Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Jenderal Besar Soeharto Presiden Terhebat?

15 Agustus 2011   03:01 Diperbarui: 4 April 2017   17:50 40635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Situasi dan kondisi saat itu juga saat aman karena media masa dapat dikendalikan dalam mengolah berita. Setiap ada berita suara jarum jatuh yang dapat membuat ketidakstabilan bangsa ini maka langsung diredam. Sehingga saat itu suasana terekam dalam otak masyarakat dalam keadaan aman. Padahal saat itu juga banyak kerusuhan, korupsi, pemberontakan, dan berbagai tindak kriminal lainnya

Berbeda dengan jaman era demokrasi saat ini. Kemajuan pesat teknologi dan demokrasi bukan hanya menyebabkan eforia berdemokrasi tetapi juga menciptakan eforia informasi yang demikian luar biasa. Setiap orang yang punya media dan punya kesempatan dapat bebas mengeluarkan opini tanpa peduli etika dan semangat membangun bangsa.

Saat ini media masa hanya dipengaruhi oleh berita kerusuhan, korupsi, perkelahian antar penduduk dan berita buruk lainnya. Meski yang berdemo hanya belasan orang, berita itu dapat menghiasi deadline sebuah berita yang mengatakan bahwa rakyat sudah tidak percaya lagi pada pemerintahan SBY. Berita seorang pengemis di jalanan yang dirazia, sudah dianggap sebagai kegagalan negara tidak bisa mengolah ekonomi dan membantu rakyatnya.

Bukan hanya itu saja, saat ini siapapun presidennya bila tidak punya pendudukung media masa maka akan cepat mudah dibenamkan segala prestasi dan kehebatannya.  Saat ini semua orang dan semua media dengan mudah mengatakan bahwa SBY salah, SBY hanya omong doang, SBY korup atau apapun kejelekan presidennya diungkap secara tidak proposional dan tidak wajar. Sehingga setiap langkah yang dilakukan SBY dan pemerintahannya selalu salah dan tidak ada  sedikitpun prestasi yang terungkap. Setiap langkah SBY selalu saja dianggap sebagai pencitraan. Tetapi justru setiap kata yang diucapkan SBY, dijadikan komoditas untuk mencetak berita yang membuat SBY selalu salah

Padahal pengakuan dunia telah mengalir kepada SBY dan pemerintahannya. Meski juga banyak kekurangan dan kelemahan yang ada. Apresiasi Indonesia sebagai negara demokratis terbaik dan terbesar di Asia jarang sekali menjadi kebanggan bangsa ini. Penilaian majalah Time dengan menobatkan SBY sebagai pemimpin paling berpengaruh di dunia tahun 2009, tetapi oleh bangsanya sendiri justru dianggap sebagai pembohong. Termasuk oleh kelompok dan tokoh agama yang sudah bermain di arena politik. Prestasi ekonomi Indonesia yang sangat pesat yang termasuk negara terbaik di Asia bersama Cina dan India di tengah krisis ekonomi dunia, terhapus hanya gara-gara berita kekisruhan koalisi politik. Berita prestasi seorang Sri Mulyani sebagai menteri keuangan terbaik di Asia karena prestasinya dalam mengelola departemen dan ekonomi Indonesia menguap begitu saja diganti kasus politik Century.

Saat ini sangat jarang sekali jurnalis yang mencari informasi ke pejabat pemerintah menanyakan program dan rencana pembangunan pemerintah. Saat ini wartawan tidak berselera untuk meliput prestasi para menteri dan presidennya di lapangan. Justru para jurnalis lebih berselera dengan tindakan siapa saja menteri yang akan termasuk dalam reshuflle kabinet.  Sekarang di gedung pemerintahan atau kepresidenan di dominasi oleh wartawan yang mencari konfirmasi tentang tuduhan dan tudingan kepada pejabat bermasalah yang sudah ramai termuat di media masa. Saat ini kaum jurnalis lebih tertarik kontroversi atau kemelut politik dibandingkan meliput prestasi bangsa ini.

Saat ini semakin langka manusia idealis dengan informasi yang independen dan berkualitas tanpa dipengaruhi kepentingan politis dan kelompoknya. Sehingga informasi yang ada hanyalah pikiran negatif, kecurigaan dan yang tidak berdasarkan fakta serta tidak berkualitas. Informasi itu hanyalah berisikan saling tuduh, provokatif, saling menuduh, saling menyalahkan, tidak ada solusi dan tidak menyejukkan. Mungkin saat ini manusia idealis hanya berharap pada sosok profesi jurnalis, teknokrat, ilmuwan atau tokoh agama yang belum terpapari polusi politik yang jumlahnya semakin langka.

Saat ini di Indonesia tampaknya idealisme jurnalistik semakin tergadaikan oleh kepentingan bisnis media, kepentingan pemilik modal yang terkait dengan kehidupan politik. Meski tidak sedikit juga media yang masih menjunjung tinggi idealisme jurnalistik tanpa mementingkan kepentingan bisnis media atau kepentingan pemilik media. Informasi yang tidak independent paling banyak dijumpai dalam berita politik, hukum dan sosial. Sumber utama kekisruhan informasi adalah pengaruh politik yang merasuki pemberitaan.

Saat ini eforia demokrasi dapat dilakukan oleh siapapun yang mempunyai media dapat melakukan pemberitaan apapun tanpa melihat fakta jurnalistik dan demi kepentingan pribadi dan kelompok. Hal ini juga dapat dilihat saat ini jarang sekali kita menemukan berita yang secara fair tentang berita citra positif pemerintah dan prestasi bangsa ini. Adalah sangat langka keberhasilan pemerintah diangkat dalam sebuah berita. Kalaupun ada biasanya didominasi oleh kritikan dan pesan akhirnya malah membenamkan keberhasilan itu. Hal ini juga dilakukan bukan hanya oleh media tetapi oleh sebagian besar pengamat politik. Justru para nara sumber yang berkopeten seringkali diambil yang bombastis dan sarat dengan kepentingan tertentu. Saat ini menjadi barang langka seorang nara sumber baik dari para tokoh agama, teknokrat, ilmuwan, politikus yang menyuarakan fakta kebenaran yang berkualitas. Sayangnya sosok yang independen seperti ini jarang disorot media. Media cenderung menyenangi para nara sumber yang bombastis, layak jual dan mudah dikompori. Justru sosok seperti inilah biasanya mempunyai niat tidak tulus dan tidak baik. Mereka hanya beropini demi kepentingan pribadi dan kelompok yang mendukungnya.

Berita dan opini tergantung selera dan kepentingan orang yang memberitakan. Saat ini selain langka dengan manusia idealis juga langka dengan berita independen karena semua sumber informasi dan nara sumber didominasi kepentingan pribadi dan partai yang mengatasnamakan rakyat.

Bila jenderal besar Soeharto hidup pada jaman reformasi ini maka cerita akan mengatakan lain. Tidak mungkin ada bapak pembangunan yang mencitrakan presiden yang mensejahterakan rakyatnya. Meski prestasi itu benar adanya, maka media masa dan musuh politiknya pasti dengan mudah mengatakan bahwa Soeharto adalah Bapak Koruptor dan Bapak Pelanggar HAM. Seandainya kerusuhan Tanjung Priok yang menghebohkan itu terjadi saat ini, maka media masa akan dengan mudah menggiring opini rakyat untuk menggulingkan Soeharto. Seandainya kehebatan prestasi pembebasan pembajakan Woyla yang diakui dunia itu terjadi sekarang, maka media dengan mudah akan memutar balikkan bahwa itu hanya sebuah rekayasa politik penguasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun