"Andai kebahagiaan bisa di beli" begitu kata seseorang yang saya kenal hidupnya sangat berkecukupan, dengan rumah tingkat dua dan mobil mewah yang selalu dibicarakan tetangganya.Â
Harta ternyata bukan sebuah skala ukur yang dapat kita jadikan pedoman kadar kebahagiaan seseorang, banyak orang diluar sana yang bahkan belum mapan secara finansial namun berbahagia dengan jalan hidupnya. Bagaimana caranya? Saya menemukan banyak cara untuk menjadi bahagia meski dengan cara yang sangat sederhana.Â
Saya akan menceritakan sebuah pengalaman mengharukan ketika Saya sedang makan di sebuah pasar yang terletak di Kabupaten Gianyar Bali, saat sedang menyantap menu nasi ayam campur, ada seorang nenek dengan pakaian lusuh membeli sayur untuk lauk makan dan hal yang tak terduga adalah beliau membeli sayur dengan menyodorkan uang pecahan lima ribu rupiah dan kemudian Si penjual memberikan kembalian sebesar dua ribu rupiah kepada nenek itu, artinya harga sayur tersebut adalah tiga ribu rupiah.Â
Saya berhenti sejenak dan fokus mencerna transaksi jual beli yang terjadi, untuk menghilangkan rasa penasaran akhirnya Saya pun bertanya kepada Si penjual tentang sang nenek .Â
Nenek yang saya lihat adalah seorang tunawisma yang memang tinggal disana, hidup sebatang kara dan sehari-hari mengumpulkan kardus bekas untuk dijual.
 Setelah selesai menyantap makanan, Saya bergegas mencari nenek tadi, dan benar saja beliau terlihat sibuk melipat kardus bekas di pojok sebuah toko elektronik dekat pintu masuk pasar, terlihat pula sayur yang ternyata lebih banyak kuah dibanding sayuran itu diletakkan tepat dihadapannya.Â
Saya menepuk pundak beliau dan memberikan sedikit rezeki sambil berkaca-kaca, Saya teringat nenek di rumah yang dalam usia senjanya hidup sendiri dan tidak patah semangat. Nenek itu sempat menolak, namun akhirnya mau menerima dan memeluk saya sambil menangis.Â
Hari itu, sayur tiga ribu rupiah  mengentuk pintu hati dan mendorong saya untuk melakukan sebuah hal besar yang tidak saya sangka akan terus membekas hingga hari ini.
Cerita tadi membuat Saya rindu kampung halaman, adik, dan nenek yang merawat kami setelah Ibu meninggal. Di usia sepuh nya, beliau masih merawat hewan ternak untuk bisa tetap menyambung hidup dalam kesendiriannya.Â
Meski sering mengeluh sakit, beliau tidak mau merepotkan anak cucu namun tetap saja Saya ingin membalas budi baik dengan tetap memperhatikan beliau. Saya pun rutin mengirimkan minyak oles herbal khas Bali yang ampuh meredakan nyeri, ada kebahagiaan tersendiri ketika beliau mengatakan bahwa paket kiriman telah sampai di tangannya.Â
Dan untuk itu, Saya ingin berterima kasih kepada jasa ekspedisi JNE yang hadir bahkan hingga ke pelosok desa di pedalaman Lampung dan menghadirkan pelayanan primanya.Â
Para kurir dengan penuh tanggung jawab dan sabar mengantarkan bungkusan demi bungkusan berisi kebahagiaan bagi nenek saya. Sungguh mulia pakerjaan ini, menyambung tangan yang tak tergapai karena jarak dan mengantarkan kebahagiaan untuk orang-orang yang tersayang.
Ternyata untuk berbagi,memberi atau menyantuni tidak wajib dengan nominal besar atau harus menjadi kaya terlebih dahulu. Cukup dimulai dengan niat dan keikhlasan untuk melakukannya niscaya ada sebuah perasaan yang dinamakan "bahagia" akan memenuhi relung hati kita.Â
Tidak perlu memikirkan apakah itu saat yang tepat, orang yang tepat, atau hal yang tepat, lakukan saja karena tidak ada salahnya untuk berbagi. Jadi, definisi bahagia bagi Saya adalah ketika berbagi apa yang kita punya terhadap sesama, sekecil apapun itu. Kemudian kita akan tersenyum puas tanpa beban, dan merasakan arti bahagia yang sebenarnya. Jadi, mari mulai berbagi kebahagiaan dari hari ini bersama Saya dan JNE. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H