Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Anosmia Kehilangan Penciuman, Peringatan Dini Covid-19

26 September 2020   14:45 Diperbarui: 26 September 2020   14:53 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dari berbagai sumber

Penelitian terkini menunjukkan anosmia atau hilangnya kemampuan indra penciuman dan perasa jadi gejala corona yang paling khas ditemukan pada penderita Covid-19. Penelitian tersebut telah dipublikasikan di jurnal JAMA Network bulan mei 2020. 

Beberapa Isntitusi kesehatan Dunia seperti CDC, pakar menyarankan gejala anosmia dimasukkan sebagai tanda peringatan dini sebagai gejala awal Covid19. 

Para ahli meyarankan untuk tak lagi menyepelekan anosmia. Bahkan pada kasus flu akut, gejala anosmia jarang terjadi. Pada Covid-19, anosmia bisa terjadi lebih parah tanpa ada hidung tersumbat

Beberapa pasien Covid-19 datang ke layanan kesehatan dengan gejala pernapasan atas seperti faringodynia, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, rinore dan perubahan penciuman. 

Disfungsi penciuman, termasuk anosmia dan hiposmia, memanifestasikan dirinya secara mencolok di antara gejala-gejala pada pasien COVID-19. Namun, sejauh mana manifestasi OD potensial COVID-19 masih belum jelas.

Para peneliti sudah mulai banyak mengungkapkan bahwa hilangnya penciuman yang dapat menyertai virus corona adalah unik dan berbeda dari yang dialami oleh seseorang yang sedang demam atau flu parah.

Bukan karena selera makan penderita terganggu karena indera penciuman mereka tidak berfungsi, kata para peneliti di jurnal Rhinology. Penderita virus Corona yang kehilangan rasa benar-benar tidak dapat membedakan antara pahit atau manis.

Ketika semakin banyak yang melaporkan hilangnya bau dan atau rasa secara tiba-tiba sebagai gejala COVID-19,sehingga perhatian gangguan tersebut sebagai tanda awal gangguan Covid-19 semakin meningkat

Tanda-tanda ini mungkin ada pada banyak orang dengan COVID-19 tanpa gejala, dan oleh karena itu menanyakan tentang mereka bisa menjadi cara untuk memprioritaskan orang untuk pengujian awal virus SARS-CoV-2 jika tidak ada gejala lain. .

Sebuah penelitian  terhadap pasien Covid-19 di Italia menunjukkan anosmia atau hilangnya kemampuan indra penciuman dan perasa jadi gejala corona yang paling khas ditemukan. 

Pada awal perjalanan penyakit Covid-19, beberapa gejala berupa batuk, demam dan sesak napas jadi pertanda yang patut diwaspadai. Namun, tak semua gejala tersebut mengarah pada infeksi Covid-19 karena beberapa gejala ISPA karena virus lain seperti Flu atau Common Cold bisa juga terjadi

Hal tersebut sejalan dengan studi skala kecil di Amerika Serikat. Arnold Monto, ahli epidemiologi di University of Michigan School of Public Health dan Carl Philpot, ahli THT (Telinga-Hidung-Tenggorok) di University of East Anglia meneliti perbedaan flu dan Covid-19. 

Sebanyak 30 orang menjalani tes rasa dan bau. Mereka dibagi tiga kelompok antara lain penderita Covid-19,  flu parah dan orang sehat. Hasil penelitian menunjukkan kelompok dengan Covid-19 rentan mengalami kehilangan kemampuan mengecap dan membau. Sedangkan pada kelompok dengan flu parah tercatat hanya sedikit orang yang tidak bisa mengenali bau dan rasa.

Meski demikian studi ini memiliki kekurangan karena tidak ada alat deteksi anosmia yang diakui. Peneliti pun berkata mungkin anosmia bukan satu-satunya gejala yang musti diwaspadai tetapi bisa dijadikan deteksi dini sederhana di rumah.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS sekarang telah menambahkan "hilangnya rasa atau bau baru" sebagai gejala pada halaman informasi COVID-19. Bukan hanya CDC, kehilangan bau atau rasa telah ditambahkan ke daftar gejala virus korona di Inggris yang harus diwaspadai dan diisolasi sendiri.

Peneliti percaya gejala tersebut mungkin merupakan sinyal peringatan dini. Para ahli menyarankan tidak ada kerugian untuk memeriksa ini, Denneny mengatakan kepada Medscape Medical News.

Namun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mencantumkan hilangnya bau atau rasa sebagai gejala potensial infeksi SARS-CoV-2.

Penyebab

Masih belum jelas mengapa penyakit Covid-19 Para ahli menduga hal ini karena virus pandemi mempengaruhi sel-sel saraf yang terlibat langsung dengan sensasi penciuman dan rasa.

Para pakar bidang Rhinology di Universitas Johns Hopkins di AS telah mempelajari sampel jaringan dari bagian belakang hidung untuk memahami bagaimana virus corona dapat menyebabkan hilangnya penciuman dan telah menerbitkan temuannya di European Respiratory Journal. Peneliti telah mengidentifikasi Enzim ACE-2 (angiotensin converting enzyme II) yang sangat tinggi di area hidung yang bertanggung jawab untuk penciuman. Enzim ini dianggap sebagai "titik masuk" yang memungkinkan virus corona masuk ke dalam sel tubuh dan menyebabkan infeksi. Hidung merupakan salah satu tempat masuknya virus SARS-CoV-2 ke dalam tubuh.

Virus SARS-CoV-2 menggunakan protein spiny S1, yang membuat virion menempel pada membran sel dengan berinteraksi dengan reseptor ACE2 inang. ACE2 adalah reseptor fungsional untuk SARS-CoV-2, dan ekspresi serta distribusinya dalam sistem saraf menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat menyebabkan manifestasi neurologis melalui jalur langsung atau tidak langsung. Karena anatomi unik dari sistem penciuman, termasuk olfaktorius dan saraf penciuman, virus juga dapat berkontribusi pada infeksi sistem saraf pusat melalui cribriform plate.

Berbagai bukti menegaskan bahwa rongga hidung adalah area vital yang rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2. Viral load di rongga hidung pasien lebih tinggi daripada viral load di faring, baik individu yang bergejala maupun asimtomatik, mengisyaratkan rongga hidung sebagai pintu gerbang pertama untuk infeksi awal. 

Para peneliti menyelidiki ekspresi gen terkait entri SARS-CoV-2, ACE2 dan TMPRSS2, dalam kumpulan data pengurutan RNA sel tunggal dari jaringan yang berbeda dalam tubuh manusia. 

Sel goblet dan sel bersilia di mukosa hidung mungkin merupakan tempat awal infeksi SARS-CoV-2, yang mengimplikasikan penularan SARS-CoV-2 primer adalah melalui tetesan infeksi. Selanjutnya, SARS-CoV-2 terdeteksi pada air mata pasien COVID-19 dan dapat menyebabkan infeksi hidung melalui duktus nasolakrimal. Oleh karena itu, temuan ini dapat menjelaskan sifat COVID-19 yang sangat menular dan sangat patogen.

Anosmia

Anosmia adalah hilangnya kemampuan seseorang untuk mencium bau. Kondisi ini juga dapat menghilangkan kemampuan penderitanya untuk merasakan makanan.

Kehilangan kemampuan indera penciuman atau anosmia dapat mempengaruhi ketidaknyamanan  hidup seseorang. Selain tidak bisa mencium bebauan dan merasakan makanan, kondisi ini dapat memicu hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, malnutrisi, hingga depresi.

Nama ilmiah dari proses tersebut adalah penciuman retro, di mana bau akan mengalir dari bagian belakang mulut melalui faring ke dalam rongga hidung.

Anosmia didefinisikan sebagai tidak adanya semua disfungsi sistem olfatoria (penciuman), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab,khsususnya infeksi saluran pernapasan sebagai penyebab yang tersering. 

Di antara berbagai patogen, yang paling umum adalah virus, salah satunya coronavirus. Coronavirus 229E, varian flu biasa, telah terbukti menyebabkan hiposmia pada manusia. 

Anosmia yang disebabkan oleh SARS-CoV telah dilaporkan selama epidemi SARS. Namun, kejadian anosmia yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 mungkin jauh lebih tinggi dibandingkan dengan SARS-CoV. OD pasca infeksi diperkirakan disebabkan oleh kerusakan epitel olfaktorius atau jalur pemrosesan olfaktorius sentral 

Anosmia, Flu dan Covid19

Sebuah penelitian di Italia menemukan 64 persen dari 202 pasien dengan gejala ringan tercatat mengalami gangguan penciuman. Studi lain di Iran mendapati, 59 dari 60 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit mengalami gangguan dan distorsi indra penciuman. Hal ini sering dilaporkan pada kasus ringan atau bahkan tanpa gejala. Tidak hanya pasien yang memiliki gejala, anosmia juga terjadi ada mereka yang asimptomatik atau tidak bergejala.

Ketika pasien Covid-19 kehilangan bau, itu cenderung mendadak dan parah. Dan hidung mereka biasanya tidak tersumbat, tersumbat, atau meler - kebanyakan orang dengan virus corona masih bisa bernapas lega. Hal lain yang membedakan mereka adalah hilangnya rasa yang "sebenarnya".

Penelitian menunjukkan kehilangan bau jauh lebih dalam pada pasien Covid-19.  Penderita kurang bisa mengenali bau,bahkan penderita sama sekali tidak bisa membedakan rasa pahit atau manis.

Indra penciuman bisa terganggu ringan hingga tidak ringan. Gangguan ringan bisa pulih kembali dalam hari bahkan saat berat bisa sampai beberapa minggu tanpa pengobatan apapun. Pada beberapa kasus penderita rinitis alergi dan sinusitis dilalaporkan anosmia menetap hingga lebih beberapa bulan.

Jika  seseorang yang tinggal bersama penderita yang mengalami mengalami gejala-gejala seperti batuk baru yang terus-menerus, demam atau kehilangan bau atau rasa (anosmia), para ahli menyarankan agar tetap di rumah selama tujuh hari untuk menghentikan risiko menularkan virus corona kepada orang lain. .

Pemeriksaan Anosmia

Tes atau pemeriksaan anosmia tentang kemampuan bau dan rasa dapat dijadikan fitur pembeda yang membedakan virus corona dari virus pernapasan lainnya seperti pilek common cold atau flu biasa.

Terdapat 2 cara sederhana untuk menunjukkan gangguan anosia pada penderita, diantaranya adalah

  1. Pemeriksaan paling mudah cari bahan yang baunya khas dan merangsang penciuman seperti kopi, wangi parfum pribadi atau minyak kayu putih. Dekatkan dengan lubang hidung anda bila tercium bau khas kopi, bawang putih, parfum pribadi atau minyak kayu putih artinya anda mengalami anosia
  2. Cara lain dengan mrngunyah permen kunyah jeli di tangan kanan dan tangan kiri menutup ke dua lubang hidung dengan erat sehingga tak ada aliran udara yang masuk. Makan dan kunyah permen jeli tanpa melihat rasanya. Misalkan yang masuk ke mulut adalah rasa orange atau buah lain, jika mengenali rasa gurih dan manisnya maka indra pengecap masih berfungsi normal. Setelah itu, sambil masih mengunyah, lepaskan tangan kiri yang menutup hidung. Jika indra penciuman normal, maka kamu akan bisa mencium bau buah-buahan dari rasa dari permen dan dengan spontan berkata 'oh! itu rasa orange' atau 'oh ternyata rasa anggur'. Respon ini akan berlangsung dengan sangat cepat setelah membuka penutup hidungmu. Jika bisa merasakan dari manis ke asam lalu rasa yang 'penuh' di dalam mulut dan tahu dengan persis apa rasanya, maka indra penciumanmu dalam kondisi yang cukup baik

Penanganan

Dokter yang mengevaluasi pasien dengan muncul gejala hilangnya bau atau rasa onset akut, terutama dalam konteks jalan napas hidung yang terganggu, harus memiliki indeks kecurigaan yang tinggi untuk infeksi SARS-CoV-2 yang terjadi bersamaan.

Gejala utama virus corona adalah suhu tinggi, batuk terus menerus, anosmia atau kehilangan bau atau rasa. Siapapun dengan gejala ini harus mengisolasi diri dan mengatur tes usap untuk memeriksa apakah mereka terkena virus. Anggota rumah tangga mereka juga harus diisolasi untuk mencegah kemungkinan penyebaran

Penanganan anosmia tidak ada yang khusus. Penanganan anosmia akan mengikuti protokol terapi penanganan Covid-19. Pada gangguan asimtomatik atau gangguan ringan tanpa terapi khusus akan membaik dengan sendirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun