Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tabu Istilah Pribumi, Egoisme dalam Paranoid

18 Oktober 2017   14:51 Diperbarui: 18 Oktober 2017   15:19 956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Egoisme Di Otak Paranoid, Tabu Istilah Pribumi Tapi Umbar Kesenjangan Budaya Asing Leluhur

Tahun politik ini ternyata bukan hanya pemerintah tetapi sebagian rakyatpun lebih sensitif jadi mudah panik, tidak rasional dan paranoid. Hal itu terjadi ketika Pidato perdana Gubernur DKI baru Anies Baswedan yang disampaikan Senin malam, 16 Oktober 2017, menuai polemik karena menggunakan istilah pribumi. Banyak warga yang memprotes penggunaan istilah tersebut karena dianggap berbau rasis, memecah belah kibenekaan, Anti NKRI, anti Pancasila bahkan ada yang melapor ke Polisi karena dianggap melanggar Undang Undang. 

Anies sendiri telah memberikan penjelasaan soal pidatonya. Dia mengatakan istilah pribumi dalam pidatonya mengacu pada era kolonial.Tetapi masih saja banyak orang yang tidak mau tahu. Tetapi banyak juga orang yang rasional dan berpikiran jernih dalam bertindak dan berpikir seperti  Wakil Presiden Jusuf Kalla, berpendapat kata pribumi yang digunakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam pidatonya adalah dalam konteks menceritakan sejarah. Karena itu, tak ada yang salah dalam penggunaan istilah pribumi tersebut.

Sejak terpapar kepentingan politik seluruh lapisan masyarakat baik pemerintah, pejabat, politikus. penegak hukum dan rakyatnyapun semakin tidak rasional dan paranoid. Bayangkan ada kata pribumi yang konteksnya tidak sedikitpun berkaitan dengan konotasi menghina atau menyinggung kelompok tertentu sudah dianggap rasis. 

Perdebatan akan semakin panjang dan tidak pernah selesai ketika ucapan Gubenur baru Jakarta itu dianggap rasis, melanggar etika apalagi melanggar undang undang sehingga harus dilaporkan ke polisi. Bila dipandang dari sudut pandang kelompok politikus yang berseberangan politik atau kelompok yang trauma kekalahan politik Pilkada 2017 maka Anis dianggap rasis, melanggar undang undang dan dilaporkan ke polisi dan isu itu digoreng sedemikian rupa sehingga hal yang biasa dianggap vulgar dan rasis.

 Tetapi bagi kelompok pemilih Anis Sandi pasti akan mencemooh bahwa yang mempermasalahkan pasti kelompok lain yang belum move on dan berusaha mengganjal Anis mulai dari detik detik awal pemerintahannya. Maka sulitlah dipastikan mana yang paling benar. Mungkin rujukan opini yang bisa digunakan adalah sumber yang netral seperti dari opini tokoh yang wawasan kebangsaannya tidak diragukan seperti JK. JK yang notabene dianggap diluar kelompok Anis Sandi mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan perkataan pribumi bila dilihat dari konteks keseluruhan kalimat. 

Sebagian masyarakat bahkan ada yang mengatakan semua kita non pribumi yang pribumi hanyalah Pithecanthropus Erectus. Bahkan beberapa pihak juga mulai menyebarkan pemahaman bahwa di Indonesia tidak ada pribumi semua adalah Imigran. Pendapat itu dikaitkan degan Peneliti Eijkman Institute Profesor Herawati mengungkapkan perbedaan fisik diakibatkan oleh adanya pencampuran genetik berbagai ras yang terjadi di tubuh manusia. Bila benar logikanya kita semua adalah pendatang atau non pribumi atau semua kita sama. Mengapa tabu dengan kata pribumi. 

Tampaknya bangsa ini sekarang terlalu egois dan paranoid.  Selama ini kita terlalu egois selalu menyalahkan istilah pribumi. Selama ini istilah pribumi dianggap penyebab kesenjangan kebinekaan tetapi konyolnya setiap hari sebagian dari masyarakat kelompok tertentu mempertontonkan kesenjangan lainnya dengan perilaku ekslusif kelompok di pemukiman tertentu. 

Bahkan tidak disadari sebagian masyarakat tabu dengan kata pribumi tetapi secara vulgar mempertontonkan kesenjangan kebinekaan dengan menggunakan kebiasaan komunikasi bahasa asing leluhur dan secara berlebihan mempertontonkan budaya asing leluhur asing budaya Indonesia yang semakin tergerus dan ditinggalkan.

Tampaknya bukan hanya Amerika, bangsa inipun tidak disadari otaknya sering berstandard ganda. Saat Jokowi dan Megawati pernah menggunakan kata pribumi dalam beberapa kesempatan. Bahkan tanggal 6 Oktober 2017 Jokowi juga mengatakan istilah pribumi saat kunjungan kerja ke PLTU tetapi setelah kejadian Anis Sandi maka situs yang memuat perkataan Jokowi masih dapat dilihat dalam rekam jejak digital di dunia maya.

Sejatinya kita bersaudara. Tampaknya kepentingan politik dan kepentingan golongan yang mempolusi otak jernih anak bangsa sehingga mengorbankan persaudaraan. Otak putih manusia Indonesia saat ini terpapar dengan dampak buruk kepentingan politik dan kepentingan golongan tertentu sehingga menjadi sensitif,  dan paranoid yang berakibat selalu curiga berlebihan dan selalu menyimpan dendam kekalahan politik yang tidak ada habisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun