Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Waspadai Salah Diagnosis atau Over Diagnosis Alergi Susu Sapi

28 April 2024   09:41 Diperbarui: 3 Mei 2024   14:31 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak klinisi dan sebagian besar orangtua, saat bayi atau anak mengalami gejala alergi langsung memvonis bayi atau anak mengalami alergi susu sapi. Sebagian besar hal tersebut ternyata terjadi overdiagnosis atau kesalahan diagnosis, faktanya tidak menderita alergi susu sapi tetapi didiagnosis alergi susu sapi. Hal ini terjadi karena spekulasi yang tidak benar karena tes alergi terbatas kemampuannya dan alergi makanan lainnya diabaikan sebagai penyebab. Kesalahan paling sering lainnya adalah saat anak mengalami gejala alergi diberikan susu Hipo Alergenik PHP atau susu kambing. Apakah dampak yang terjadi bila hal ini terjadi ? Bagaimana cara memastikan seorang anak alergi susu sapi atau tidak ?

Saat gejala alergi muncul seringkali susu sapi dianggap sebagai penyebab.  Padahal menurut banyak penelitian di beberapa negara di dunia prevalensi alergi susu sapi pada anak dalam tahun pertama kehidupan sekitar 3% atau dari 100 anak hanya 3 anak yang mengalami alergi susu sapi. Tetapi faktanya penderita alergi yang divonis alergi susu sapi atau overdiagnosis susu sapi sangatlah besar dan banyak. Dalam penelitian penulis sekitar 80-90% anak  mengalami overdiagnosis alergi sapi hanya dengan dugaan atau kecurigaan dan dengan cara yang salah dalam mendiagnosis. Dampak yang terjadi bila mengalami overdiagnosis alergi susu sapi tidak berbahaya kesehatan. Kesalahan diagnosis tersebut hanya berdampak pada masalah ekonomi. Pengeluran biaya pembelian susu menjadi mubazir karena  susu formula khusus hipoalergenik jauh lebih mahal dibandingkan susu biasa

Beberapa orangtua heran sebelumnya bayinya minum susu sapi aman-aman saja. Tetapi saat beberapa bulan kemudian atau 6 bulan kemudian saat muncul merah-merah, berak darah, sering sakit, konstipasi, diare atau asma langsung divonis susu sapi. Sering terjadi overdiagnosis dalam menentukan anak menderita alergi susu sapi. Sebaiknya jangan terlalu cepat memvonis alergi susu sapi pada bayi. Reaksi alergi yang timbul bukan saja terjadi karena susu formula. Dalam pemberian ASI, diet yang dikonsumsi ibu atau bayi da anak terkena infeksi virus juga dapat mengakibatkan gangguan manifestasi alergi. Penderita alergi seringkali mengalami overdiagnosis alergi susu sapi, yang seharusnya tidak alergi susu sapi divonis alergi susu sapi. Paling sering terjadi saat keadaan bayi mengalami infeksi batuk, panas dan pilek sering mengalami gangguan seperti reaksi alergi khususnya pada alergi kulit, saluran cerna dan hipersekresi bronkus (lendir yang berlebihan). Tetapi saat itu langsung divonis alergi susu sapi. Padahal sebelumnya sudah beberapa bulan mengkonsumsi susu sapi tidak menimbulkan gangguan.

Secara klinis dan laboratoris seringkali sulit untuk memastikan anak menderita alergi susu sapi. Karena dalam keadaan tertentu tes alergi khusus tes kulit dan tes darah masih belum bisa memastikan adanya alergi susu sapi atau tidak. Hal inilah yang sering menjadikan perbedaan pendapat dan kontroversi tentang vonis alergi susu sapi apada bayi dan anak

Kesalahan terbesar lainnya adalah saat susu hidrolisat parsial atau susu PHP dianggap sebagai susu pilihan untuk anak alergi susu sapi. Padahal susu formula PHP  seperti NAN HA (PHP) , ENFA HA (PHP) DAN NUTRILION HA (PHP) adalah untuk pencegahan alergi bukan untuk indikasi alergi susu sapi.  Pencegahan alergi artinya bayi yang sudah terpapar protein susu sapi tapi belum mengalami manifestasi alergi kembali diberi ASI atau ganti mengonsumsi susu hipoalergenik. Di usia batita, anak perlu diperkenalkan dengan susu sapi agar sistem metabolisme tubuhnya mengenal protein susu sapi dan secara perlahan toleran terhadap susu sapi formula biasa. Bila benar anak mengalami alergi susu sapi melalui diagnosis yang cermat dan benar melalui oral food challenge, maka pilihan yang direkomendasikan adalah susu ekstensi hidrolisat (pregestimil) atau susu berbahan dasar asam amino nonalergenik (neocate)

Kekeliruan besar lainnya adalah susu kambing sebagai  pengganti susu bila dinyatakan alergi atau  Alergi Susu Sapi. Padahal anak yang alergi susu sapi pasti susu kambing juga alergi, sebaliknya bila tidak alergi susu sapi pasti tidak mengalami alergi susu sapi. Faktanya susu sapi dan susu kambing tidak jauh berbeda. protein susu kambing mirip dengan struktur protein susu sapi. Lebih dari 90 persen sistem imun menyebabkan reaksi terhadap susu kambing atau keju kambing pada seseorang dengan alergi susu sapi .

Pessler tahun 2014 mengungkapkan terdapat reaksi silang yang bermakna antara sapi dan susu kambing meski reaksi silang yang mengancam jiwa seelumnya belum pernah dilaporkan. Tetapi Pessler mengungkapkan penelitia yang mengejutkan. Bayi berusia 4 bulan yang mengalami alergi protein susu sapi dengan tidak ada paparan sebelum susu kambing sebelumnya terjadi anafilaksis setelah mengkonsumsi susu kambing komersial. Setelah pengujian skin prick menunjukkan reaksi tertentu terhadap susu kambing. Dengan demikian, silang alergenisitas antara sapi dan protein susu kambing dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa. Individu alergi terhadap protein susu sapi harus menghindari susu kambing dan produk susu kambing.

Menentukan vonis anak menderita alergi susu sapi tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak semua manifestasi alergi haruslah disebabkan karena alergi susu sapi. Sebaliknya saat ini setiap ditemui tanda dan gejala alergi, sebagian dokter atau orangtua selalu menjadikan susu sapi sebagai kambing hitam penyebabnya. Padahal untuk memvonis seorang alergi susu sapi tidak semudah itu. 

Penyebab utama berbagai alergi seringkali disebabkan karena alergi makanan. Namun hal ini seringkali diabaikan klinisi dan orangtua karena saat dilakukan tes alergi sebagian besar makanan hasilnya negatif namun saat dicoba alami gejala alergi. Alergi makanan bisa mengganggu semua sistem tubuh tanpa terkecuali, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bisa dicuriga alergi makanan bila gejala alergi kulit, asma, hidung dan lainnya disertai alergi atau hipersensitifitas saluran cerna. Alergi dan hipersensitifitas saluran cerna meliputi mudah mual, muntah, GER, konstipasi, berat ngeden, keras, warna gelap, nyeri perut , berak  darah. sariawan, bibir kering, lidah berpulau, mukut bau berbeda dan gejala lainnya.

Mendiagnosis Alergi 

Bila anak mengalami gejala alergi sebaiknya tidak langsung mendiagnosis sebagai alergi susu sapi. Sebaiknya dikonsultasikan ke dokter yang berpengalaman dibidang alergi dan imunologi. Diagnosis pasti alergi makanan hanya dipastikan dengan Double Blind Placebo Control Food Chalenge (DBPCFC) atau Oral Food Challenge atau dengan eliminasi provokasi makanan. Penghindaran makanan atau susu sapi penyebab alergi tidak dapat dilakukan hanya atas dasar hasil tes kulit alergi, apalagi dengan tes alergi lainnya yang tidak terbukti secara ilmiah. Seringkali hasil yang didapatkan tidak optimal karena keterbatasan pemeriksaan tersebut dan bukan merupakan baku emas atau gold Standard dalam menentukan penyebab alergi makanan. 

Selain mengidentifikasi penyebab alergi makanan, penderita harus mengenali pemicu alergi. Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi.  Pencetus alergi tidak akan berarti bila penyebab alergi makanan dikendalikan. Penanganan terbaik pada penderita alergi makanan adalah dengan menghindari makanan penyebabnya. Pemberian obat-obatan anti alergi dalam jangka panjang adalah bukti kegagalan dalam mengidentifikasi makanan penyebab alergi. Mengenali secara cermat gejala alergi dan mengidentifikasi secara tepat penyebabnya, maka gejala alergi dapat dihindarkan.

Cara melakukan Oral Food Challenge terbuka dan sederhana adalah dengan menghindari semua makanan sekitar 30 makanan yang dicurigai penyebab alergi. Penghindaran makanan ini juga harus dilakukan ibu saat memberi ASI, karena protein makanan penyebab alergi bisa ditranfer melalui ASI. Makanan yang dihindari banyak tetapi terdapat 100 makanan lebih pengganti alergi yang jumlah dan variasinya banyak,  gizi, protein dan kandungan gizinya juga tinggi. Eliminasi tersebut dilakukan dlaam 3 minggu. Saat hal itu dilakukan dengan disiplin dan ketat maka berbagai gangguan dan gejala alergi membaik. Pada gejala alergi yang ringan, setelah 3 minggu bisa dilakukan provokasi pemberin susu sapi sambil diamati gejalanya dalam beberapa hari berikutnya. Semua perlakuan ini tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi harus dilakukan atas rekomendasi dan dibawah pengawasan dokter yang berpengalaman di bidangnya. Kesalahan mencari penyebab biasanya hanya menghindari beberapa makanan saja. Selain itu kesalahan yang terjadi meski menghindari banyak makanan tetapi masih sekali-sekali melakukan cheating atau hidden (tersembuyi) ada makanan yang terkandung tetapi dikonsumsi dalam kandungan makanan lainnya

Selain itu tidak mudah untuk menentukan pemilihan susu yang terbaik untuk anak tersebut. Seringkali sulit memastikan apakah seseorang alergi susu sapi atau intoleransi atau bereaksi terhadap kandungan tertentu dari kandungan yang ada di dalam formula. Dalam menghadapi kasus seperti ini beberapa klinik alergi melakukan Oral Food Challenge seperti di atas. Secara awal penderita diberikan susu ekstensif hidrolisat. Bila gejala alergi membaik selanjutnya dilakukan provokasi formula berturut turut yang lebih beresiko seperti soya, parsial hidrolisat, dan susu formula yang minimal kandungan AA, DHA, minyak kelapa sawit dan sebagainya. Formula yang paling tepat adalah yang tidak menimbulkan gangguan. Bila timbul gejala pada salah satu formula tersebut kita harus pilih formula satu tingkat lebih aman di atasnya. Bila susu parsial hidrolisa dan soya timbul gangguan dilakukan provokasi terhadap susu laktosa dan lemah rantai tunggal (Monochain Trigliceride/MCT).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun