Susu Kambing Bukan Pengganti Alergi Susu Sapi
Sebuah pertanyaan besar dan permasalahan sering dialami orang tua anak-anak dengan alergi susu sapi saat mereka mencari pengganti yang cocok untuk susu sapi. Sayangnya, karena protein susu kambing mirip dengan struktur protein susu sapi. Lebih dari 90 persen sistem imun menyebabkan reaksi terhadap susu kambing atau keju kambing pada seseorang dengan alergi susu sapi .
Pessler tahun 2014 mengungkapkan terdapat reaksi silang yang bermakna antara sapi dan susu kambing meski reaksi silang yang mengancam jiwa seelumnya belum pernah dilaporkan. Tetapi Pessler mengungkapkan penelitia yang mengejutkan. Bayi berusia 4 bulan yang mengalami alergi protein susu sapi dengan tidak ada paparan sebelum susu kambing sebelumnya terjadi anafilaksis setelah mengkonsumsi susu kambing komersial. Setelah pengujian skin prick menunjukkan reaksi tertentu terhadap susu kambing. Dengan demikian, silang alergenisitas antara sapi dan protein susu kambing dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa. Individu alergi terhadap protein susu sapi harus menghindari susu kambing dan produk susu kambing.
Penelitian yang dilakukan Infante Pina juga mengeluarkan peringatan bahwa penggunaan susu kambing tidak dapat direkomendasikan untuk pasien dengan alergi susu sapi tanpa penyelidikan kemungkinan toleransi oleh dokter spesialis yang berkopeten. Namun sekitar 25% pasien yang mentoleransi protein kambing, susu kambing bisa menjadi pengganti yang sangat baik pada anak-anak yang lebih tua dari 2 tahun
Pada tahun 1939 pada penelitiannya Bukit melaporkan bahwa melaporkan bahwa 25 dari 44 bayi dengan eksim yang menjalani tes tusuk kulit positif terhadap susu protein whey sapi ternyata juga meunjukkan hal yang identik tes kulit hasil positif terhadap fraksi whey dari susu kambing. Pada tahun 1983 Juntunen dan Ali-Yrkko melakukan tes provokasi di 28 anak-anak dengan intoleransi protein susu sapi, dan menemukan 22 juga toleran terhadap susu kambing. Kesamaan antigenik yang ditandai antara sapi dan protein susu kambing menunjukkan bahwa susu kambing tidak mungkin ditoleransi di sebagian besar anak-anak dengan intoleransi protein susu sapi asli itu. Demikian juga susu domba dan susu kerbau terdapat sebuah kesamaan antigenik antara sapi dan domba -lactoglobulins.
Rodrguez del Ro P dalam penelitian tahun 2012 mengungkapkan prevalensi tinggi (26%) alergi susu kambing dalam populasi anak penderita alergi susu sapi yang diobati dengan oral immunotherapy. Toleransi alergi susu kambing harus dinilai dalam rangka untuk memberikan saran nutrisi yang akurat dan meminimalkan asupan disengaja yang dapat mengancam jiwa. IgE spesifik ke kasein susu sapi, kambing dan susu domba merupakan penanda yang baik dari alergi. Meskipun oral immunotherapy alergi susu sapi adalah pengobatan khusus untuk alergi susu sapi. Tetapi hal itu mungkin tidak efektif terhadap alergi terhadap susu mamalia lainnya.
Penelitian yang dilakukan Rodrguez del Ro P juga mengungkapkan bahwa ciri-ciri alergi susu kambing berbeda dari alergi susu sapi karena pengaruh pada anak-anak muncul kemudian. Produk susu sapi tidak menimbulkan manifestasi klinis pada pasien alergi susu kambing, tetapi tidak sebaliknya pasien alergi susu sapi, biasanya bereaksi silang alergi susu kambing. Dalam semua anak penderita alergi susu kambing terjadi pengikatan antibodi IgE caseins tetapi bukan protein whey. Selain itu, IgE spesifisitas dan afinitas tinggi untuk alergi susu kambing dan lebih rendah untuk caseins susu sapi meskipun urutan homologi mereka ditandai. Dokter dan individu alergi harus menyadari bahwa alergi susu kambing memerlukan penghindaran ketat susu kambing dan produk susu diturunkan karena reaksi bisa parah meski hanya mengkonsumsi dosis minimal makanan yag terkandung.
Mendiagnosis Alergi
Bila anak mengalami gejala alergi sebaiknya tidak langsung mendiagnosis sebagai alergi susu sapi. Sebaiknya dikonsultasikan ke dokter yang berpengalaman dibidang alergi dan imunologi. Diagnosis pasti alergi makanan hanya dipastikan dengan Double Blind Placebo Control Food Chalenge (DBPCFC) atau Oral Food Challenge atau dengan eliminasi provokasi makanan. Penghindaran makanan atau susu sapi penyebab alergi tidak dapat dilakukan hanya atas dasar hasil tes kulit alergi, apalagi dengan tes alergi lainnya yang tidak terbukti secara ilmiah. Seringkali hasil yang didapatkan tidak optimal karena keterbatasan pemeriksaan tersebut dan bukan merupakan baku emas atau gold Standard dalam menentukan penyebab alergi makanan.
Selain mengidentifikasi penyebab alergi makanan, penderita harus mengenali pemicu alergi. Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi. Â Pencetus alergi tidak akan berarti bila penyebab alergi makanan dikendalikan. Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat-obatan anti alergi dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi. Mengenali secara cermat gejala alergi dan mengidentifikasi secara tepat penyebabnya, maka gejala alergi dapat dihindarkan.
Cara melakukan Oral Food Challenge terbuka dan sederhana adalah dengan menghindari semua makanan sekitar 30 makanan yang dicurigai penyebab alergi. Penghindaran makanan ini juga harus dilakukan ibu saat memberi ASI, karena protein makanan penyebab alergi bisa ditranfer melalui ASI. Makanan yang dihindari banyak tetapi terdapat 100 makanan lebih pengganti alergi yang jumlah dan variasinya banyak, Â gizi, protein dan kandungan gizinya juga tinggi. Eliminasi tersebut dilakukan dlaam 3 minggu. Saat hal itu dilakukan dengan disiplin dan ketat maka berbagai gangguan dan gejala alergi membaik. Pada gejala alergi yang ringan, setelah 3 minggu bisa dilakukan provokasi pemberin susu sapi sambil diamati gejalanya dalam beberapa hari berikutnya. Semua perlakuan ini tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi harus dilakukan atas rekomendasi dan dibawah pengawasan dokter yang berpengalaman di bidangnya. Kesalahan mencari penyebab biasanya hanya menghindari beberapa makanan saja. Selain itu kesalahan yang terjadi meski menghindari banyak makanan tetapi masih sekali-sekali melakukan cheating atau hidden (tersembuyi) ada makanan yang terkandung tetapi dikonsumsi dalam kandungan makanan lainnya