Dalam keadaan yang jarang terjadi, paparan abu vulkanik halus dalam jangka panjang dapat menyebabkan penyakit paru-paru yang serius. Agar penyakit ini dapat terjadi, abunya harus sangat halus, mengandung kristal silika (agar penyakit silikosis dapat terjadi) dan masyarakat harus terpapar abu dalam konsentrasi tinggi selama bertahun-tahun.
Paparan silika kristalin dalam abu vulkanik biasanya berlangsung singkat (hari hingga minggu), dan penelitian menunjukkan bahwa batas paparan yang direkomendasikan (serupa di sebagian besar negara) dapat terlampaui dalam jangka waktu singkat bagi masyarakat umum. Orang yang menderita asma atau masalah paru-paru lainnya seperti bronkitis dan emfisema, serta masalah jantung parah adalah yang paling berisiko.
Partikel abu halus mengiritasi saluran udara dan menyebabkannya berkontraksi sehingga membuat pernapasan menjadi lebih sulit pada orang yang sudah memiliki masalah paru-paru. Debu halus tersebut juga menyebabkan lapisan saluran pernafasan memproduksi lebih banyak sekret sehingga dapat menyebabkan orang batuk dan bernapas lebih berat.
Penderita asma, terutama anak-anak yang sering terkena abu saat bermain, bisa mengalami batuk-batuk, sesak dada, dan mengi. Beberapa orang yang belum pernah menderita asma sebelumnya, mungkin mengalami gejala asma setelah hujan abu, terutama jika mereka keluar rumah di tengah abu dan terlalu memaksakan diri.
Perkembangan gejala pernafasan akibat menghirup abu vulkanik bergantung pada sejumlah faktor. Hal ini mencakup konsentrasi partikel di udara, proporsi partikel halus dalam abu, frekuensi dan durasi paparan, keberadaan kristal silika dan gas vulkanik atau aerosol yang bercampur dengan abu, dan kondisi meteorologi. Kondisi kesehatan yang ada dan penggunaan alat pelindung pernafasan juga akan mempengaruhi gejala yang dialami.
Gangguan pada Mata
Iritasi mata adalah efek kesehatan yang umum karena butiran pasir dapat menyebabkan goresan yang menyakitkan es di bagian depan mata (lecet kornea) dan konjungtivitis. Pemakai lensa kontak harus sangat mewaspadai masalah ini dan tidak memakai lensanya untuk mencegah terjadinya abrasi kornea. Gejala umum yang meliputi terkait itu: Mata terasa seolah-olah ada partikel asing di dalamnya, mata menjadi nyeri, gatal atau merah, Keluarnya cairan lengket atau sobek, lecet atau goresan pada kornea, konjungtivitis akut atau peradangan pada kantung konjungtiva yang mengelilingi bola mata akibat adanya abu yang menyebabkan kemerahan, mata terbakar, dan fotosensitifitas.
Iritasi kulit
Meski tidak umum, abu vulkanik dapat menyebabkan iritasi kulit bagi sebagian orang, terutama jika abu tersebut bersifat asam. Gejalanya meliputi: Iritasi dan kemerahan pada kulit dan Infeksi sekunder akibat garukan.
Pencegahan
Batasi mengemudi Segera setelah hujan abu, bahkan yang ringan sekalipun, kondisi berkendara, jarak pandang dan kualitas udara dapat sangat terpengaruh, terutama oleh resuspensi abu oleh lalu lintas. Curah hujan mempunyai efek yang tiba-tiba namun bersifat sementara dalam meningkatkan kualitas udara hingga abu kembali mengering. Setelah hujan abu, disarankan tidak mengemudi dan tetap berada di dalam rumah jika memungkinkan. Jika harus mengemudi, jaga jarak jauh dari kendaraan di depan dan berkendaralah secara perlahan.
Kurangi abu di rumahÂ
Tutup semua pintu dan jendela jika memungkinkan.
Perlindungan
Mereka yang melakukan operasi pembersihan harus selalu memakai masker debu yang efektif. Jika masker yang disetujui tidak tersedia, masker kain yang dibuat dari kain akan menyaring partikel abu yang lebih besar yang dapat menyebabkan iritasi tenggorokan dan mata.
Membasahi kain dengan air akan meningkatkan efektivitasnya. Penderita bronkitis kronis, emfisema, atau asma disarankan untuk tetap berada di dalam rumah dan menghindari paparan abu yang tidak perlu.