Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Inikah Penyebab Panasnya Aksi Damai 4 November?

5 November 2016   14:50 Diperbarui: 5 November 2016   16:11 1674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksi yang awalnya sangat damai, santun dan sangat sejuk berubah menjadi kacau. Peserta aksi damai berjalan tenang dan damai sambil berdzikir dan bersalawat. Jangankan menginjak taman membuang sampah sembaranganpun tidak dilakukan. Jangankan membakar, melemparpun tidak akan pernah terbayangkan. Tetapi saat sebagian besar peserta aksi damai sudah pulang mulai terjadi hal yang tidak pernah diduga.  Banyak spekulasi baik dari peserta aksi dan polisi tentang apa yang mengawali timbulnya suasana panas. Benarkah ditunggangi oleh aktor politik seperti presiden Jokowi sampaikan ? Apa dan siapa penyebabnya aksi tertib bisa menjadi rusuh ? Mungkinkah rakyat frustasi dan marah ketika sang penguasa  hanya bisa diam dan meninggalkan rakyatnya ketika rakyat sudah bertamu di istana ketika ingin kepastian hukum yang dianggap umat bola panasnya tertahan di Istana ?  

Sejuta suara rakyat dalam aksi damai itu tidak sedikitpun mendapat penghormatan dari tuan rumah saat  bertamu di Istana. Padahal tamu yang seharusnya diterima adalah para ulama atau wakil dari jutaan umat dari berbagai daerah di seluruh Indonesia yang sedang gerah emosinya menunggu di luar istana. Tamu yang terdiri dari ulama dan jutaan umat tersebut hanya diterima pembantunya. Umat muslim dan para ulama sudah cerdas dan tidak ingin terperdaya lagi. Sebelumnya telah berulang kali umat muslim yang merasa terani aya emosinya melakukan demonstrasi ke Bareskrim, dan Polri tetapi tidak membuahkan hasil. Selama ini para petinggi hukum yang notabene adalah anak buah presiden dalam orasinya dalam media selalu mengatakan akan melakukan proses hukum tetapi dirasa berhenti di tengah jalan dan sengaja diulur ulur dengan berberbagai alasan yang tidak rasional. Hal ini membuat pengalaman umat dan tidak ingin terperdaya kesekian kali. Kali ini dengan kekuatan demo yang sangat luar biasa hebatnya tetap saja para tamu rakyat tersebut dianggap sebelah mata. Padahal beberapa mingu sebelumnya tuan rumah sudah tahu kalau akan dikunjungi banyak tamu dari berbagai daerah di Indonesia. Tetapi mengapa mendadak tuan rumah "kabur" atau menghindar keluar istana di luar dari jadwal resminya. Hal ini dapat dibuktikan bahwa beberapa hari sebelumnya Presiden Jokowi  mengatakan dia akan berada di Istana Kepresidenan saja seperti biasa. Sebab, tak ada alasan untuk meninggalkan Istana Kepresidenan meski ada demo besar-besaran. Bahkan, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membenarkan ucapan Presiden Jokowi itu bahwa akan ada rapat antara dia dan Jokowi di Istana tanggal 4 November. Luhut memberi isyarat bahwa demonstrasi itu tidak akan berbahaya. Malah, ia mengatakan, besok dirinya akan datang ke Istana Kepresidenan untuk kembali rapat bersama Jokowi. "Presiden juga ngantor, saya juga menghadap. Agenda beliau besok menerima saya dulu," tuturnya. Tretapi janji Jokowi tersebut sangat berbeda dengan keadaam saat aksi damai 4 November. Hal itulah yang menjadi pertanyaan ada apa dengan Tuan Rumah ? Di media sosial peristiwa itu selalu dianggap benar oleh para pendukungnya.  Daripada menerima demonstran yang anarkis lebih penting kerja, kerja dan kerja. Padahal yang hendak bertemu adalah pimpinan aksi umat Islam yang melakukamn aksi damai yang terdiri dari para ulama dan tokoh masyarakat. Tampaknya pembenaran tersebut sangat tidak rasional dan tidak cerdas. Sebagai seorang pimpinan tertinggi negera seharusnya bisa memilih prioritas antara masalah hanya melihat proyek yang selevel gubernur atau menyelesaikan masalah kegentingan bangsa yang mengancam kekacauan dan bangsa. Seringkali jargon kerja, kerja, kerja dijadikan justifikasi atau pembenaran kalau ada permasalahan yang terjadi.Alasan lain bahwa tuan rumah berusaha kembali ke istana tetapi sulit karena jalanan macet. Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan hal yang melatarbelakangi Presiden Jokowi hingga tak bisa menemui perwakilan pengunjukrasa aksi 4 November di Istana Negara, Jumat (4/11).Menurut Pramono, kondisi di sepanjang perjalanan menuju arah Istana tidak memungkinkan untuk dilintasi presiden. Atas pertimbangan itu, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan tim kepresidenan memutuskan untuk membawa Jokowi ke Istana Bogor. "Sebenarnya, Presiden tiga sampai empat kali memutuskan untuk kembali ke Istana, tapi karena seluruh jalan tidak memungkinkan untuk kehadiran beliau. Disarankan Paspampres untuk tidak ke Istana," ujar Pramono dalam jumpa pers di Istana, Sabtu (5/11) dini hari. Tetapi  alasan istana tampaknya itu terbantahkan karena sekapasitas presiden prosedur transportasi pasti banyak alternatif bila dalam keadaan darurat. Alternatif pemakaian helikopter bagi seorang presiden bukan hal yang sulit. Seharusnya presiden mempunyai helikopter kepresidenan. Helikopter Super Puma AS-332 skadron 45 yang menjadi helikopter kepresidenan Republik Indonesia mengalami perubahan wajah. Heli AS-332 H-3204 VVIP TNI-AU merupakan versi L-2 dari keluarga Super Puma. Heli ini didatangkan langsung dari Prancis pada tahun 2002.Selain H-3204, TNI-AU juga mendatangkan helikopter Super Puma L-2 langsung dari Prancis lainnya yaitu H-3222.  Sementara dua buah dari jenis L-1 didatangkan dari PT Dirgantara Indonesia dengan nomor ekor H-3203 dan H-3206.Skadron 45 berdiri pada tahun 2011. Skadron Udara 45 memiliki keunikan dibandingkan dengan skadron udara lainnya, yaitu pemeliharaannya berada di bawah penanganan Kementerian Sekretariat Negara Indonesia.  Bahkan pengoperasian pesawat di Skadron 45 di bawah koordinasi Sekretariat Militer Presiden RI. Dimana pesawat helikopter kepresidenan tersebut saat aksi 4 Novermber  ? Bahkan saat demo 4 November beberapa helikopter lalu lang di atas istana. Hal yang tidak terbantahkan lagi saat itu seorang penyiar televisi swasta nasional sempat menyebutkan bahwa wartawan sedang menunggu kehadiaran Jokowi siang itu di pelataran pendaratan helikopter.

Akhirnya rakyat berburuk sangka bahwa tuan rumah lebih berkunjung ke proyek hanya untuk dalih tidak menerima rakyatnya. Selama ini oleh media corong istana dinobatkan sebagai rumah rakyat. Rakyatpun menjadi curiga selama ini bahwa tuan rumah adalah memang raja pencitraan. Rakyatpun menjadi paranoid bahwa pintu istana ternyata hanya untuk para tuan besar di negeri ini. Mudah mudahan rakyat tidak semakin curiga bahwa memang ada kekuatan besar yang menyandera sang Penguasa sehingga hanya membela seorang penista yang bisa mengorbankan resiko kekacauan puluhan juta rakyatnya. Mudah mudahan dugaan dan kecurigaan rakyat hanya sekedar ilusi ? 

Tampaknya tekanan dari jutaan umat yang melakukan aksi damai itu membuat petinggi hukum dan penguasa negara harus mempercepat lagi janji janjinya untuk menyelesaikan kasus hukum penista yang masih berdiri di tempat. Setelah terjadi kekacauan dan timbul korban banyak perubahan yang terjadi pada kebijakaan pemerintah dalam menyelesaikan kasus hukum tersebut. hal ini dapat dilihat  pada tengah malam itu baru pertama kali terucap dari ucapan RI-adanya kasus hukum Basuki Tjahaja Purnama yang selama ini belum pernah terucap. Bila kalimat itu jaugh hari sudah terucap maka mungkin kondisi suhu emosi umat tidak seheboh sekarang. 

Bila presiden bisa berkomunikasi dengan baik dengan [ara ulama maka mungkin ceritanya menjadi berbeda. Tetapi sayangnya yang dilakukan komunikasinya bukan dengan ulama yang tidak mempercayainya. Beberapa hari sbelumnya yang diundang ke istana justru adalah ulama yang bukan penggerak aksi damai tersebut. Mudah mudahan kemarahan dan kekacauan umat tersebut tidak menyebar kemana mana . Umat Setelah melakukan aksi umat hanya bisa berdoa sambil menunggu kasus hukum benar benar bisa dipercepat dan lebih transparan. 

Umat sambil berdoa menunggu jangan sampai menyandera kasus hukum itu dengan mengorbankan kekacauan lebih besar lagi dan menyebar di seluruh penjuru nusantara. Para ulama khususnya AA Gym berpendapat hampir senada. Pemimpin Pondok Pesantren Daarut Tauhiid Bandung, KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), yang telah ikut demonstrasi besar organisasi keagamaan pada 4 November 2016 di Jakarta itu berharap Presiden Joko Widodo serius memandang persoalan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun