Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lebaran Muhammadiah Lebih Afdol Dibanding NU dan Pemerintah?

31 Agustus 2011   11:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:20 6032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini terjadi perbedaan penetapan hari Idul Fitri 1 Syawal 1432 H. Beberapa kelompok Islam berbeda melakukan saat lebaran. Muhammadiah berlebaran hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011. Tetapi pemerintah, PERSIS dan NU berlebaran hari Rabu tanggal 31 Agustus. Penentuan hari raya beberapa kelompok umat tersebut selalu berbeda karena menggunakan cara berbeda yaitu metode hisab dan rukyatul hilal. Bagi kaum Nahdiyin dan warga Muhammadiah tentunya tidak ragu dan bingung. Tetapi Masyarakat bukan warga kedua kelompok Islam besar itu menjadi bingung. Saat penetapan lebaran Muhammadiah tanggal 30 Agustus itu bersamaan dengan lebaran di Arab Saudi. Benarkah lebaran Muhammadiyah lebih afdol dibandingkan NU dan pemerintah ? Tetapi hikmah terbesar dari perbedaan tersebut adalah bukan menentukan mana yang lebih afdol tetapi saling menghormati dan tidak saling menyalahkan.

Ternyata di hari nan fitri ini umat muslim Indonesia masih tetap dibayangi perbedaan penentuan waktu lebaran. Dalam menetapkan tanggal Lebaran ada dua cara, yakni hisab atau perhitungan dan rukyatul hilal atau melihat bulan muda di atas ufuk.  Pemerintah memutuskan lebaran jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011. Keputusan ini diperoleh melalui Sidang Isbat yang dipimpin langsung oleh Menteri Agama Suryadharma Ali di kantor kementerian, Senin (29/8/2011), setelah mendengarkan berbagai masukan. Keputusan ini diambil berdasarkan empat garis besar pandangan peserta Sidang Isbat, terutama poin bahwa mayoritas pemberi saran dalam sidang yang disebutnya tentu memperhatikan laporan dari berbagai titik ru’yah, sekaligus fatwa MUI menyetujui bahwa 1 Syawal jatuh pada tanggal 31 Agustus. Dari 12 pembicara di sidang itsbat, 11 Orang setuju hari Rabu, 1 orang tidak setuju tentunya dari Muhammadiah.  Saat sidang pihak Muhammadiyah kemarin menghormati sidang yang memutuskan Idul Firti hari Rabu 31 Agustus. Namun, Muhammadiyah mohon izin melaksanakan Idul Firti kemarin

Dewan Fiqih Amerika Utara atau FCNA (Fiqh Council of North America) dan Dewan Fatwa dan Riset Eropa telah melakukan pengkajian dari sumber-sumber dan pendapat-pendapat syar'i para ulama masa lalu serta dari pendapat para ulama modern, menyimpulkan bahwa secara syariah dibolehkan untuk menggunakan perhitungan astronomi untuk menentukan jatuhnya awal bulan dalam kalender Islam, Sedangkan peneliti Observatorium Bosscha Bandung Jawa Barat, menegaskan bahwa hari lebaran 2011 atau 1 syawal 1432 Hijriah akan jatuh pada 31 Agustus 2011. Penentuan itu merupakan hasil dari pengamatan dengan menggunakan pisau analisis ilmu astronomi. Sehingga ijtimak akhir Ramadhan 1432 Hijriah akan dilakukan pada Senin 29 Agustus pukul 10.04 WIB. Tinggi bulan saat matahari terbenam 29 Agustus di seluruh wilayah Indonesia kurang dari dua derajat. Dari data tersebut, hilal tidak mungkin dilihat diwilayah Indonesia. Dengan begitu, 1 Syawal 1432 Hijriah tanggal 30 Agustus setelah Maghrib. Puasa pada tahun 1432 Hijriah ini berjumlah 30 hari.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah memastikan Hari Raya Idul Fitri 2011 jatuh pada haris Selasa 30 Agustus 2011, sesuai dengan surat edaran PP Muhammadiyah Nomor 375/MLM/I.0/E/2011 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah 1432 Hijriah. Keputusan itu berdasarkan pada metode hisab haqiqi wujudul hilal yang dilakukan oleh Majelis Tarjih PP Muhammadiyah, berpatokan pada ilmu hisap dan ilmu falaq. Saat matahari terbenam pada hari ke-29 Ramadhan, posisi hilal ada di atas ufuk dengan ketinggian 1 derajat 55 menit. Menurut perhitungan Muhammadiyah, ijtima’ akhir Ramadan 1432 Hijriah akan terjadi pada 29 Agustus 2011 yang bertepatan dengan 29 Ramadan 1432 H antara pukul 10.04.03 WIB sampai pukul 10.05.16 WIB. Pada saat itu, matahari terbenam pada pukul 17.30.53 WIB dengan “hilal” atau rembulan usia muda sebagai pertanda awal bulan atau kalender akan terlihat pada ketinggian 1 derajat 55 menit 11 detik hingga 2 derajat. Ijtima’ merupakan pertemuan antara posisi matahari dan bulan pada satu bujur astronomi yang sama. Dalam istilah astronomi, ijtima’ disebut konjungsi.

Sedangkan umat muslim lain bahkan ada yang berpedoman pada salat idul fitri di Mekkah Arab Saudi. Sementara itu, negara-negara lain yang memiliki umat Islam dalam jumlah signifikan merayakan Lebaran di hari Selasa. Kebanyakan dari kelompok negara-negara ini mengikuti keputusan Saudi Arabia yang menggunakan teknologi canggih dalam memantau penampakan hilal.

Tidak hanya di Indonesia, di berbagai negara di penjuru dunia juga terdapat perbedaan dalam menentukan awal idul fitri. Arab Saudi, Malaysia, Thailand, Jepang, New York, California, Hawaii, London, Belanda, Mesir, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, Australia, Yordania, Rusia, Turki, Irlandia, Hong Kong menetapkan lebaran tanggal 30 Agustus 2011.

Selain itu ada tiga negara yang menetapkan 1 Syawal dengan menggunakan metode hisab. Ketiganya adalah Amerika Serikat, Libya dan Malaysia. Saat ini hanya ada empat negara yang merayakan Lebaran pada hari Rabu, 31 Agustus 2011. Keempat negara itu adalah Indonesia, Selandia Baru, Oman, dan Afrika Selatan. Kesemuanya mengandalkan pada pengamatan hilal di level lokal.

Islamic Crescents' Observation Project, telah mengeluarkan peta dunia yang memperlihatkan kedudukan hilal pada Senin malam. Menurut organisasi ini, tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Selasa, 30 Agustus 2011. ICO Project berusaha membantu umat Muslim dengan penerapan teknologi canggih.

Sehingga wajar terjadi perbedaan bila menggunakan metode hisab dan rukyatul hilal dalam penentuan awal syawal akan berbeda. Perbedaan menentukan saat lebaran seharusnya tidak harus dipermasalahkan. Sebaiknya umat muslim tidak perlu mempermasalahkan manakah keputusan penetapan waktu lbaran yang lebih afdol. Tidak ada yang perlu menganggap pendapat suatu kelompok lebih benar dari kelompok lainnya. Tidak perlu menyalahkan teknologi Muhammadiah kriterianya lebih sederhana daripada teknologi canggih astronomi modern. Tidak perlu menyalahkan bahwa pemerintah terlambat dan curiga punya niat memecah belah umat muslim. Karena ketetapan pemerintah juga berdasarkan rapat isbat para ahli dan pemuka agama yang hasil diambil dari suara keputusan terbanyak. Tidak perlu.

Perbedaan Itu Indah

Saat di rumahku berlebaran hari Selasa, banyak juga yang berkunjung halal bihalal ke rumah. Dalam pertemuan itu terdapat kumpulan beberapa keluarga. Satu keluarga mengikuti Muhammadiah berlebaran hari selasa, seperti ibuku. Maklum bapakku meski bukan pengurus Muhammadiah, tetapi adalah pengikut ajaran Muhammadiah. Keluarga omku mengikuti pemerintah berlebaran hari Rabu. Keluarga sepupu lain lagi lebih unik lagi berlebaran hari Selasa karena takut opor ayamnya basi atau tidak enak kalau digunakan berlebaran hari Rabu. Sebagian besar masyarakat merencanakan lebaran hari Selasa berdasarkan kalender yang ada di rumah. Mereka telah memasak dan mempersiapkan segalanya pada hari itu. Namun sayangnya salah satu penentuan 1 syawal dilakukan saat 12 jam menjelang lebaran yaitu melalui penetapan melihat hilal. Sehingga bila hilal tidak terlihat maka hancurlah persiapan masak memasak menghadapi perayaaan lebaran. Apalagi bila masakan itu mengandung santan dan sayur yang mudah basi. Maka salah satu pilihan menentukan lebaran adalah berdasarkan opor ayam, agar tidak basi. Kelompok inilah juga yang diikuti oleh ibuku. Tetapi penentuan lebaran itu juga ditentukan opor ayam, juga sudah ada pengumuman resmi bahwa Muhammadiah.

Tampaknya cerita dalam pertemuan keluarga itu menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia. Seorang keluarga dengan bangganya mengatakan pilihannya lebih benar berlebaran Selasa. Maklum keluarga tersebut orang tuanya adalah pengurus Muhammadiah. Sedangkan sepupu keluarga lain, tidak mau kalah bahwa mengikuti penetapan pemerintah pasti benar karena diikuti banyak orang dan didasarkan teknologi canggih. Sedangkan ada keluarga lain yang mengakhiri puasanya hanya gara-gara menonton acara Breaking News sebuah stasiun televisi yang menyiarkan bahwa di Arab Saudi sudah mulai salat idul fitri saat dirinya sedang sahur.  Keponakanku yang selalu apatis dengan pemerintah bahkan dengan gemas menyalahkan pemerintah, kenapa penetapannya selalu terlambat. Dia dengan emosi menuding pemerintah harus menanggung dosa jutaan umat. Bila penentuannya salah karena diharamkan puasa saat lebaran. Tetapi sebenarnya hanya sebagian kecil saja yang bersikap seperti itu. Pada umumnya saudara yang hadir saat itu bertoleransi dan saling menghormati terhadap perbedaan ini. Bahkan saat itu ada beberapa keluarga meski masih tetap berpuasa memberi ucapan selamat kepada keluarga kami yang sudah lebih dulu berlebaran. Itulah riak kecil yang tidak dapat dihindari, di antara kesucian idul fitri dalam keluarga kami. Tetapi tampaknya keadaan itu juga mencerminkan keluarga besar bangsa ini dalam menentukan saat lebaran. Bahkan seorang pakar sekaliber Prof. Thomas mengatakan metode yang digunakan Muhammadiyah adalah metode hisab yag kriterianya harus diperbaiki lagi sesuai perkembangan astronomi modern.  Sebaliknya Prof. Dien Syamsuddin ketua PP Muhammadiah setelah shalat Id mengatakan bahwa Pemerintah seharusnya netral, tidak memihak kepada kelompok lain.

Sebaiknya tidak perlu melakukan dikotomi manakah hari lebaran yang paling afdol. Berlebaran berbeda hari tidak perlu ada orang atau kelompok yang merasa paling benar. Tidak ada satu alat canggihpun yang dapat menengahi perbedaan keyakinan tersebut. Tampaknya sampai kapanpun berlebaran beda waktu akan tetap menjadi riak kecil di tengah kesucian idul fitri dalam tradisi budaya Indonesia. Umat muslim Indonesia yang terdiri dari berbeda kebinekaan tetapi juga berbeda dalam berbagai aliran Islam dan budaya tradisi Indonesia akan selalu menampilkan ciri khas yang berbeda dengan berbagai negara di dunia lainnya. Di negara Arab Saudi, Malaysia, Brunei mungkin saja dapat berlebaran bersama-sama. Tetapi mengapa di Indonesia tidak bisa kompak. Masyarakat Indonesia lebih beragam kemajemukannya, terdiri dari berbagai suku, budaya dan aliran Islam berbeda. Justru kemajemukan pendapat dan aliran inilah pasti akan mencetuskan berbagai perbedaan paham dan pendapat. Justru di sinilah peran pemerintah melakukan upaya untuk mengurangi jurang pemisah perbedaan itu. Memang harus diakui bahwa tidak satupun yang mampu menyatukan perbedaan itu termasuk pemerintah. Jadi pemerintahpun meski menetapkan hari lebaran tanggal 31 Agustus, tetapi tetap menghormati rakyatnya yang berlebaran hari Selasa.

Perbedaan tersebut harus dijadikan introspeksi bagi setiap pihak untuk tidak saling menyalahkan. Introspeksi apakah metode orang lain yang paling benar. Introsepksi dan saling menghormati adalah hikmah terindah dari perbedaan itu. Perbedaan tersebut harus disikapi sebagai kekuatan yang justru malah dapat menyatukan ukuwah Islamiyah kaum muslim di bumi nusantara ini. Hal itu ternyata juga terjadi dalam keluarga besar kami. Meski berbeda sebagian besar akhirnya saling menghormati dan tidak ada yang merasa paling benar.

Perilaku barisan Ansor NU yang tidak berlebaran yang sama tetapi ikut menjaga keamanan salat idul fitri kaum muhammadiah adalah teladan yang bijaksana. Perilaku umat muslim yang masih puasa tetapi bersilaturahmi memberi ucapan lebaran kepada umat musim lainnya yang berlebaran lebih dulu adalah sikap baik yang harus diteladani. Perbedaan ini adalah justru suatu rahmat yang malahan dapat mermpererat kerukunan umat muslim di tengah adanya berbagai perbedaan yang ada. Jadi sebaiknya jangan lagi mempermasalahkan lebaran lebih dulu karena opor ayam. Ibuku dengan santun dan sabar mengatakan :”Berlebaran hari ini dan esok adalah sama saja. Opor ayampun juga sebenarnya tidak akan basi akan disantap esok hari. Tetapi anggaplah hal ini cobaan bagi kerukunan keluarga besar kita”. Sayapun terkesima dengan pemikiran ibu yang sederhana tetapi penuh makna.  Bangsa inipun selama ini selalu mendapatkan cobaan dalam berbangsa dan beragama. Semoga peristiwa perbedaan di lebaran ini dapat dijadikan contoh bagi politikus, penganut berbagai aliran beragama, pengamat politik, media masa dan berbagai kelompok bangsa ini. Bahwa meski berbeda pendapat tetapi bila dilakukan dengan santun dan saling menghormati maka akan damailah negeri ini. Sebaiknya tidak pernah ada kata kapan berlebaran yang paling afdol. Setiap waktu lebaran yang diyakini setiap umat di hari yang fitri ini adalah waktu yang afdol untuk hidup baru yang lebih fitri. Lebaran akan tampak semakin indah bila perbedaan pendapat itu dapat dilakukan dengan saling menghormati bukan saling mencaci. Selamat lebaran saudara muslimku di segala penjuru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun