarah dapat berjalan menyenangkan dan penuh makna sehingga dapat meningkatkan pemahaman serta mengatasi kesulitan belajar materi sejarah. Dengan demikian, prestasi belajar peserta didik dapat meningkat.
Berdasarkan fakta dan harapan tersebut, pembelajaran yang disajikan oleh guru masih monoton yaitu masih menggunakan metode ceramah atau teacher center. Untuk itu perlu strategi pembelajaran yang dapat memberikan motivasi belajar bagi peserta didik. Desain pembelajaran yang memungkinkan untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan konsep peserta didik dalam memahahami materi sejarah adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Problem Based Learning (PBL) merupakan serangkaian pembelajaran yang diawali dari adanya permasalahan kemudian dipelajari untuk dicarikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Dengan memecahkan masalah maka siswa diajak untuk melatih keterampilan berpikir kritis.
Selain itu dengan LKPD berbasis kontekstual, peserta didik disajikan permasalahan nyata sehingga peserta didik dapat mengetahui penerapan materi sejarah dalam kehidupan sehari. Pembelajaran dengan LKPD berbasis kontekstual, peserta didik dituntut untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan bersama dengan kelompok. Hal ini akan terjalin komunikasi dari peserta didik satu dengan yang lain dalam mengemukakan ide-ide pemecahan masalah. Sehingga peserta didik aktif berdiskusi dan saling cross check jawaban yang kemudian akan menambah pemahaman materi dan mengatasi kesulitan belajar. Pembelajaran seperti ini dapat memberikan pemahaman bermakna bagi peserta didik.
Pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) Tipe Discovery Learning dapat menjadi alternatif solusi untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan konsep peserta didik dalam memahami materi sejarah. Dari desain pembelajaran ini memberikan manfaat bagi guru dan peserta didik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa peserta didik dapat meningkatkan pemahaman materi sejarah dengan diskusi yang terjalin dalam kelompok. Melalui model pembelajaran PjBL, peserta didik dapat saling bertukar pikiran dan berbagi ide maupun gagasan dalam pemecahan masalah yang ada di LKPD. Pembelajaran berpusat pada peserta didik sehingga dapat mendorong kerjasama yang efektif antar individu dalam kelompok. Peserta didik dituntut untuk aktif dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan rasa percaya diri yang akan berdampak pada meningkatnya pemahaman materi peserta didik. Selain itu, dapat memberikan pembelajaran dan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik karena pembelajaran berorientasi pada kegiatan peserta didik. Proses pembelajaran pun menjadi lebih terstruktur sesuai dengan sintaks model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
Sebagai guru, saya tertantang untuk menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Tipe Discovery Learning ini untuk dapat mengatasi masalah kesulitan dan pemahaman konsep peserta didik. Langkah yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut antara lain: mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam kegiatan pembelajaran, memilih satu permasalahan dan menemukan solusinya, merancang aksi, melaksanakan aksi, dan melakukan refleksi dan tindak lanjut. Langkah-langkah tersebut ternyata memiliki tantangan tersendiri.
Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Tipe Discovery Learning memiliki tantangan yang tidak hanya dihadapi oleh guru tetapi juga dihadapi oleh peserta didik. Peserta didik belum terbiasa mendiskusikan permasalahan secara mandiri dengan kelompok karena terbiasa dengan pembelajaran konvensional yaitu ceramah dari guru. Beberapa peserta didik masih belum berkonsentrasi dengan penuh terhadap materi pelajaran. Sehingga guru kesulitan memotivasi peserta didik secara menyeluruh saat pembelajaran berlangsung. Perlu persiapan lebih saat merancang dan menggunakan model pembelajaran yang baru agar sesuai dengan alokasi waktu. Selain itu, guru masih kesulitan mengaitkan materi dengan permasalahan kontekstual dunia nyata.
Upaya aksi untuk menghadapi tantangan dalam penerapan desain pembelajaran tersebut terdiri atas 3 (tiga) tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Dari ketiga tahapan ini diharapkan mampu menjadikan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Tipe Discovery Learning lebih berkualitas. Sehingga ketiga tahapan ini tidak boleh ada yang terlewatkan.