Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Covid-19 Tidak Ada, Bentuk Penyangkalan Masyarakat dan Pejabat

18 September 2020   16:56 Diperbarui: 18 September 2020   17:03 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Ketika seseorang atau sekelompok orang terancam masalah kesehatan, ekonomi atau politik seperti saat pandemi sekarang ini maka respons psikologis dari suatu komunitas atau individu menyikap secara berbeda. 

Dalam sisi psikologis hal tersebut adalah pertahanan ego seseorang yang berbeda. Bisa menerima dengan rasional, ikhlas, emosional, marah tetapi ada kelompok yang denial atau menyangkal. Penyangkalan adalah sebuah mekanisme pembelaan ego itu ternyata tidak hanya dialami oleh individu masyarakat tetapi juga sekelompok pejabat pemerintah dimanapun berada.


Tidak TAHU, Pura pura Tidak TAHU atau Tidak Mau TAHU adalah hal yang berbeda. Dua TAHU yang terakhir adalah bentuk pembelaan ego dan penyangkalan yang sering terjadi bila manusia tidak ikhlas dan tidak sabar terhadap cobaan Sang Pencipta Kehidupan  (dr W Judarwanto)

Wabah virus korona, meski menghancurkan, juga menawarkan pandangan unik ke dalam jiwa manusia dan cara orang memilih untuk merespons atau membentuk psikologi epidemi yang dominan. Para ahli psikologis telah melihat kombinasi ketahanan, empati, altruisme, dan orang-orang beralih ke keyakinan. Tetapi ada aspek lain yang sangat kuat yang dipamerkan dalam banyak kasus adalah penyangkalan.

Sebelum membicarakannya, sangat penting untuk melihat bagaimana kita menanggapi stres. Menurut bagian DSM-5 dari Trauma and Stress Related Disorders, pengalaman yang tidak terduga dan menantang kesejahteraan atau integritas kita dengan cara apa pun, sering kali mengarah pada respons traumatis dari penerima, terlepas dari usia mereka. Reaksi traumatis dapat berupa gangguan tidur, mimpi buruk, perubahan kognisi, perubahan suasana hati, motivasi dan nafsu makan.

Sebuah penelitian baru-baru ini yang dilakukan setelah wabah virus korona di China, menunjukkan bahwa ada peningkatan tingkat kecemasan, stres, dan depresi pada manusia. Studi sebelumnya tentang dampak psikologis dari wabah, seperti Ebola, menguraikan gagasan yang sama bahwa stres, panik, dan reaksi traumatis adalah normal untuk ketidakpastian.

Dalam psikologi, penyangkalan adalah pilihan seseorang untuk menyangkal kenyataan sebagai cara untuk menghindari kebenaran yang secara psikologis tidak nyaman.

Dalam teori psikoanalitik yang telah dikritik sebagai tidak ilmiah dan faktual tidak berdasar) penyangkalan adalah mekanisme pertahanan di mana seseorang dihadapkan pada fakta yang terlalu tidak nyaman untuk menerima dan menolaknya, bersikeras bahwa itu tidak benar terlepas dari apa yang mungkin terjadi. bukti yang sangat banyak. Konsep penyangkalan penting dalam program dua belas langkah di mana pengabaian atau pembalikan penyangkalan bahwa ketergantungan zat bermasalah membentuk dasar dari langkah pertama, keempat, kelima, kedelapan dan kesepuluh.

Orang yang menunjukkan gejala kondisi medis serius terkadang menyangkal atau mengabaikan gejala tersebut karena gagasan memiliki masalah kesehatan yang serius tidak nyaman atau mengganggu. 

The American Heart Association mengutip penolakan sebagai alasan utama bahwa pengobatan serangan jantung ditunda. [Rujukan?] Karena gejalanya sangat bervariasi, dan sering kali memiliki penjelasan potensial lainnya, ada peluang bagi pasien untuk menyangkal keadaan darurat, seringkali dengan konsekuensi fatal. Pasien biasanya menunda pemeriksaan mammogram atau tes lain karena takut kanker, bahkan rata-rata hal ini memperburuk hasil medis jangka panjang.

Sigmund Freud dalam karya tulis mencatat terdapat 6 jenis pertahanan ego. Tetapi  kemudian putrinya Anna Freud mengembangkan gagasan ini dan mengembangkannya, menambahkan sepuluh gagasannya sendiri tentang pertahanan ego. Banyak psikoanalis juga menambahkan lebih banyak jenis pertahanan ego. Mekanisme pertahanan diri adalah strategi psikologis yang secara tidak sadar digunakan untuk melindungi seseorang dari kecemasan yang timbul dari pikiran atau perasaan yang tidak dapat diterima.

Mengapa manusia membutuhkan pertahanan Ego? Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari perasaan cemas, takut atau bersalah, yang muncul karena merasa terancam kesehatan atau ekonominya, atau karena superego menjadi terlalu menuntut.

Mekanisme pertahananbego terjadi pada tingkat bawah sadar dan membantu menangkal perasaan tidak menyenangkan seperti kecemasan atau membuat hal-hal baik terasa lebih baik bagi individu.

Mekanisme pertahanan ego itu alami dan normal selama tidak berebihan, rasional dan menunjukkan hal yang positif bagi diri dan lingkungannya. Namun, ketika mekanisme pertanan ego sudah tidak proposional lagi, berlebihan, tidak rasional dan menimbulkan hal negatif atau hal buruk bagi dirinya maka dianggap sebagai gangguan patologis atau kelainaan. Hal itu bisa mengarah pada gangguan  neurosis atau kejiwaan, seperti keadaan kecemasan, fobia, obsesi, depresi atau histeria.

Terdapa beberapa mekanisme pertahanan diri yang sering terjadi dialami seorang Individu atau kelompok dalam menghadapi wabah dan pandemi. Karena masalah wabah pandei itu dampaknya sangat luas bisa mengganggu masalah ekonomi, kesehatan, politik, jabatan politik dan masalah sosial lainnya.  Beberapa mekanisme pertahanan diri yang serong doalami oleh masyarakat dalam mengahadapi pandemi di antaranya adalah Denial, Rasionalisasi, Agresi, Represi, proyeksi, displacement, sublimasi atau regresi. 

6 Pertahanan Ego Yang Sering Terjadi Dalam Menghadapi Pandemi Covid19

  1. Denial atau Penyangkalan Penolakan adalah mekanisme pertahanan yang diajukan oleh Anna Freud yang melibatkan penolakan untuk menerima kenyataan, sehingga menghalangi peristiwa eksternal dari kesadaran. Jika suatu situasi terlalu berat untuk ditangani, orang tersebut mungkin merespons dengan menolak untuk melihatnya atau dengan menyangkal bahwa itu ada. Seperti yang bisa Anda bayangkan, ini adalah pertahanan primitif dan berbahaya - tidak ada yang mengabaikan kenyataan dan lolos begitu saja! Ia dapat melakukannya sendiri atau berkelompok. Seperti halnya beberapa orang melalui medoia sosial atau youtube menyangkal bahwa wabah covid19 tidak ada, hanya isapan jempol hanya isu yang dibuat negara negara besar untuk menjatuhkan kelompok tertentu. Bahkan mekanisme pembelaan ego tersebut bisa dilakukan berkelopok hal ini bisa di lihat sebuah youtube yang viral ketika sekelompok orang demo memasuki mall dengan tidak memakai masker karena menganggap wabah covid19 tidak ada.
  2. Rasionalisasi Rasionalisasi adalah mekanisme pertahanan yang dikemukakan oleh Anna Freud yang melibatkan distorsi kognitif dari "fakta" untuk membuat suatu peristiwa atau dorongan tidak terlalu mengancam. Biasanya seseorang melakukannya cukup sering pada tingkat yang cukup sadar ketika kita memberi diri kita alasan. Tetapi bagi banyak orang, dengan ego yang sensitif, membuat alasan menjadi begitu mudah sehingga mereka tidak pernah benar-benar menyadarinya. Dengan kata lain, banyak dari kita cukup siap untuk mempercayai kebohongan kita. Contoh rasionalisasi ketika seseorang menemukan suatu situasi yang sulit untuk diterima, mereka akan membuat alasan logis mengapa itu terjadi. Misalnya, seseorang mungkin menjelaskan wabah pandemi korona adalah sebagai 'kehendak Tuhan'. 
  3. Represi Represi adalah mekanisme pertahanan bawah sadar yang digunakan oleh ego untuk menjaga pikiran yang mengganggu atau mengancam agar tidak menjadi sadar. Pikiran yang sering ditekan adalah pikiran yang menimbulkan perasaan bersalah dari superego. Ini bukanlah pertahanan yang sangat berhasil dalam jangka panjang karena melibatkan pemaksaan keinginan, ide atau ingatan yang mengganggu ke alam bawah sadar, di mana, meskipun tersembunyi, mereka akan menciptakan kecemasan. Ingatan yang tertekan dapat muncul melalui sarana bawah sadar dan dalam bentuk yang berubah, seperti mimpi atau tergelincirnya lidah ('Freudian slip'). Misalnya, saat dalam menghadapi wabah pandemi  pikiran agresif tentang bahaya dan cepatnya penularan wabah Covid19 ditekan dan didorong ke bawah sadar.
  4. Proyeksi Proyeksi adalah mekanisme pertahanan psikologis yang diajukan oleh Anna Freud di mana seseorang mengaitkan pikiran, perasaan, dan motif yang tidak diinginkan ke orang lain. Pikiran yang paling sering diproyeksikan ke orang lain adalah yang akan menyebabkan rasa bersalah seperti fantasi atau pikiran agresif dan seksual. Misalnya, seseorang mungkin membenci atau tidak senang dengan keadaan pandemi ini, tetapi superego orang tersebuy memberi tahunya bahwa kebencian seperti itu tidak dapat diterima. Orang tersebut melakukan pertahanan ego dengan dapat 'menyelesaikan' masalah dengan percaya bahwa bencana tersebut juga bukan mushuh kita sehingga kita harus hidup berdampingan dengan wabah tanpa membencinya.
  5. Pemindahan (displacement)  Perpindahan atau displacement adalah pengalihan impuls (biasanya agresi) ke target pengganti yang tidak berdaya. Sasarannya bisa berupa orang atau benda yang bisa berfungsi sebagai pengganti simbolis. Perpindahan terjadi ketika ego ingin melakukan sesuatu yang tidak diizinkan oleh Super ego. Ego dengan demikian menemukan cara lain untuk melepaskan energi psikis ego. Dengan demikian ada transfer energi dari objek-cathexis yang ditekan ke objek yang lebih dapat diterima. Contoh proyeksi ketika seseorang yang merasa tidak nyaman dengan dampak wabah tersebut mengalihkannya dengan marah atau emosi terhadap bawahan, isteri atau anaknya. Seseorang yang frustrasi oleh atasannya mungkin pulang dan menendang anjing itu, memukuli salah satu anggota keluarga, atau membanting benda saat marah atau emosi.
  6. Sublimasi Sublimasi mirip dengan perpindahan, tetapi terjadi ketika kita berhasil memindahkan emosi yang tidak dapat diterima ke dalam perilaku yang konstruktif dan dapat diterima secara sosial, daripada aktivitas yang merusak. Sublimasi adalah salah satu mekanisme pertahanan asli Anna Freud. Contoh sublimasi? Banyak seniman dan musisi hebat memiliki kehidupan yang meraa terganggu secara kesehatan dan ekonomi dan telah menggunakan media seni musik untuk mengekspresikan diri. Olahraga atau bersepeda adalah contoh lain untuk memindahkan emosi dan kecemasannya menjadi sesuatu yang konstruktif dan positif begi kesehatan dan kehidupan sosialnya. Misalnya, fiksasi pada tahap perkembangan mulut nantinya dapat mengarah pada pencarian kesenangan oral sebagai orang dewasa dengan menghisap ibu jari, pena atau rokok. Juga, fiksasi selama tahap anal dapat menyebabkan seseorang menghilangkan keinginan mereka untuk menangani feses dengan kenikmatan tembikar. Sublimasi bagi Freud adalah landasan kehidupan yang beradab, karena seni dan sains adalah seksualitas yang disublimasikan. 

Penyangkalan atau Denial

Salah satu respons negatif yang lebih umum terhadap wabah adalah pembelaan psikologis untuk penyangkalan bahwa alam bawah sadarnya menganggap bahwa covid19 tidak ada. Penyangkalan itu dapat memberikan beberapa pengalaman psikologis yang berbeda, bisa sesuatu menyenangkan dan menguntungkan.

Ketidakberdayaan yang terlibat dalam keseluruhan proses dan realisasi ketidakmampuan untuk menyelamatkan diri sendiri dan orang yang dicintai muncul dengan keras pada saat-saat seperti ini. Lebih jauh lagi, bahkan psikologi evolusioner memberi tahu kita bahwa naluri bertahan hidup pasti akan muncul dalam situasi krisis yang kita hadapi saat ini.

Naluri bertahan hidup juga bisa menjadi mekanisme koping, seperti yang dieksplorasi oleh ahli saraf Austria, yang kemudian menjadi psikoanalis, Sigmund Freud, yang teorinya menyatakan bahwa ketika manusia terancam dengan pengalaman yang tidak menyenangkan.

Naluri kematian dipicu di dalamnya dan mereka secara naluriah (secara otomatis) menggunakan kewarasan memulihkan strategi atau mekanisme koping, yang disebut mekanisme pertahanan ego. Beberapa mekanisme pertahanan telah menjadi bagian dari budaya populer, seperti proyeksi (ketakutan), perpindahan (kemarahan) dan sublimasi dorongan ke dalam aktifitas artistik.

Aspek paling umum dari jiwa manusia yang dapat dilihat saat ini adalah penyangkalan, yang sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan ego. Anna Freud menjelaskan dalam bukunya 'The Ego and The Mechanisms of Defense', bahwa penyangkalan sering terjadi tanpa wawasan dari orang yang menunjukkannya.

Banyak dari kita bahkan tidak tahu bahwa kita sedang menyangkal, sampai nanti atau dalam beberapa wabah akan membaik sendiri.

Mereka yang menyangkal dapat melibatkan kepentingan politik, sosial atau agama seperti misalnya melibatkan perdebatan kebijakan pemerintah,  tentang penutupan mall, pasar atau masjid adalah ide yang lebih baik daripada larangan total selama wabah COVID-19. Hal ini pada gilirannya berkontribusi pada epidemi psikologi negara dan meremehkan skala masalah, di mana jika pemerintah tidak melarang salat berjamaah, apakah pandemi benar-benar seburuk itu?

Bukan hanya individu masyarakat, banyak opini pejabat atau pemerintah menganggap bahwa wabah mungkin berbahaya tetapi tidak mengancam nyawa. Pendapat pejabat yang mengatakan cukup minum jamu, orang Indonesia kuat karena makan nasi kucing, cukup hanya berdoa dan beberapa pendapat yang tidak rasional dan tidak ilmiah termasuk dalam mekanisme pembelaan ego penyangkalan.

Hal itu justru dapat menambah penyangkalan sebagai tanggapan kolektif dalam masyarakat dan menghambat penerapan kebijakan yang diperlukan diperlukan pada saat krisis. Dampaknya beberapa orang menjadi cuek dan abai dengan social distancing, memakai masker atau mungkin tidak tinggal di rumah. 

Bahkan para pemimpin seperti Presiden AS Donald Trump pun telah mengaku bersalah karena awalnya melakukan penyangkalan dengan menatakan bahwa Covid19 tak berbeda dengan Flu biasa atau penyangkalan lainnya tetapi akhirnya disadari hal itu dapat membahayakan publik Amerika.

Beberapa orangtua juga melakukan penolakan karena takut dengan kematian mereka sendiri atau sifat pandemi yang tidak terduga, sehingga beberapa anggota keluarga saya yang lebih tua menolak untuk memperhatikan arahan isolasi sosial. 

Penolakan tersebut terutama terlihat dalam kasus di mana orang melarikan diri dari karantina paksa setelah didiagnosis, tidak hanya menempatkan rumah tangga mereka tetapi juga daerah sekitarnya yang berisiko. Contoh tersebut didorong oleh stigma sosial yang melekat pada diagnosis, kondisi buruk di fasilitas karantina, ditambah dengan rasa penolakan yang kuat tentang konsekuensi tidak mendapatkan perawatan yang memadai atau penularan.

Adalah normal untuk merasa takut pada saat pandemi dan terutama membenci mereka yang mungkin tidak mempraktikkan jarak sosial dengan benar atau meremehkan ancaman virus Corona, tetapi seperti yang ditunjukkan oleh teori penolakan, orang-orang ini mungkin bahkan tidak tahu bahwa ini adalah reaksi untuk merasa aman.

Keadaan ini adalah kebutuhan saat ini untuk saling mendukung, bahkan mereka yang tampaknya tidak terpengaruh oleh krisis dan terus menikmati hidup seolah tidak ada yang berubah. Kita perlu membantu orang-orang di sekitar kita untuk mencapai mekanisme penanganan yang lebih baik dalam krisis ini sehingga mereka benar-benar tetap aman dan psikologi epidemi kita berubah menjadi harapan dan kesabaran untuk bersama sama melawan pandemi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun