Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hari Dokter Nasional, Semoga Dokter Tidak Semakin Liberal

24 Oktober 2024   22:44 Diperbarui: 25 Oktober 2024   08:12 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar dolumentasi pribadi

Pada Hari Dokter Nasional 2024, diperingati pada 24 Oktober, isu mengenai etika kedokteran di tengah kemajuan zaman dan komersialisasi layanan kesehatan menjadi sorotan utama. Di era bisnis modern, liberalisasi rumah sakit semakin dominan dikelola oleh pemilik modal besar atau oligarki. Rumah sakit dengan  Initial Public Offering (IPO) untuk masuk ke pasar saham dan dokter asing akan banyak terlibat di dalamnya. Langkah ini sering kali memunculkan dilema etis bagi dokter, karena keputusan medis dapat dipengaruhi oleh kepentingan bisnis yang berorientasi pada keuntungan bisnis semata khususnya dalam mendatangkan dokter asing. Tantangan bagi dokter adalah menjaga integritas profesional, mengutamakan kepentingan pasien, dan memastikan standar layanan yang berkualitas di tengah tekanan finansial dari pemegang saham. Hal inilah salah satu masalah mengapa tenaga kesehatan khususnya dokter dan organisasi profesi menentang di berlakukannya RUU Kesehatan yang lebih dicurigai demi kepentingan liberalisasi kesehatan yang tidak menguntungkan masyarakat. Dengan disahkannya UU Kesehatan semoga dokter di Indonesia tidak semakin liberal.

Hari Dokter Nasional menjadi momen refleksi penting bagi komunitas dokter di Indonesia, terutama terkait kemandirian profesi dokter di tengah tantangan era globalisasi ekonomi.  Etika kedokteran di era modern menghadapi tantangan besar, terutama dalam konteks komersialisasi layanan kesehatan, khususnya rumah sakit yang dikelola oleh pemilik modal dan masuk ke pasar saham melalui mekanisme Initial Public Offering (IPO). Keseimbangan antara Etika Kedokteran dan Kepentingan Bisnis

Komersialisasi layanan kesehatan juga menimbulkan pertanyaan tentang aksesibilitas dan keadilan dalam pelayanan medis. Rumah sakit yang telah IPO sering kali mengutamakan layanan premium yang hanya dapat diakses oleh kelompok tertentu, berpotensi mengesampingkan prinsip keadilan dalam kesehatan. Hal ini mendorong komunitas medis untuk memperkuat advokasi terkait kemandirian profesi dan memastikan bahwa perkembangan bisnis tidak mengorbankan etika kedokteran serta hak kesehatan masyarakat luas.

Salah satu tantangan terbesar bagi dokter adalah menjaga standar etika kedokteran di tengah tuntutan bisnis yang semakin dominan. Rumah sakit yang telah melakukan IPO sering kali berada di bawah tekanan pemegang saham untuk memaksimalkan keuntungan, yang bisa mengarah pada keputusan yang dipengaruhi oleh profit, bukan oleh kebutuhan pasien. Ini bisa menciptakan dilema bagi dokter yang harus mempertahankan prinsip "mengutamakan kepentingan pasien" ketika tekanan finansial menuntut efisiensi dan optimalisasi keuntungan.

Komersialisasi dan Liberalisasi Layanan Kesehatan

Komersialisasi layanan kesehatan bisa terlihat dari semakin banyaknya layanan kesehatan premium dan eksklusif yang ditawarkan oleh rumah sakit swasta yang dimiliki oleh pemodal besar. Hal ini memicu kekhawatiran terkait aksesibilitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan, terutama jika layanan terbaik hanya tersedia bagi mereka yang mampu membayar harga tinggi. Dari sudut pandang etika, ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana menjaga akses kesehatan yang merata untuk semua golongan masyarakat.

Di era modern ini pelayanan kesehatan tidak akan epas dari kecenderungan Menuju 'Health Care Consumerism'. Dengan kemajuan zaman, pasien semakin dipandang sebagai konsumen yang memiliki pilihan dan daya beli. Rumah sakit yang telah masuk ke pasar saham cenderung melihat pasien sebagai pelanggan yang membutuhkan layanan dengan nilai tambah, sehingga ada fokus pada branding, kemasan layanan, dan peningkatan citra. Ini dapat mempengaruhi pendekatan dokter dalam menangani pasien, yang mungkin tergoda untuk mengedepankan layanan medis yang lebih "menjual" daripada yang benar-benar dibutuhkan.

Pemilik modal yang mengendalikan rumah sakit besar sering kali memiliki kebutuhan finansial yang berorientasi pada hasil investasi jangka pendek. Hal ini dapat berdampak pada keputusan-keputusan rumah sakit terkait dengan standar pelayanan, biaya layanan, hingga remunerasi tenaga medis. Tekanan ini dapat memengaruhi dokter dalam memilih perawatan, prosedur, atau jenis obat yang digunakan, yang mungkin disesuaikan dengan kebijakan biaya yang ketat untuk memenuhi ekspektasi investor.

Kemajuan teknologi di bidang medis, seperti telemedicine, AI dalam diagnosis, hingga peralatan medis modern, membawa perubahan besar dalam pelayanan kesehatan. Namun, teknologi canggih seringkali mahal dan dapat meningkatkan biaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Dokter perlu memutuskan kapan penggunaan teknologi benar-benar penting untuk kesejahteraan pasien dan kapan ia menjadi bagian dari strategi komersialisasi. Ada risiko bahwa teknologi ini lebih diutamakan demi menciptakan citra modern dan canggih, meski manfaat nyatanya bagi pasien tidak selalu signifikan.

Rumah sakit yang melakukan IPO diwajibkan untuk mematuhi standar transparansi dan laporan publik yang diatur oleh bursa saham. Dari sudut pandang etika, ini seharusnya menjadi peluang untuk meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap layanan kesehatan yang mereka tawarkan. Namun, keterbukaan ini juga bisa menjadi tekanan bagi manajemen rumah sakit untuk menjaga angka keuntungan, yang pada akhirnya bisa mengarah pada pengambilan keputusan yang lebih berorientasi bisnis daripada medis.

Rumah sakit yang sudah IPO mungkin memiliki hubungan komersial dengan industri farmasi, perusahaan teknologi medis, atau perusahaan asuransi kesehatan, yang dapat menimbulkan konflik kepentingan. Bagi dokter, penting untuk tetap memegang prinsip etika dan menjaga keputusan klinis yang independen, meskipun tekanan dari pemilik modal atau manajemen rumah sakit bisa memengaruhi cara layanan medis diselenggarakan.

Dengan perkembangan bisnis kesehatan yang semakin kompleks, penting bagi pendidikan kedokteran untuk menekankan etika kedokteran di era modern, termasuk isu-isu seperti komersialisasi layanan kesehatan, konflik kepentingan, dan penggunaan teknologi medis. Pendidikan ini bisa membantu dokter-dokter muda memahami bagaimana menghadapi dilema etis dalam praktik medis sehari-hari yang semakin berorientasi pada bisnis.

Rumah sakit yang terdaftar di bursa saham diharapkan memiliki program tanggung jawab sosial yang jelas. Ini menjadi bagian dari upaya untuk menjaga kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen terhadap layanan kesehatan yang lebih luas, tidak hanya demi keuntungan semata. Dokter memiliki peran penting dalam mengadvokasi program-program ini dan memastikan bahwa kebijakan sosial rumah sakit benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

Secara keseluruhan, kemajuan zaman dan komersialisasi rumah sakit membawa peluang dan tantangan bagi dokter untuk tetap menjaga etika kedokteran, terutama dalam situasi yang mengutamakan keuntungan finansial. Keseimbangan antara memenuhi standar profesional dan menghadapi tekanan bisnis menjadi tantangan utama bagi dunia kedokteran di era modern ini. 

Di kehidupan modern ini tampaknya semua idealisme manusia mulai terkikis secara perlahan. Semoga dokter tetap konsisten menjaga idealisme yang paling luhur itu di tengah gempuran kemajuan jaman. Profesi dokter sejak dulu kala telah terlanjur dinobatkan oleh masyarakat sebagai hamba sosial meski dokter adalah manusia biasa yang tidak berbeda dengan profesional lainnya. Di Hari Dokter Indonesia ini semoga dokter tetap istiqamah adalah menjaga keluhuran idealisme profesi,  meski idealisme itu telah menjadi barang langka di era modern ini. Semoga dokter tidak semakin liberal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun