Kasus tewasnya dua anak lemah dan puluhan manusia dewasa pingsan yang meninggal karena pembagian sembako secara massal di Monas yang dilakukan FUI (Forum Untukmu Indonesia) tampaknya bukan kasus yang pertama dan bisa jadi bukan yang terakhir. Beberapa kali sebelumnya kasus korban fisik dan kematian pembagian sembako terjadi dan bila tidak diantisipasi akan terus terjadi lagi.
Pembagian sembako terjadi karena seharusnya kegiatan mulia filantropis menjadi ternodai karena demi kepentingan egoisme sosial pribadi atau kepentingan politik kelompok tertentu. Semakin besar sosok pelaku kepentingan pribadi atau semakin besar sosok kepentingan parpol yang terlibat filantropis semu itu. Semakin besar pelaku maka semakin besar pertunjukan pembagian sembako itu.
Saat semakin besar pertunjukkan rasa sosial atau kepedulian takyat miskin dari orang kaya dan partai politik maka korban fisik dan nyawa akan terus terjadi.
Haruskan pembagian sembako yang merupakan pertunjukkan kesenjangan kaya dan miskin di indonesia itu akan terus dipertontonkan yang justru mengancam keselamatan jiwa rakyat miskin itu sendiri. Bukankah bersedekah akan menjadi mulia bila tangan kanan tidak tahu saat tangan kiri memberikan sembako ? Bukankah ada sarana pemberian sedekah dengan cara yang lebih manusiawi ? Maka berbagai pertimbangan itulah yang membuat pembagian sembako dalam skala besar harus dilarang .
Bukan rahasia lagi karena kesenjangan ekonomi rakyat yang semakin besar, maka iming iming indomi 5 bungkus dan beras seliter telah membuat rakyat tidak mampu negeri ini rela mempertaruhkan korban fisik dan nyawa. Iming iming uang amplop lima puluh ribuan, rakyat rela dari luar Jakarta untuk berdesak desakan mendapatkannya.
Kejadian korban yang terus bertumbangan karena pembagian sembako tersebut tampaknya terus terjadi berulang dan berulang meski hukum dan aturan telah ada. Tetapi pelanggaran etika, moral dan hukum dalam pembagian sembako terus terjadi sehingga korban terus bergelimpangan.
Insiden antre sembako paling mematikan terjadi di Pasuruan, Jawa Timur. Korban tewas akibat berdesak-desakan terjadi di bulan Ramadan tahun 2008 silam. Ketika itu, ribuan warga sejak pagi sudah berkumpul di dekat halaman rumah sang dermawan untuk berebut masuk demi mendapatkan zakat 2,5 kg beras yang diuangkan senilai Rp 30 ribu per orang.
Peristiwa lain yang tak kalah mengundang prihatin adalah pembagian zakat untuk warga miskin di Jalan KH. Mas Mansyur Surabaya, Senin, 5 Agustus 2013 silam. Kasus mengenaskan terakhir adalah kematian Muhammad Rizki Syahputra (10) tahun, dan Mahesa Junaedi (13) menjadi kasus terbaru yang menuai rasa simpati publik.
Saat berdesak-desakan menunggu giliran mendapat beras, Rizki dan Mahesa pingsan. Sempat dibawa ke rumah sakit Tarakan, tapi nyawa korban akhirnya tak tertolong pada pukul 04.35 WIB. Ibunda dari Adinda Rizki, Komariyah, melapor ke Bareskrim Polri guna mencari keadilan atas kematian anaknya. Ibu berusia 49 tahun itu merasa shock karena panitia yang menjaga lokasi tidak sigap dalam memberikan bantuan kepada sang korban.
Sembako Untuk Banyak kepentingan
Pembagian sembako adalah termasuk bagian dari gerakan filantropi. Filantropi adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain. Istilah ini umumnya diberikan pada orang-orang yang memberikan banyak dana untuk amal.