Mohon tunggu...
Sandi IhsanRafiqi
Sandi IhsanRafiqi Mohon Tunggu... Novelis - Pelajar SMAN 1 Padalarang

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Novel | Kilas Balik

27 Februari 2020   13:15 Diperbarui: 27 Februari 2020   13:08 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sore hari dikala langit sedang bersedih dan mulai meneteskan air matanya yang membuatku harus menepi di sebuah kedai kecil yang tak jauh dari kampusku. Aku sering datang ke kedai ini karena terlihat sederhana namun terasa sangat menenangkan. Akupun langung memesan minuman hangat karena lama-lama mulai terasa dingin.

Perkenalkan namaku Alsama Zirqa, sekarang aku sedang melanjutkan kuliahku di universitas Padjajaran bandung. Kehidupanku bisa dibilang biasa-biasa saja mulai dari TK, SD, SMP, SMA, sampai hari ini. Tidak seperti anak-anak lainnya Aku merasa hidupku seperti warna abu-abu dimana tidak gelap dan juga tidak terang. Aku sudah terbiasa hidup sendiri, sejak kecil aku sudah terbiasa untuk ditinggal-tinggal karena pekerjaan orang tuaku yang mengharuskan mereka untuk pulang malam. Aku anak tunggal jadi aku selalu sendiri dirumah menunggu sampai orangtuaku datang pulang.

Tak sampai 5-menit tiba-tiba ada seseorang yang datang sambil membawa pesananku. "monggo ndoro, wkkwk"  yang membawakannya yang tidak lain adalah sahabatku Dika. Dia adalah karyawan di kedai ini, dia juga merupakan sahabatku sedari kecil dimana pada saat orangtuaku belum datang ia selalu menemaniku dirumah. Walaupun aku seorang anak tunggal namun ketika bersamanya aku merasa seperti memiliki seorang saudara sendiri.

"wushh, apasih dik hahaha"

"tuan muda sendiri aja nih, mana pasangannya? Wkwkw" (Nada meledek)

"mana adaa, udah kerja sana. Hobi banget ngejailin anak orang"

"iya iya siap bos! Awas jangan kangen ya wkwkw"

Aku heran dengan sifatnya yang seperti itu, walaupun berbeda 1 tahun denganku namun sifatnya ga berubah-berubah sama saja seperti dahulu. Namun sifatnya itu yang membuatku senang karena seperti ada yang menghibur walaupun ngeselin.

Hujan makin bertambah deras dan tidak ada tanda-tanda ingin berhenti. Disitu aku mengingat masa kecilku, dimana hujan sedang deras-derasnya berhembus dengan kencangnya, suara petir yang menggelegar dilangit. Aku sendirian dirumah, ketakutan dan akupun meringis dan menangis sekencang-kencangnya sambil berkata "mamah...mamah...takut". 

Namun tidak ada seorangpun yang bisa mendengarnya, tiba-tiba ada suara ketukan di pintu depan akupun langsung membukanya. Dan ternyata itu adalah dika, akupun langsung memeluknya dan dia berkata "sudah-sudah jangan nangis kan aku udah ada disini" suaranya membuatku tenang bahwa tidak ada yang perlu di takutkan lagi. Dia menemaniku sampai orang tuaku datang pulang.

Waktu sudah menunjukan pukul 6 sore, hujan pun sudah mereda dan adzan pun sudah berkumndang. Aku langsung pamitan kepada dika, lalu segera mencari masjd untuk menunaikan sholat maghrib. Selepas sholat maghrib dan hendak pulang ke kos-kosan ku aku heran aku tidak menemukan sepatuku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun