Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menhan: PKI Bangkit, Jokowi: Bertanya Pada Rakyat Mana PKInya ?

2 Oktober 2017   10:09 Diperbarui: 2 Oktober 2017   11:45 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menhan: Intelejen TNI Tunjukkan Kebangkitan PKI, Jokowi Malah Bertanya Pada Rakyat Mana PKInya ?

Ketika Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan bahwa  intelejen TNI menunjukkan kebangkitan PKI.  Tetapi justru sebaliknya Presiden Jokowi justru malah beberapa kali  bertanya pada rakyatnya mana PKInya tunjukkan pada saya akan saya gebuk.  Demikian juga mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi  Manusia yang sebelumnya dijabat Luhut Binsar Pandjaitan  mengatakan  hal yang sama belum mendapatkan berita tentang kebangkitan PKI.  Hal  yang aneh ini seringkali terjadi pada rezim  pemerintahan Jokowi. Ketika  Presiden dan para menteri sering berbeda pendapat dan berbeda  menyampaikan informasi. Sehingga saat intejen TNI mengungkapkan adanya  kebangkitan PKI tetapi presiden dan menko Polkamnya malah tidak tahu.  Para pengamat mengatakan ada beberapa hal mengapa ini terjadi. Bisa  karena koordinasi di dalam pemerintahan Jokowi JK tidak baik.  Kemungkinan lain ada pihak yang sengaja menutup nutupi adanya  kebangkitan PKI. Atau memang PKI sudah lama mati tetapi saat ini muncul  Komunis Gaya Baru (KGB),  Neo Komunis atau pendukung PKI berusaha  bangkit lagi tetapi hal ini oleh Jokowi dan Luhut tidak dianggap sebagai  PKI. Kalau sudah seperti ini bukan hanya para menteri yang bingung  rakyatpun semakin bingung mana yang harus dipercaya, Presidennya, menko  Polkam atau Menteri Pertahanannya. Lebih runyam lagi ketika sebagian  rakyat yang trauma mengadakan aksi demo menolak PKI karena percaya  dengan intelejen TNI tentang adanya kebangkita PKI dianggap  mempolitisasi PKI dan bertujuan akan menggoyang pemerintahan Jokowi.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada bulan Desember pernah  menanggapi pernyataan Mayor Jenderal Purnawirawan TNI Kivlan Zen yang  menyebut Partai Komunis Indonesia (PKI) bangkit kembali di Indonesia dan  akan berkantor di Jalan Kramat, Jakarta Pusat. Ryamizard mengatakan  pihaknya memiliki hasil intelijen TNI yang menunjukkan kebangkitan PKI  dan memiliki  fakta-fakta yang lengkap akan indikasi tersebut.  Indikasi-indikasi tersebut, kata Ryamizard, memang ada di Indonesia yang  dibuktikan dengan kemunculan orang-orang yang memakai atribut dengan  lambang identik dengan komunisme. "Kita kan Angkatan Darat,  kita kan lengkap fakta-fakta segala macam. Coba lihat pakai baju kaus  palu arit, pawai-pawai bubarkan teritorial, nginjek-nginjek patung  revolusi, itu kan kelihatan menunjukkan diri. Artinya, tidak boleh,"  ujar Ryamizard.

Seperti diberitakan sebelumnya, Mayor Jenderal TNI (Purn) Kivlan Zen  mengatakan, Partai Komunis Indonesia telah kembali bangkit. Dia menyebut  pimpinannya bernama Wahyu Setiaji. "Mereka sudah membentuk struktur  partai, mulai tingkat pusat sampai desa, pimpinannya Wahyu Setiaji,"  kata Kivlan Zen di acara simposium nasional bertema "Mengamankan  Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain", di Balai  Kartini, Jakarta, Rabu (1/6). Ternyata bukan hanya Menhan atau Kivlan Zen tetapi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, juga pernah mengingatkan kepada seluruh prajurit  TNI untuk terus waspada dan peka terhadap ideologi yang mengarah ke  radikalisme terkhusus PKI yang isunya akan bangkit di Indonesia. Menurut  Panglima TNI, berbagai kegiatan kelompok PKI sedang marak. Indikasi ini  dapat dilihat dari munculnya atribut-atribut kelompok-kelompok ideologi  radikal, seperti palu arit, baik yang terpasang di sepatu, kaos, baju,  dan spanduk. Termasuk dengan kemasan pagelaran kesenian yang bernuansa  komunis dan sejenisnya. "Ini merupakan indikasi bertebarannya ideologi  radikal yang patut diwaspadai. Kemasan pagelaran kesenian bernuansa  komunis dan sejenisnya, adalah salah satu wujud nyata gerakan radikal  yang harus kami cermati," ujar Panglima TNI dalam keterangan resmi  seperri yang dilansir Republika, Senin (19/4).

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga pernah menggelar acara  pertemuan dengan persatuan purnawirawan TNI AD serta Organisasi  Masyarakat anti-Partai Komunis Indonesia (PKI) di Balai Kartini,  Jakarta. Acara tersebut digelar terkait dengan isu propaganda yang  muncul mengenai kebangkitan PKI. Munculnya isu tersebut mengacu adanya  sejumlah kegiatan yang mengandung unsur gerakan komunis. Dalam  silaturahmi yang dihadiri tokoh-tokoh islam tersebut, Menhan Ryamizard  menjelaskan pertemuan tersebut penting. Kata dia, sebagai komponen  bangsa harus selalu waspada terhadap bahaya komunis. "Sebagai komponen  bangsa yang setia kepada negara Republik Indonesia yang berlandaskan  Pancasila dan UU 1945, harus senantiasa waspada terhadap bahaya laten  komunis yang dimotori Partai Komunis Indonesia," ujar Ryamizard di Balai  Kartini, Jakarta Selatan, Jumat (13/5/2016). Ryamizard juga mengatakan,  dulu tidak terdengar bahaya laten komunis, namun kini isu tersebut  muncul kembali. "Dulu sering sekali kita dengar bahaya laten  ditertawakan, nggak ada itu bahaya laten, kemudian komunis sudah tidak  ada lagi, tapi disebut-sebut sekarang muncul," imbuhnya. Ia pun  mencurigai pihak yang menganggap PKI tidak ada dan menduga mereka yang  beranggapan seperti itu adalah seorang komunis. "Jadi, kita patut  curigai itu yang bilang nggak ada (PKI), mungkin dia yang komunisme,"  jelasnya.

Presiden Jokowi dan Menko Polkam Luhut Binsar Panjaitan Tidak Percaya

Tetapi ternyata Presiden Joko Widodo beberapa kali menyinggung isu Komunisme dan  Partai Komunis Indonesia ketika bersilaturahmi di Pesantren Miftahul  Huda, Tasikmalaya. "Saya sering ke pondok di Jawa TImur, Jawa Tengah,  ketemu ulama. Banyak yang ingin bertanya kepada saya mengenai isu PKI,"  kata Jokowi, Sabtu (10/6/2017). Presiden Jokowi meminta orang yang  menyebarkan isu 'kebangkitan' PKI itu agar menunjukkan di mana lokasi  dan daerahnya. "Saya ingin tanya di mana? Tunjukkan kepada saya  kebangkitan PKI itu ada di mana? Lokasinya mana wilayahnya mana?" kata  Presiden Jokowi. "Ya kalau memang ada betul, tunjukkan kepada  Pemerintah, detik itu juga akan saya gebuk," ucap Jokowi. Jokowi yakin  bahwa Komunisme dan PKI sulit untuk bangkit kembali. Sebab, dasar hukum  untuk melarang eksistensinya sudah jelas. "Karena apa? organisasi ini  sudah dilarang di negara kita. Payung hukum jelas, TAP MPRS jelas  ada, Komunisme dan PKI itu dilarang di negara kita, lha kok masih ada  yang sampaikan Komunisme bangkit, PKI gerak, di mana?" tutur Jokowi. Sama dengan Jokowi ternyata mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi  Manusia yang sebelumnya dijabat Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan,  dirinya tidak mengetahui dan belum mendapatkan informasi mengenai itu.  Ia bahkan meminta Kivlan untuk menyampaikan laporan lengkapnya jika  dirinya merasa yakin ada PKI di Jakarta Pusat.

Keanehan

Untuk kesekian kalinya terjadi keanehan dalam pemerintahan rezim  Jokowi. Ketika terjadi perbedaan pendapat dan perbedaan pengetahuan  tentang adanya kebangkitan PKI. Menhan menyebutkan intelejen TNI  menemukan adanya kebangkitan PKI tetapi presiden dan  Menteri  Koordinator Bidang Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia yang sebelumnya  dijabat Luhut Binsar Pandjaitan justru mengatakan tidak tahu menahu dan  justru menanyakan kepada rakyat dan justru meminta agar Kivlan  menyampaikan laporan lengkapnya pada pemerintah.

Keanehan yang ada dalam pemerintahan Jokowi ini dianggap banyak  pengamat merupakan suatu keanehan. Sehingga memunculkan berbagai  spekulasi. Beberapa pengamat menduga terdapat beberapa kemungkinan  mengapa dalam menyikapi isu kebangkitan komunis tersebut berbeda.  Kemungkinan pertama terjadi koordinasi dan komunikasi yang buruk antara  Presisen, Menteri Pertahanan dan Menko Polkam sehingga info intelejen  kebangkitan PKI tidak diketahui. Tetapi spekulasi pertama ini seharusnya  tidak terjadi karena rakyatpun sudah mengetahui bahwa info intelejen  TNI yang disampaikan menhan sudah berkali kali dimuat di media cetak dan  medsos. Kemungkinan lainnya presiden dan menko Polkam saat itu tidak  mempercayai info intelejen PKI. Kemungkinan lain ada yang menutup nutupi adanya kebangkitan paham  komunis. Bila itu terjadi pasti yang melakukan adalah para pendukung  komunis. Bila hal ini terjadi maka pendukung komunis itu mempunyai  kekuatan yang luar biasa sehingga sampai mampu menembus dinding istana.  Kemungkinan lainnya terjadi perbedaan persepsi tentang defisini PKI.  Memang PKI telah mati tetapi Komunis Gaya Baru (KGB), Neo Komunis atau  pendukung paham komunis masih berusaha untuk hidup lagi. Mungkin saja  KGB, neo komunis dan kelompok tersebut tidak dianggap sebagai PKI.  Sehingga wajar saja Presiden dan Menko polkam tidak mengetahui kalau PKI  bangkit lagi tetapi mungkin mengetahui KGB dan Neo Komunis berusaha  bangkit lagi tetapi tidak dianggap sebagai PKI.

Melihat perbedaan pendapat dan perbedaan informasi dari Presiden,  Menko Polkam, Panglima TNI dan Menhan membuat rakyat bingung. Rakyat semakin  bingung mana yang harus lebih dipercaya. Ketika dalam kebingungan itu  sebagian rakyat mempercayai informasi dari intelejen TNI bahwa terjadi  kebangkitan PKI. Saat rakyat khususnya umat muslim yang trauma kekejaman PKI dalam membantai dengan kejam dan sadis para santri, para ustadz dan  para kiayi pasti akan terusik dan melakukan aksi demo menentang kebangkitan PKI  tetapi harus disalahkan. Rakyat luar Jakarta yang akan melakukan aksi demo menolak  kebangkitan PKI di depan wakil rakyatnya sediri juga harus diintimdasi untuk tidak  melakukan aksi demo. Umat muslim yang melakukan aksi demopun dicurigai  melakukan anarkis dan kerusuhan. Padahal fakta telah menunjukkan bahwa  aksi umat Islam seperti 211, 411 bahkan yang terakhir kemarin aksi 299 selalu berlangsung  damai. Bahkan polisi bersatu melakukan shalat Jumat bersama dan diimami  oleh salah satu perpeserta aksi demo. Ketika rakyat percaya dengan info  intelejen TNI tentang kebangkitan PKI malah ditertawakan dan diejek oleh  elit negeri ini dan kelompok rakyat lainnya. Berkali kali mereka  memaksakan pendapatnya bahwa PKI sudah dilarang, PKI sudah mati dan di  dunia komunis tidak hidup lagi. Tampaknya hal itu menjadi wajar karena  mereka dan keluarganya tidak mengalami kekejaman PKI. Mereka lupa meski  di Rusia komunis sudah tamat dan RRC sudah mulai berubah jadi kapitalis  tetapi yang berkuasa penuh di Cina adalah Partai Komunis Cina (PKC). Bahkan hingga  sekarang beberapa kader Golkar, Nasdem dan PDIP sudah dikirim ke Cina  untuk belajar kepartaian pada PKC.  Ketika rakyat cemas adanya kebangkitan PKI  karena info intelejen TNI, rakyatpun dicekokin bahwa paham komunis di dunia  sudah usang dan tidak akan bangkit lagi. Apakah mereka tahu bahwa ketika di Filipina Partai Komunis Filipina atau CPC adalah sebuah partai komunis utama di  Filipina yang masih aktif terus bergerak. Partai tersebut saat ini ikut perang gerilya melawan negara tersebut  sejak akhir 1960an. Partai tersebut masih berupa sebuah organisasi  politik bawah tanah sejak pendiriannya pada 26 Desember 1968. CPP  (Partai komunis Philipina), dengan sayap bersejata Tentara Rakyat baru.  Apakah mereka menyadari bahwa ketika PKI saat memberontak tahun 1926  sempat dilarang oleh Belanda dan sudah mati. Tetapi bergerilya di bawah  tanah sehingga bangkit lagi di tahun 1948 dan tahun 1955 masuk kelompik 4  besar sebagai pemenang pemilu dan puncaknya aksi G30S PKI. 

Melihat fakta sejarah, kondisi di Filipina atau Cina dan informasi intelejen TNI  tentang kebangkitan PKI amatlah wajar bila sebagian rakyat khususnya  umat muslim dan TNI yang paling gerah. Mengapa saat ini hanya umat  muslim dan TNI yang selalu waspada dan kawatir akan kebangkitan PKI. Karena  umat muslim dan TNI adalah kelompok yang selama ini menjadi musuh utama  komunis dan pihak yang melawan dan bisa menghentikan aksi komunis.  Sebaliknya juga disadari bahwa kelompok rakyat yang lain selalu mengejek  dan menertawai aksi umat Islam dan TNI yang selalu konsisten melawan  komunis. Karena mereka dan keluarga mereka tidak mengalami sendiri  trauma kekejaman PKI. Kelompok rakyat yang lain itu juga selama ini  selalu sinis dan antipati terhadap aksi umat muslim akibat adanya reaksi  yang mendzalimi umat Muslim.  Sejarah tampaknya terus berulang dan  berulang lagi. Ketika dahulu umat muslim, ulama dan TNI adalah garda  terdepan menghancurkan PKI sekarang berulang kembali. Panglima Jenderal  Gayot Nurmantyo yang dengan tegas mengintrusikan pemutaran film  penghianatan G30S PKI meski dihambat dan dilarang pihak tertentu  akhirnya nobar film terjadi di seluruh pelosok nusantara. Bahkan  akhirnya Presiden Jokowipun "tunduk dan terpaksa" ikut nobar di Bogor.  Peristiwa unik mengingatkan ketika aksi 212 ditentang dan dilarang keras  oleh Menko Polkam,  Kapolri dan jajarannya tetapi saat keinginan umat  Islam tidak terbendung akhirnya Jokowipun ikut juga shalat bersama dalam  aksi 212.

Memang PKI sudah tamat, tetapi KGB dan Neo komunis dan pendukung  komunis terus berusaha bangkit. Jangan salahkan umat muslim dan TNI yang  waspada dan percaya data intelejen TNI bahwa terjadi kebangkitan PKI.  Tetapi tampaknya juga tidak bisa disalahkan ketika terdapat elit negeri  ini dan sebagian rakyat yang selalu menertawai dan mengejek bahwa PKI  sudah mati. Karena mereka tidak mengetahui sejarah dan mengalami sendiri  keluarganya menjadi aksi kekejaman PKI. Bagi kelompok rakyat yang  percaya bahwa PKI sudah mati sebaiknya tidak perlu nyinyir dan ikut  mementang aksi umat dan TNI dalam mewaspadai dan melawan aksi  kebangkitan KGB. Saat umat Islam dan TNI melakukan aksi menolak KGB,  kelompok rakyat yang lain tidak perlu ikut gerah karena tidak merugikan  mereka. Kelompok rakyat yang lain dan elit politik selalu menuding umat  muslim dam TNI mempolitisasi isu PKI. Padahal sebagian besar umat muslim  dan TNI yang mewaspadai kebangkitan KGB adalah bukan pelaku politik.  Justru sebaliknya kelompok tertentu sangat gerah saat fenomena isu kebangkitan KGB dianggap sisi kelemahan  kelompok politik tertentu di mata rakyat.

Seringkali para elit negeri ini dan kelompok masyarakat tertentu  dengan sinis menyindir bahwa Indonesia tidak akan maju bila terus  menerus berkutat pada masalah PKI. Orang lain sudah berbicara terbang ke  bulan tetapi kita masih bicara PKI. Kelompok orang seperti ini biasanya  meremehkan tentang pentingnya sejarah bagi bangsa dan negara. Para orang bijak mengatakan bahwa sejarah adalah  sumber ilmu, sejarah adalah sumber kekuatan dan sejarah adalah sumber  kebijaksanaan. Dengan sejarah rakyat dan bangsa ini akan mengetahui  kehebatan dan kekurangan para pemimpin negeri ini. Hal yang negatif  dibuang jauh yang positif akan terus dilakukan. Anehnya saat ini ada  upaya untuk menutup nutupi sejarah kelam bangsa ini akibat ulah PKI.  Bahkan banyak tokoh yang dengan keras mengatakan kita tidak usah membuka  luka lama tentang PKI. Padahal negeri Jerman yang sudah maju dan  berbudayapum setiap tahun memperingati kekejaman Nazi tetapi negerinya  tetap damai dan tetap maju. Jadi tidak ada salahnya kalau tetap mengenang dan menarik pelajaran dari sejarah kelam PKI sambil membicarakan caranya bangsa ini bisa terbang ke bulan.  Peringatan setiap tahun tentang kekejaman PKI seharusnya tidak membuat masalah bila semua yang terlibat dengan peristiwa kekejaman PKI  legowo. Bukanlah semua keluarga korban kekejaman PKI sudah melakukan rekonsiliasi alamiah  dengan legowo memaafkan kekejaman PKI yang dilakukan pada keluarganya.  Tetapi mengapa masih ada pihak yang merasa tidak salah dan merasa paling  benar dan selalu ingin dimaafkan. Bila perilaku itu terus terjadi maka  pertentangan akan selalu membara lagi dan proses rekonsiliasi tidak  pernah terjadi meski harus diatur dalam undang undang sekalipun

Mungkin saja sebagian kecil kelompok rakyat yang menentang aksi umat  muslim dan TNI adalah justru kelompok PKI, KGB, atau pendukung neo  komunis. Seperti yang diucapkan Menhan Ryamizard bahwa pun mencurigai  pihak yang menganggap PKI tidak ada dan menduga mereka yang beranggapan  seperti itu adalah seorang komunis. "Jadi, kita patut curigai itu yang  bilang nggak ada (PKI), mungkin dia yang komunisme," ungkap Menhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun