Mohon tunggu...
Widodo Judarwanto
Widodo Judarwanto Mohon Tunggu... Dokter - Penulis Kesehatan

Dr Widodo Judarwanto, pediatrician. Telemedicine 085-77777-2765. Focus Of Interest : Asma, Alergi, Anak Mudah Sakit, Kesulitan Makan, Gangguan Makan, Gangguan Berat Badan, Gangguan Belajar, Gangguan Bicara, Gangguan Konsentrasi, Gangguan Emosi, Hiperaktif, Autisme, ADHD dan gangguan perilaku lainnya yang berkaitan dengan alergi makanan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Prita, Vonis Hukum Vs Vonis Masyarakat

11 Juli 2011   08:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:46 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Etika berpendapat tersebut tidak perlu harus sesuai dengan etika adat ketimuran atau etika kesopanan. Tetapi layaknya dalam berpendapat harus sesuai dengan fakta yang sebenarnya tanpa harus men"justifikasi" fakta yang masih belum jelas. Artinya, dalam kebebasan berpendapat tidak boleh memutarkan balikkan fakta kebenaran yang ada. Bila hal ini terjadi akan merupakan fitnah dan pencemaran nama baik. Bila etika berpendapat hanya melanggar etika adat, budaya dan kesopanan tidak terlalu masalah karena sangsi yang didapat hanyalah sekedar sangsi sosial.

Pameo lama mengatakan fitnah lebih kejam dari pembunuhan sehingga wajar bila itu terjadi akan berdampak hukum. Karena fitnah dan pencemaran nama baik akan berakibat sangat merugikan bagi yang mendapatkannya. Ternyata dari sebuah opini yang memutarkan balikkan fakta yang ada, dapat mematikan kehidupan dan mata pencaharian seseorang. Seorang pedagang bakso diisukan memakai daging celeng akan membuat pedagang akan kehilangan mata pencaharian. Begitu juga bila seorang dokter atau Rumah Sakit dituding sebagai penipu maka hancurlah citra profesionalnya. Demikian juga sebuah perusahaan kosmetik bila diisukan memakai minyak babi akan hancurlah perusahaan tersebut, demikian juga rumah sakit. Setelah kasus itu muncul sempat dalam beberapa saat Rumah Sakit itu sepi pengunjung dalam beberapa bulan. Padahal rumah sakit besar itu menghidupi ribuan manusia yang mengangguntungkan nafkah hidupnya. Hanya karena sebuah email ribuan manusia baik karyawan atau keluarganya jadi terganggu kehidupannya. Untungnya Rumah Sakit itu sampai saat ini bangkit kembali dipercaya masyarakat sekitarnya yang membutuhkan.

Bila pencemaran nama baik itu melalui media cetak koran mungkin hanya sesaat hilang. Tetapi bila melalui media internet pencemaran nama baik itu akan tidak hilang sepanjang masa. Dokter yang dituduh sebagai penipu oleh Prita itu bukan hanya dibunuh karier profesionalnya tetapi juga stigma penipu itu akan akan diwariskan terhadap anak cucu dokter tersebut. Sama tentang kekawatiran masyarakat dan Prita sendiri terhadap anaknya bahwa ibunya tidak berbuat salah. Bila semua orang boleh bebas berpendapat seenaknya tanpa beretika, maka akan kacaulah negera demokrasi ini. Semua orang bisa membunuh karakter orang lainnya dan bisa menghancurkan mata pencaharian orang lain.

Dokter dan rumah sakit adalah pihak yang sering dijadikan sasaran tembak istilah tidak profesional, penipuan dan malpraktek baik oleh masyarakat dan media masa. Setiap hari dengan mudah ditemui milis kesehatan dan konsultasi kesehatan yang terlalu cepat memvonis bahwa seorang dokter melakukan malpraktek atau kesalahan dalam tugas profesionalnya. Setiap periode dapat disaksikan di media televisi dokter divonis malpraktek sebelum jalur hukum ditempuh. Bisa saja dari sekian banyak dugaan malpraktek tersebut bila diajukan dalam jalur hukum secara jujur dan ilmiah maka tidak sebanyak yang diduga. Meskipun tidak menutup mata tentang masih adanya tindakan malpraktek yang masih sering terjadi. Kecurigaan malpraktek kepada dokter atau rumah sakit biasanya terjadi karena kelemahan komunikasi pasien dan dokter atau perbedaan persepsi tindakan kedokteran. Hal lain sebagai penyebab adalah masalah harapan kesembuhan yang demikian besar tidak sebanding dengan biaya sangat besar yang telah dikeluarkan. Banyak cerita karena kebebasan berpendapat yang tidak sesuai dengan fakta kebenaran ternyata mengorbankan kerugian moral dan material bagi dokter dan rumah sakit yang sangat besar.

Bila seseorang pasien bersengketa atau tidak puas dengan layanan dokter atau rumah sakit bukan merupakan kesalahan bila berkeluh kesah di depan umum tentang keburukan layanan yang diterimanya.  Ketidakpuasan tersebut apakah karena layanan yang tidak menyenangkan atau karena rumah sakit menyalahi aturan yang ada.  Bila karena layanan yang tidak menyenangkan,  maka hal ini tidak masalah bila dikupas tuntas di depan umum. Justru beberapa rumah sakit mengharapkan masukan seperti ini untuk perbaikan kualitas layanannya. Bila fakta itu benar terjadi maka masalah tersebut harus diungkap karena akan berguna bagi masyarakat lain atau perbaikan dari dokter dan rumah sakit.

Menjadi lebih rumit bila masalah yang timbul bila rumah sakit atau dokter dianggap menyalahi aturan yang ada dan terlalu dini divonis bersalah. Masalah sering timbul karena perbedaan persepsi dan latar belakang pengetahuan dan keilmuan yang ada dari pihak yang bersengketa. Pihak pasien bersikeras bahwa pihak dokter atau rumah sakit melakukan malpraktek sedangkan pihak lainnya mengatakan sudah sesuai prosedur yang ada. Sengketa seperti inilah sebelum beropini bisa diajukan ke jalur hukum. Kalaupun sudah tidak sabar beropini maka sebaiknya menggunakan kalimat yang tidak bernada memutarbalikkan fakta yang ada. Atau jangan terburu-buru memvonis terjadi penipuan atau malpraktek sebelum mendalami permasalahan yang sebenarnya terjadi. Kebebasan berpendapat yang tidak sesuai dengan fakta yang ada akan dapat menghancurkan kehidupan seseorang dan sekelompok manusia yang ada di dalamnya. Jangan sekalipun berperasangka bahwa kebebasan beropini yang bertanggung jawab serta beretika akan memberangus kebebasan berpendapat. Demokrasi dibangun demi keadilan dan kebersamaan hak tanpa ada yang boleh dirugikan. Seorang demokrat yang bebas berpendapat tanpa mengabaikan hak orang lain adalah demokrat yang "keblinger". Masalahnya sekarang apakah hukum dan undang-undang yang ada dapat mengakomodasikannya tanpa harus mengkebiri kebebasan berpendapat seseorang.

Mungkin perlu debat yang tidak akan terselesaikan  untuk menentukan mana yang salah dan mana yang benar.  Sehingga jalur hukum adalah jalan tengah yang harus dilakukan, bila kompromi yang sudah ditawarkan tidak terselesaikan. Paling tidak masalah ini dapat dijadikan pembelajaran semua masyarakat. Bagi pihak dokter dan rumah sakit dalam memberikan pelayanan optimal harus memberikan komunikasi baik dan profesionalisme tinggi. Bagi pasien berhak mendapatkan perawatan yang terbaik dan berhak mengeluarkan ketidakpuasannya tanpa harus memberi tuduhan berbohong atau dengan fakta yang belum jelas terbukti. Bagi masyarakat dan media juga harus bijaksana dalam meliihat sebuah kasus. Media harus berimbang dalam menyampaikan informasi sehingga masyarakat tidak ikut terbawa arus yang salah dalam berpikir. Media memang harus menyampaikan masalah buruknya pelayanan dokter dan rumah sakit atau masalah penderitaa psikologis keluarga Prita. Tetapi media harus juga berimbang menyampaikan kebenaran lainya tentang dampak buruk pencemaran nama baik.

Bila ini tidak dilakukan maka kasus Bibit Chandra akan terulang kepada Prita. Ketika beberapa tahun kasus Bibit Chandra yang dinyatakan tidak bersalah oleh jutaan vonis masyarakat masalah hukum jadi terabaikan. Ketika peninjauan kembali kasus itu terjadi banyak pihak seperti praktisi hukum atau politikus DPR yang dulunya mendukung Bibit Chandra menjadi mendukung untuk dilanjutkan lewat jalur hukum. Bahkan seorang pakar hukum senior profesor OC Kaligis dalam sebuah bukunya tetap berkeyakinan bahwa Bibit Chandra diduga bersalah.

Sehingga keadilan akan menjadi lebih buruk lagi bila seseorang dinyatakan tidak salah oleh vonis masyarakat tanpa menghormati proses hukum. Inilah cermin Indonesia ketika hukum tidak dipercaya lagi maka hukum rimba yang akan berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun