Dokter tidak mau lagi melakukan tugas kegiatan pelayanan medis sosial ke daerah-daerah terpencil Karena masalah ancaman hukum bila tidak mempunyai SIP praktek di luar wilayahnya. Sehingga nantinya dokter tidak akan pernah lagi mau melakukan operasi bakti sosial di daerah terpencil seperti operasi katarak, bibir sumbing, hernia dan operasi bakti sosial lainnya. Karena bila terjadi resiko operasi maka dokter akan dipenjara hanya karena SIPnya berada di luar wilayah dimana ijin tersebut dikeluarkan. Padahal dokter berniat sosial membantu pasien.
PPDS tidak akan melakukan tugas sosial di daerah terpencil . Selama ini pihak depkes atau institusi kedokteran lainnya melakukan kerjasama antara dokter tingkat akhir perta PPDS spesialis tertentu seperti obsetri ginekologi, bedah, anak, penyakit dalam dengan daerah terpencil tertentu yang membutuhkan dokter. Nantinya karena kriminalisasi dokter tadi maka peserta PPDS berhak menolak penugasan tersebut karena takut ancaman hukum karena tidak mempunyai ijin praktek. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dikabarkan akan menarik seluruh dokter spesialis yang ditempatkan di pulau terpencil termasuk di Kepulauan Riau. Keputusan ini setelah Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara enam bulan kepada tiga dokter di Manado, Sulawesi Utara yang dinilai lalai dan mengakibatkan pasien meninggal. Hal itu diungkapkan Anggota Komisi IV DPRD Kepulauan Riau (Kepri) dr Jusrizal, Minggu (1/12) kemarin. "Yang sudah pasti ditarik itu adalah dokter spesialis yang ada di Lingga dan Natuna. Saya belum dapat informasi jelas dari kabupaten lainnya. Tapi jika sudah jadi keputusan Menkes, saya pikir semuanya akan mengikuti," ujar Jusrizal. Menurutnya, keputusan yang diambil hakim Mahkamah Agung (MA) merupakan keputusan yang keliru karena dampaknya meluas hingga masyarakat kecil menjadi korban. "Kenapa masyarakat yang saya bilang jadi korban? Nah, apabila para dokter ini sudah tidak bertugas lagi di daerah terpencil seperti Anambas, Lingga dan Natuna, siapa yang mau (bertugas) ke sana," ucapnya. Hal senada disampaikan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kepri dr Tengku Afrizal Dahlan. Menurutnya, putusan hakim MA membawa dampak negatif yang cukup luas bagi masyarakat yang tinggal di daerah kepulauan dan terpencil. "Kami sangat menyayangkan adanya keputusan (hakim) itu, sehingga muncul kebijakan menteri untuk menarik semua PPDS atau calon dokter spesialis senior yang ditempatkan di seluruh daerah termasuk Kepri," ujarnya. Yang lebih fatal dokter PPDS seluruh Indonesia akan tidak berani lagi melakukan tindakan medis di semua rumah sakit umum daerah yang kekurangan dokter bila tidak mempunyai ijin SIP spesialis. Saat ini dokter peserta PPDS ini seperti melakukan kerja sosial tanpa dibayar dan digaji melakukan operasi dan tindakan medis terhadap berbagai pasien doi RTumah Sakit daerah yang ditugaskan. Dokter Ayu adalah Chief Resident Program Pendidikan Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan yang sudah layak melakukan operasi persalinan biasa, operasi tumor kandungan jinak, dan bedah caesar. Program Pendidikan Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan masuk dalam sister hospital dari FKUI-RSCM adalah Papua, Natuna, dan Rote. Biasanya seorang chief resident akan berada di wilayah tersebut selama 1-2 bulan. Terbatasnya sarana, kerap kali menyebabkan seorang chief resident berpraktek terlebih dulu tanpa menunggu SIP. Kasihan sekali kalau sampai defensive medicine atau penarikan terjadi. Wilayah yang tadinya sudah merasakan fasilitas seorang spesialis kembali mundur. Padahal seorang chief resident sudah bisa melakukan persalinan biasa, operasi tumor kandungan jinak, dan bedah caesar. Menurutnya persoalan SIP tidak seharusnya menghambat upaya peningkatan kesehatan dan kemampuan para calon dokter spesialis. Derngan adanya Defensive Medicine para calon dokter tidak mau lagi ditempatkan di lokasi terpencil atau wilayah lain Indonesia. Kami juga menjadi lebih khawatir pada tindak pengobatan yang diambil. Kalau sudah begini tentu masyarakat yang akan merugi.
Dampak kerugian material pasien Pengambilan keputusan praktek kedokteran defensif telah menyebar ke banyak bidang kedokteran klinis dan dipandang sebagai faktor utama dalam peningkatan biaya perawatan kesehatan. Diperkirakan puluhan miliar dolar per tahun di Amerika Serikat terbuang bpercuma hanya karena tindakan praktek kedokteran defensif . Sebuah analisis dari sampel acak dari 1.452 klaim malpraktek dari lima asuransi kewajiban AS menunjukkan bahwa waktu rata-rata antara cedera. Biaya Indemnity adalah $ 376.000.000 , dan administrasi pertahanan biaya $ 73.000.000 , sehingga total biaya $ 449 juta. Biaya overhead sistem ini selangit : 35 % dari pembayaran ganti rugi pergi ke pengacara penggugat , dan bersama-sama dengan biaya pertahanan , total biaya litigasi sebesar 54 % dari kompensasi yang dibayarkan kepada penggugat . Sejak yurisprudensi buruk terhadap ancaman malpraktek yang tidak wajar tersebut, ia menganggap pasien sebagai penggugat potensial. Akhirnya Dr Merenstein saat ini selalu menerapkan tindakan Defensive medicine pada praktek kedokterannya “Bila memeriksa pasien saat ini saya selalu memesan pemeriksaan berlebihan terhadap semua pasien. Saat ini saya lebih trauma dan cemas berlebihan bila berhadapan dengan pasien. Dalam sebuah studi dengan 824 ahli bedah di Amerika , dokter kandungan , dan spesialis lain yang berisiko tinggi litigasi atau terjadi ancaman gugatan medis. Dilaporkan 93 % melakukan praktek kedokteran defensif , seperti memesan CT scan yang tidak perlu, biopsi , dan MRI , dan meresepkan antibiotik yang secara medis indikasinya berlebihan . Sedangkan di negara Swiss , di mana litigasi tidak biasa terjadipun , 41 % dari dokter umum dan 43 % dari internis melaporkan bahwa mereka sering merekomendasikan tes PSA bukan untuk alasan medis tetapi untuk alasan hukum . Praktek kedokteran defensif juga mengungkapkan perbedaan antara perawatan dokter disarankan kepada pasien , dan apa yang mereka sarankan kepada keluarga mereka sendiri . Di Swiss , misalnya tingkat histerektomi yang berlebihan pada populasi umum adalah 16 % , sedangkan di antara istri-istri dokter dan dokter wanita itu hanya 10 %. Hal ini terjadi karena dokter melakukan kecemasan berlebihan terhadap pasien umum daripada pasien keluarga dokter yang lebih jarang melakukan tuntutan medis.
ARTIKELÂ TERKAIT:
Kejanggalan Hukum Vonis MA Terhadap Dokter Ayu
Ketika Supir Penolong Dipidana 11 Bulan
Dokter Ayu dan Dampaknya Pada Pasien Miskin atau Daerah Terpencil
Ketika Wakil Ketua MK Arief Hidayat dan Bajay Bajuri Melawak
Defensive Medicine, Dampak Buruk Kriminalisasi Dokter Ayu
Pantas MK Terpuruk, Hakimnya Tidak Beretika dan Tidak Bijaksana
Kontroversi Vonis Hakim Artidjo, Penilaian Awam vs Penilaian Medis
Penilaian Medis Emboli, Sulitnya Penilaian Hukum
Dokter Tidak Kebal Hukum, tapi Jangan Kriminalisasikan Dokter
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H